Jumat, 08 Januari 2016

PENGEMBANGAN KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL di INDONESIA


Oleh: Muhammad Eko Atmojo



1.      LATAR BELAKANG
Di era otonomi daerah telah membawa implikasi penambahan jumlah pegawai, beban anggaran untuk pegawai semakin meningkat dan ruang lingkup kewenangan semakin luas. Untuk menuju kesiapan dalam manajemen kepegawaian nasional secara baik, jelas memerlukan waktu dan kualitas sumber daya manusia yang handal. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia secara makro sangatlah penting, dalam rangka tujuan-tujuan pembanguna secara efektif.
Mahfud MD (1998) menyatakan bahwa kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional itu terutama sekali tergantung pada kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan Pegawai Negeri (sebagian dari aparatur negara). Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyebutkan bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi, maka diperlukan pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk itu, perlu diwujudkan pegawai negeri sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggungjawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Demi lancarnya pembangunan nasional maka diperlukan pengelolaan dan peningkatan manajemen sumber daya aparatur melalui sistem yang disebut manajemen kepegawaian Indonesia. Manajemen kepegawaian bertujuan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional secara berdayaguna dan berhasilguna. Adapun beberapa hal yang dikelola dalam manajemen kepegawaian Indonesia adalah sebagai berikut: penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya pegawai negeri sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum.
Pengembangan atau pembinaan kepegawaian menyangkut  dua hal pokok yang melingkupinya, yakni: pengembangan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan dalam peningkatan karier pegawainya (Irfan, 2002). Kedua hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena keduanya mendorong terciptanya misi dari organisasi/instansi pemerintah yaitu kualitas pelayanan pegawai yang diberikan kepada masyarakat. Untuk mewujudkan kualitas pelayanan kepada masyarakat maka diperlukan sumber daya aparatur yang kompeten dan profesional.
Tetapi pada realitanya banyak sekali peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang tidak diarahkan pada analisis kebutuhan organisasi/unit kerja. Kondisi ini menyebabkan tidak optimalnya output atau outcome dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi peningkatan kinerja pegawai maupun organisasinya. Sementara itu, dalam pengembangan karier pegawai juga tidak jarang tanpa mendasarkan pada profesionalisme (merit system), akan tetapi lebih kepada senioritas atau pertimbangan-pertimbangan lainnya. Hal-hal semacam ini pada akhirnya menyebabkan pembinaan atau pengembangan pegawai, khususnya pegawai negeri sipil, menjadi tidak maksimal.
Selain tidak maksimalnya pengembangan pegawai negeri sipil maka banyak sekali daerah-daerah yang merekrut pegawai negeri sipil tidak berdasarkan kebutuhan dan kompetensi. Winarsih (2011) menyatakan bahwa untuk mengantisipasi peningkatan jumlah pegawai seharusnya daerah merekrut calon pegawai yang memiliki kompetensi sesuai formasi pekerjaan yang ada. Sehingga akan timbul keselarasan antara kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai. Hal ini juga sejalan dengan amanat UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 12 ayat 2 yang menyebutkan bahwa:
“diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja”.

2.      ANALISIS
Pengembangan pegawai meurut Hasibuan (2014) didefinisikan sebagai berikut: pengembangan pegawai adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan menurut Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2014) didefinisikan sebagia berikut:
development, in reference to staffing and personnel matters, is a long term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and theoretical knowledge for general purposes (steinmetz)”.

pengembangan mengacu  pada masalah staf dan personel adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang sistematis dan teroganisir dengan mana menejer belajar pengetahuan  konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan pegawai adalah salah satu upaya peningkatan profesionalisme dan kompetensi terhadap pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan. Konsep pengembangan pegawai merupakan upaya mempersiapkan pegawai (SDM) agar dapat bergerak dan berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan dan perubahan suatu organisasi, instansi atau departemen. Oleh karena itu kegiatan pengembangan pegawai itu dirancang untuk memperoleh pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu organisasi atau institusi. Tenaga atau sumber daya yang telah diperoleh suatu organisasi, perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan pengembangan organisasi itu.
Pengembangan sumber daya manusia sebenarnya dapat dilihat dari dua aspek yaitu kualitas dan kuantitas. Untuk masalah kuantitas ini menyangkut tentang jumlah sumber daya manusia. Kuantitas sumber daya manusia harus di imbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik juga. Kuantitas sendiri menyangkut tentang mutu sumber daya manusia yang yang lebih menekankan kepada kemampuan fisik dan non fisik. Dengan kata lain kualitas sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek fisik dan non fisik yang berhubungan dengan kemampuan kerja, berfikir, dan keterampilan lain (Notoatmodjo, 2009).
Kebijakan pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang sangat mutlak untuk dilakukan, karena dengan adanya pengembangan maka kualitas sumber daya manusia akan meningkat serta faktor keberhasilan sebuah organisasi terlihat dari kualitas sumber daya manusianya. Maka Notoatmodjo (2009) berpendapat bahwa ada dua konsep dalam pengembangan sumber daya manusia yakni pengembangan sumber daya manusia secara makro adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Sedangkan  pengembangan sumber daya manusia secara mikro suatu proses perencanaan pendidikan, pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil optimal. Pengembangan sumber daya manusia aparatur meliputi pendidikan dan pelatihan, serta pengembangan karier pegawai yaitu promosi. Adapun tujuan dari pendidikan dan pelatihan bagi pegawai adalah untuk meningkatkan kemampuan, profesionalisme sesuai dengan kompetensi pegawai sehingga membawa dampak terhadap pengembangan institusi pemerintahan yang bersangkutan.
Terkait dengan uraian mengenai unsur-unsur dalam pengembangan pegawai, maka pengembangan pegawai meliputi dua hal pokok yang melingkupinya, yaitu: (1) pengembangan kualitas dan (2) pengembangan karier (Tim Peneliti BKN, 2002). Secara sistematis pengembangan pegawai tersebut dapat digambarkan dalam skema pengembangan pegawai sebagai berikut:

Sumber: di olah oleh tim Peneliti BKN
 
 



Pengembangan Karier
Pengembangan karier menurut Gibson (1994) didefinisikan sebagai berikut:
”career planning and development is the movement is the of individuals into and out positions, jobs and occupations is a common procedure in organizations”.

Sedangkan pendapat lain mengenai pengembangan karier dikemukakan oleh Susan (2002) berpendapat bahwa pengembangan karier adalah aktivitas departemen sumber daya manusia dalam membantu pegawai merencanakan karier masa depan agar dapat mengembangkan kompetensi dan adanya peluang-peluang pengembangan karier sejalan dengan pertumbuhan organisasi.
Pengembangan karier tidak harus diartikan sebagai peningkatan jabatan secara vertikal mengikuti tangga karier, namun dapat pula berupa perubahan jabatan secara horizontal dan diagonal di dalam struktur organisasi. Namun, pertumbuhan karier vertikal memprasaratkan adanya prestasi kerja yang memuaskan yang dihasilkan oleh pegawai secara berkesinambungan, pengembangan kompetensi dan adanya peluang-peluang pengembangan. Pengembangan karier pegawai bisa dicapai dengan adanya kemampuan, prestasi kerja dan profesionalisme.
Promosi merupakan bagian dari pengembangan karier untuk menciptakan kualitasi sumber daya aparatur yang professional, maka dari itu penempatan pegawai yang tepat merupakan salah satu faktor keberhasilan pemerintah untuk mewujudkan pegawai yang professional. Promosi merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi pegawai untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dan tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi. Sehingga mendapatkan sumber daya manusia yang mumpuni dan professional dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan pemerintahan yang bersih, kompetitif, netral dan berwibawa (Hayat, 2014).
Dengan promosi jabatan berarti pegawai diberi kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensinya, serta memberi kepercayaan kepada pegawai untuk menduduki jabatan dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Bahwa promosi juga disebut rotasi vertical, dengan pemberian tingkat tanggung jawab dan penghargaan finansial yang lebih tinggi, serta bersifat selektif dengan mengutamakan prinsip prestasi kerja atau merit (Werther dalam Winarsih dkk, 2011).
Dalam kontek manajemen kepegawaian penempatan pegawai negeri dalam jabatan tidak selalu penempatan pegawai yang baru, akan tetapi penempatan pegawai bisa berupa promosi, mutasi dan demosi. Menurut Thoha (2014) promosi adalah penempatan pegawai pada jabatan yang lebih tinggi dengan wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dan penghasilan yang lebi tinggi pula. Penempatan pegawai dalam jabatan dilaksanakna berdasarkan prinsip professional sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan tersebut.
Promosi mempunyai peran penting dalam pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas sumber daya aparatur. Dengan adanya promosi maka ada kepercayaan terhadap kemampuan pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan memberikan dampak positif bagi pegawai dengan terangkatnya status sosial, wewenang (authority), tanggung jawab (responbility), serta penghasilan (outcomes) yang semakin besar terhadap pegawai (Hasibuan, 2014).
Promosi merupakan bagian dari pengembangan karier yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan pegawai yang professional, mempunyai integritas tinggi dan kompetensi. Hasibuan (2014) menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan promosi diantaranya adalah:
1.      Pertama, untuk memberikan pengakuan, jabatan dan imbalan jasa yang semakin besar kepada pegawai yang mempunyai prestasi tinggi.
2.      Kedua, menjadikan pegawai semakin bangga karena meningkatnya status soial dan penghasilan yang semakin tinggi.
3.      Ketiga, untuk merangsang pegawai agar lebih bergairah dalam bekerja, displin tinggi, dan memperbesar produktivitas kerjanya.
4.      Keempat, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya.
5.      Kelima, menambah pengetahuan dan pengalaman kerja bagi pegawai.
6.      Keenam, untuk menjamin stabilitas kepegawaian dengan direalisasikan promosi kepada pegawai dengan dasar dan pada waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.

Promosi harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang objektif. Pada umumnya ada dua kriteria utama dalam mempertimbangkan seseorang untuk dipromosikan, yaitu prestasi kerja dan senioritas. Dimana promosi pegawai tidak selalu berdasarkan latar pendidikan atau seleksi pada saat rekrutmen, namun promosi didasarkan pada kebutuhan dan prestasi kerja serta persyaratan golongan atau kepangkatan dari pegawai yang bersangkutan (Thoha, 2014).
Tetapi realita yang terjadi banyak sekali pelaksanaan promosi tidak didasari dengan pertimbangan-pertimbangan yang objektif, melainkan melalui pertimbangan kekeluargaan maupun politik. Pelaksanaan promosi yang tidak didasarkan pada prosedur dan banyak dipengaruhi oleh faktor politik maka dapat berakibat pada kualitas kinerja pegawai. Dalam promosi kompetensi merupakan hal yang sangat penting untuk dicermati karena, masalah promosi merupakan masalah yang sangat kritis, dimana dalam proses promosi sering sekali terjadi penyimpangan dari prinsip dan kompetensi individual. Selain itu juga promosi jabatan sering sekali dilakukan secara tertutup dan tidak banyak didasarkan atas merit sistem yang berlandaskan kompetensi (Thoha, 2014).
Dalam penelitian Blunt ditemukan bahwa di pemerintahan Indonesia pengembangan sumber daya manusia merupakan sarang KKN dan sumber mata uang, hal ini dapat dilihat dari praktek-praktek yang diwujudkan dalam proses rekrutmen pegawai, promosi, transfer dan penempatan pegawai. Hal ini menjadi sangat favorit untuk direalisasikan karena dalam menentukan pegawai baik dari proses rekrutmen, promosi, mutasi, transfer dan penempatan pegawai diutamakan dari faktor ikatan keluarga, teman serta penawaran yang tinggi (Blunt et.al, 2012). Hal inilah yang masih terjadi di Indonesia dimana pelaksanaan promosi tidak didasari dengan kompetensi pegawai, sehingga menghasilkan pegawai yang tidak profesional dalam bekerja.
Dalam pelaksanaan promosi ada tiga unsur kepegwaian yang mempunyai kewenangan untuk menentukan layak tidaknya pegawai dipromosikan, diantaranya adalah Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pertimbangan jabatan dan Kenaikan Pangkat, dan Pejabat Pembina Kepegawaian. Adapun kewenangan dan tugas dari tiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:
Badan Kepegawaian Daerah mempunyai tugas untuk mendata semua pegawai yang ada di daerahnya. Sedangakan untuk kewenangannya adalah mempunyai hak untuk mengajukan atau mengusulkan pegawai yang akan dipromosikan. Tetapi realitanya Badan Kepegawaian Daerah hanya sebagai alat kepala daerah untuk melanggengkan jabatannya, dengan cara penentuan promosi lebih kepada kepala daerah sehingga tugas Badan Kepegawaian Daerah sudah mulai berkurang.
Dalam rangka untuk memperlancar proses promosi serta mewujudkan profesionalisme pegawai negeri maka untuk pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai, serta pengangkatan dalam pangkat maka dibentuklah Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Thoha (2014) menyatakan bahwa tugas dari Baperjakat adalah adalah memberikan pertimbangan kepada pejabat pembina kepegawaian dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural eselon II ke bawah, memberi pertimbangan dalam kenaikan pangkat bagi pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural yang menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, menemukan penemu baru yang bermanfaat bagi Negara, dan pertimbangan perpanjangan usia pension bagi pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan struktural eselon II ke bawah.
Wahiyuddin (2012) menyatakan bahwa kepala daerah mempunyai keleluasaan sebagai pejabat pembina kepegawaian sehingga pengangkatan, pemindahan dan pembinaan karir  pegawai negeri sipil kadang menjadi tidak professional, tidak memperhatikan kompetensi tetapi lebih didasarkan pada pertimbangan politik. Besarnya kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah untuk menentukan pejabat yang akan menduduki jabatan strategis, maka akan semakin jelas bahwa birokrasi di Indonesia sangat rawan dengan intervensi politik. Hal ini sangat menggangu sistem kepegawaian di Indonesia, dimana birokrasi akan kehilangan arah kemandiriannya serta para pejabat akan menjaga hubungan dengan pimpinan daerah maupun politisi bukannya menciptakan pelayanan publik. Tujuannya adalah untuk melindungi pos jabatan yang diduduki, hal inilah yang menjadi implikasi sangat signifikan antara pengangkatan dan promosi jabatan di Indonesia (Wray dalam Mardiasmo et.al, 2008).




Kesimpulan dan Saran
Dari beberapa uraian di atas bahwasannya pengembangan karier pegawai mempunyai banyak macam bentuknya diataranya adalah promosi, rotasi, maupun demusi. Dalam pelaksanaan pengembangan karier pegawai di Indonesia belum banyak daerah yang menerapkan atau melaksanakan promosi berdasarkan kompetensi dan profesionalisme. Dimana dalam pelaksanaan promosi masih banyak daerah yang melaksanakan bukan karena penilaian objektif, melainkan berdasarkan faktor politik atau kedekatan. Seharusnya pelaksanaan promosi dilakukan dengan mengutamakan prestasi, kompetensi dan profesionalisme sehingga terlahir pegawai yang berkompeten dan profesional. Sebelum pelaksanaan promosi harus dilakukan assessment center terlebih dahulu, sehingga pegawai yang dipromosikan berdasarkan kompetensi dan profesional. 



DAFTAR PUSTAKA
Blunt, Peter, dkk (2012). Patronage, Service Delivery, and Social Justice in Indonesia. International Journal of Public Administration, Volume 35, Number 3.
Hasibuan, Malayu S.P (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Hayat (2014). Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur Pelayanan Publik Dalam Kerangka Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Volume. 8, Nomor. 1 Juni.
Imel, Susan, (2002), Career Development For Meaningful Live Work, http://ericacve.org.
Irfan, Muhlis (2002), Efektivitas Diklat Struktural Bagi Pegawai Negeri Sipil (Post Training Evaluation), Puslitbang BKN, Jakarta.
Mardiasmo, Diaswati and Barnes, Paul H. and Sakurai, Yuka (2008). Implementation of Good Governance By Regional Governments in Indonesia: The Challenges.
MD, Mahfud Moh, (1998). Hukum Kepegawaian Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Rineka Cipta, Jakarta.
 Rismayadi dan Hersona, Analisi Pengaruh Pengembanagan SDM Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kab Karawang, Jurnal Manajeman Volum 09 Nomor 3 Tahun 2013.
Thoha, Miftah, (2014). Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (Edisi Kedua).
Wahiyuddin, Laode (2012). Politisasi Pejabat Struktural (Study Kasus Politisasi Pejabat Struktural Eselon II di Sekretariat Daerah Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara). Tesis, Universitas Gajah Mada.
Winarsih, Atik Septi & Ratminto, Penyusunan Sistem Perencanaan Karier Pemerintah Kabupaten Klaten , Jawa Tengah, Jurnal Studi Pemerintahan Volume 02 No 2 Agustus 2011.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar