Jumat, 20 Juni 2014

PROBLEM TATA KELOLA PERTAMBANGAN DI KALIMANTAN TIMUR



A.    LATAR BELAKANG
Perekonomian memang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan negara, dimana dengan perekonomian yang stabil maka sebuah negara dan masyarakat akan hidup dengan nyaman, sejahtera serta Negara menjadi maju. Oleh karena itu pemerintah mempunyai peran penting dalam mengatur perekonomian yang ada di Indonesia, baik perekonomian skala kecil, menengan sampai besar. Dimana dengan perekonomian yang baik maka pendapatan Negarapun akan semakin meningkat sehingga kbutuhan masyarakat yang ada di Negara tersebut secara tidak langsung akan tercukupi. Dengan perekonomian yang diatur oleh pemerintah maka seyogyanya pemerintah bisa mempertimbangkan dan bisa mensejahterakan masyarakatnya sendiri. hal ii sebagai control pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian di negeranya, demi kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan yang semakin pesat dalam sebuah Negara maka menumbuhkan perekonomian menjadi semakin tinggi. Hal inilah yang terjadi di Indonesia dimana pembangunan disebut juga dengan moderenisasi, dengan moderenisasi maka ekonomi sebagai panglima. Dimana inti dari moderinisasi adalah pembangunan yang berpusat pada manusia dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam guna mencapai kemakmuran generasi masa kini. Dimana pembangunan atau moderenisasi dalam praktiknya seringkali tidak menghargai, melupakan bahkan sampai memusuhi tradisi yang kaya pengetahuan dan kearifan lokal. Dimana dengan pembangunan ini malah cenderung mengkorbankan dan membebani generasi mendatang dengan lingkungan hidup yang sudah tercemar, merusak ekosistem yang mengancam kelestarian sumber daya alam. Banyaknya eksploitasi secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di maasa yang akan datang. Banyaknya sumber daya alam yang dieksploitasi pada saat ini dan perkembangan pembangunan yang mengedepankan sistem modernisasi secara tidak langsung akan merusak sumber daya konomi bagi masyaraktnya, baik sumber daya ekonomi dari sektor minerba, banyaknya lahan pertanian yang beralih fungsi, matinya pasar tradisonal dan lain sebagainya.
 Fakta membuktikan bahwa Bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Secara fisik, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, yakni 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta km2 atau 70 persen dari luas teritorial Indonesia (Dahuriet al., 2001). Potensi sumberdaya alam Indonesia tersebut dapat menjadi kekuatan utama (prime mover) perekonomian bangsa, mulai dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) sampai yang tidak dapat diperbaharui (non renewable). Banyak sekali jenis perekonomi yang ada di Indonesia dari mulai sektor minerba, pertanian, perkebunan sampai sektor kelautan yang potensi ekonominya tidak kalah penting.
Berdasarkan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seharusnya masyarakat Indonesia hidup dengan kesejahteraan. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini banyak sekali sumber daya alam yang dikelola tetapi masyarakatnya hidup dalam ketepurukan dan kemiskinan hal inilah yang terjadi di Negara Indonesia saat ini. Seharusnya sumber daya alam yang ada di sebuah Negara harus dikuasai oleh Negara tersebut demi kesejahteraan masyarakatnya. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan undang-undang tersebut sebenarnya sudah jelas sebenarnya Negara dan pemerintah mempunyai peran penting dalam mensejahterakan masyarakatnya dan memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Hingga tahun ini kebijakan pemerintah terhadap tata kelola yang baik (good governance) dalam hal pengelolaan sumber daya alam dirasakan masih jauh dari hasil yang memuaskan. Dimana tata kelola sumber daya alam (SDA) yang selama ini belum berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah mengakibatkan meningkatnya kemiskinan yang ada di Indonesia. Selain itu distribusi dan pemanfaatan SDA yang belum merata juga menyebabkan banyak masyarakat termasuk masyarakat hukum adat menjadi penonton dalam pemanfaatan sumberdaya alam sekitarnya. Sudah banyak sekali contoh dimana masyarakat menjadi saksi pengembilan tanah lingkungannya sendiri, seperti yang terjadi belum lama ini konflik di Mesuji antara pengusaha dan masyarakat dimana pengusaha melalui pemeintah setempat ingin membuat perkebunan dan menyerobot tanah masyarakat sekitar yang berakhir dengan konflik yang berkepanjangan. Sedangkan yang paling baru adalah penggundulan hutan lindung yang terjadi di Jambi, dimana hutan tersebut sebenarnya menjadi tempat mata pencaharian masyarakat suku anak dalam.
Untuk mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia sebenarnya pemerintah mempunyai peran yang sangat sentral, hal ini sesuai dengan UUD 1945 dimana kewenangan Negara dalam mengelola sumber daya alam melalui pemerintah. Sesuai dengan amanat konstitusi pemerintah yang “legitimate’ diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan amanat konstitusi tersebut. Hal ini sudah jelasa sekali dimana peran pemerintah dalam mengelola sumber daya alam sangatlah dibutuhkan. Jika pengelolaan sumber daya alam dikelola oleh asing pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal perjanjian kontrak, yang seharusnya perjanjian kontrak pengelolaan sumber daya alam tidak merugikan masyarakatnya sendiri dan tidak merusak lingkungan hidup. Sumber daya alam sebenarnya mempunyai peran ganda dalam kehidupan manusia yaitu, sebagai sektor perekonomian dan sekaligus sebagai penyeimbang system kehidupan. Maka dari itu sumber daya alam di Indonesia hingga saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Maka sangatlah perlu diadakannya pengelolaan sumber daya alam yang baik sehingga dalam pengelolaan sumber daya alam juga harus melihat faktor lingkungan hidup.
Pengelolaan sumber daya alam Indonesia memang banyak dikuasai oleh asing, berdasarkan harian kompas pada tahun 2012 dari total pertambangan yang ada di Indonesia pihak Pertamina selaku perusahaan yang mempunyai hak untuk mengelola minerba hanya menguasai 30% dari seluruh pertambangan. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak memihak kepada masyarakat Indonesia sendiri disinyalir kurang percayanya pemerintah terhadap perusahaan yang mengelola sumber daya alam khususnya minerba. Banyak sekali perusahaan asing yang menguasai kekayaan alam Indonesia sehingga masyarakat negeri ini seperti tidak bisa menikmati kekayaan alamnya sendiri. Sebenarnya sudah dijelaskan dalam UUD 1945 pada pasal 33 dimana bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya sendiri. Akan tetapi pada kenyataannya hal ini tidak pernah terjadi kekayaan alam yang kita miliki diberikan kepada asing melalui investor-investor asing yang menanamkan sahamnya di Indonesia.
Jika dilihat dalam kontek provinsi Kaltim merupakan salah satu provinsi yang mempunyai kekayaan alam melimpah, selain itu juga Kaltim menjadi salah satu provinsi penyumbang batubara terbesar ke-3 di Indonesia. akan tetapi hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan masyarkatnya, dimana masyarakat di Kaltim banyak sekali yang mengalami kemiskinan, pengangguran dan lain sebagainya. Seharusnya jika tambang batubara tersebut dikelola oleh pemerintah tetntu akan berbeda ceritanya. Pemerintah Kaltim jika dilihat secara garis besar lebih berpihak kepada asing dibandingkan dengan masyarakat sediri, karena dengan penambangan yang dilakukan oleh asing maka pemerintah PDRB provinsi akan semakin naik walaupun hanya sedikit. Hal inlah yang menjadi pertimbangan pemerintah, akan tetapi keadilan dalam hal pembagian hasil tidak ada, dimana pembagian hasil lebih banyak diberikan kepada Negara asing dibandingkan dengan Negara atau provinsi yang mempunyai kekayaan alam. Hal inilah yang terjadi di Indonesia beberapa tahun silam, semoga dengan adanya pemimpin yang baru nanti Indonesia bisa berubah dan bisa menegakkan keadilan, serta menyatakan yang benar-itu benar dan yang salah itu salah. Selain itu juga kedaulatan ekonomi juga harus berpijak kepada UUD 1945 pasal 33 dan 34, dimana semua pasal ini berpihak kepada bangsa dan Negara serta rakyanya. 
Kurang percaya pemerintah terhadap anak bangsa sendiri disinyalir menjadi salah satu kelasalahan besar, dimana kalau kita lihat bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Banyaknya perguruan tinggi dan banyaknya anak bangsa yang mempunyai kemampuan dalam bidang-bidang tertentu seakan-akan tidak digunakan oleh pemerintah untuk memajukan negaranya. Selain kurang percayanya pemerintah terhadap anak bangsa sendir adalah kurang tegasnya pemerintah dalam hal menegakkan peraturan hokum yang sesuai dengan UU. Pemerintah lebih takut kehilangan investor asing dibandingkan dengan mensejahterakan masyarakatnya sendiri. jika hal ini tidak diperbaiki terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam maka tidak menutup kemungkinan Indonesia yang sekarang menjadi Negara kaya akan sumber daya alam, pada beberapa tahun kedepan akan menjadi salah satu Negara termiskin karena kegagalan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu penulis sangat tertarik untuk mengambil kasus tentang ekonomi strategis di Kaltim, dimana dari data yang ada masih banyak sekali masyarakat yang miskin, tetapi PDRB yang didapat provinsi merupakan salah satu PDRB terbesar di Indonesia.
B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan maka permasalahan yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peran negara dan good governance dalam pengelolaan pertambangna batubara?

C.    GOOD GOVERNANCE DAN SUMBER DAYA EKONOMI
Persahabatan antara alam dengan manusia berakhir bila kerakusan telah mengalahkan akal sehat. Hal inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga dengan hamparan sumber daya alam yang melimpah seakan menjadi kutukan/curse bagi Indonesia (terma ini diperkenalkan pertama kali oleh Sachs dan Warner, 1995; dalam Neumayer, 2004: 1627). Dalam konteks ekonomi, sudah lama disimpulkan bahwa kelimpahan sumber daya alam suatu Negara malah menjerumuskan Negara tersebut dalam jurang kemiskinan yang dalam, sehingga muncul istilah resource curse hypothesis. Menurut Stiglitz dalam bukunya Amien Rais tentang Selamatkan Indonesia kutukan sumber daya alam yang harus dihilangkan dari Negara-negara berkembang. Yang maksudnya setiap Negara berkembang yang mempunyai kekayaan alam melimpah pasti masyarakatnya hidup dengan kemiskinan, dimana hal itu sudah terjadi hampir diseluruh negera berkembang contohnya saja Indonesia, Subhara Afrika dan lain sebagainya. Jika suatu Negara tidak bisa membatasi masuknya era globalisasi maka sebuah Negara tersebut akan terjerumus dalam kemiskinan dan kurangnya kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dengan adanya kutukan sumber daya alam diberbagai Negara berkembang menunjukkan bahwa adanya paradox of plenty. Paradok antara sumber daya alam yanag melimpah disebuah Negara dan kemelaratan rakyat yang merata di dalam tubuh bangsa yang bersangkutan. Karena dengan kekayaan alam yang dimiliki sebuah Negara seringkali membuat sebuah bangsa menjadi miskin, tidak produktif, cenderung malas, dan memerosotkan industry manufakatur, industry pertanian, dan gilirannya menurunkan ekspor pertanian. Selain itu juga yang paling berbahaya bagi sebuah Negara yang mempunyai kekayaan alam melimpah adalah korupsi yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi Negara baik pusat maupun daerah. Menurut Ahmad Erani Yustika (2014:201-202) ada dua hal mengapa Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam mengalami kutukan sumber daya alam yang pertama, bahwa biasanya Negara yang dikaruniai sumber daya alam pemerintahnya terlambat memulai proses insdustrialisasi. Kedua, pemerintah suatu Negara yang kaya akan sumber daya alam cenderung terjerumus dalam formulasi kebijakan yang buruk (bad poliies). Dua sebab inilah yang menyebabkan asset sumber daya alam yang dimiliki justru menjadi kutukan (curse) bagi sebagian besar Negara yang memiliki kekayaan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Kutukan pengelolaan sumber daya alam tersebut akibat dari ulah pemerintah yang menerima system liberalisasi secara mentah-mentah, sehingga mengakibatkan banyaknya penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh Negara asing melalui lubang tambang. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan dimana sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia tidak bisa dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Jika pemerintah tidak menerima system liberalisasi secara mentah mungkin masyarakat Indonesia bisa menikmati kekayaan alam yang dimiliki Negara ini. Akibat dari penerapan system dan pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada asing mengakibatkan banyaknya masyarakat yang miskin, sehingga hal ini sangat mempunyai dampak bagi perekonomian Indonesia. Sumber daya alam merupakan sumber ekonomi bagi sebuah bangsa, dimana dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan dikelola oleh Negara sendiri maka secara tidak langsung dampak yang akan dirasakan adalah pendapatan Negara dan  kesejahteraan masyarkat yang semakin meningkat.
Sumber daya alam sebagai perekonomian terbesar bagi sebuah Negara, dengan sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negaranya maka pendapatan sebuah Negara akan menikat dan perekonomian sebuah bangsa juga akan membaik. Dengan banyaknya sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia pemerintah seakan-akan tidak memikirkan masyarakatnya, dimana pengelolaan sumber daya alam lebih banyak dikasikan kepada asing diabandingkan oleh pengelolaan yang dilakukan pemerintah melalui BUMN. Hal ini sungguh nyata terjadi di Indonesia dimana hamppir disetiap pulau yang ada sumber daya alamnya terdapat perusahaan-perusahaan asing. Padahal sumber daya alam adalah salah satu ekonomi strategis bagi sebuah bangsa, jika sumber ekonomi strategis dikuasai oleh asing maka apa yang akan terjadi pada beberapa tahun kedepannya? Hal inilah yang harus dipikirkan oleh pemerintah saat ini. Dengan penerapan good governance apakah pemerintah bisa lebih baik dalam mengelola sumber ekonomi strategis di Indonesia. Dalam konsep good governance ada 8 prinsip yang harus dilaksanakan pemerintah untuk mengelola sumber daya ekonomi strategis dalam hal ini pertambangan yang ada di Indonesia.
Dengan adanya konsep good governance yang dipakai oleh pemerintah kenyatannya belum bisa menyelesaikan pengelolaan sumber daya ekonomi strategis. Jika dilihat pada saat ini banyaknya eksploitasi tambang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. padahal jika kita merujuk pada UUD ayat 33 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya sendiri”. Hal ini tidak terjadi sama sekali di Indonesia, bisa kita lihat contoh provinsi yang mempunyai banyak pertambangan yang dikelola oleh asing, seperti halnya Papua dengan pertambangan emasnya yang dikelola oleh PT. Freport, NTB dengan tambang emas yang dikelola oleh Newmont, blok Cepu dengan kandungan minyak bumi yang dikelola oleh Exxon Mobile  dan masih banyak sekali pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Dengan tambagn yang dikuasai oleh pihak asing tidak menjamin perekonomian masyarakat disekitarnya menjadi sejahtera, di daerah Papua masih minim sekali infra struktur kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Banyaknya perusahaan asing yang ada di Indonesia bisa dikatakan hanya untuk mengeruk kekayaan alam negeri ini saja, dimana peran pemerintah dalam hal ini seperti tidak ada tajinya. Negara yang diwakili oleh pemerintah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam hal mensejahterakan masyarakatnya dan melindungi asset-aset Negara dari tangan asing. Tetapi di Indonesia pemerintah menjadi panjang tangan perusahaan asing untuk merampok kekayaan alam negeri sendiri, dimana pemerintah seperti tidak memeperhatikan masa depan anak negeri ini. Dengan banyaknya asset negera yang dikuasai oleh asing maka semakin jelas bahwa pemerintah melanggar konstituen dalam UUD 1945. Dengan sistem good governance ini bukannya membuat baik suatu pemerintahan akan tetapi malah membuat sistem yang kurang berpihak kepada Negara sendiri. Masuknya good governance  ke Indonesia nyatanya malah membuat penguasaan asing terhadap sumber daya ekonomi strategis semakin banyak, berdasarkan harian kompas pada tahun 2012 penguasaan asing terhadap pertambangan di Indonesia adalah sebesar 70% sedangkan yang dikuasai oleh perusahaan Indonesia sendiri sebesar 30%.
Eksploitasi perusahaan asing terhadap sumber daya alam di Indonesia akan sangat merugikan bangsa dan Negara, dimana dengan banyaknya ekspolitasi asing terhadap sumber daya alam Indonesia setidaknya akan menimbulkan tiga pokok permasalahan. Pertama, kontrak karya-karya cenderung menempatkan Indonesia dalam posisi yang lemah, sehingga bagi hasil atas sumber daya alam tersebut sebagian besar lari kenegara asing. Implikasinya Indonesialah yang menerima hasil limbahnya dari proses eksploitasi sumber daya alam tersebut yakni dengan rusaknya lingkungan hidup. Kedua, selalu terdapat ruang bagi pelaku operasi ekspoitasi sumber daya alam untuk melakukan manipulasi atas hasil operasi yang dilakukan akibat ketiadaan akses bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan secara regular. Ketiga, menyangkut aspek etis dan konstitusi bahwa sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat harus dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.
Penerapan good governace yang dilakukan pemerintah memang sudah cukup bagus, akan tetapi masih banyak sekali celah-celah yang harus diperbaiki dalam hal pengelolaan sumber daya alam sebagai ekonomi nasional. Dimana pengelolaan yang terjadi selama ini adalah banyaknya keuntungan yang didapat oleh asing dari pada keuntungan kepada Negara sendiri. Pembagian keuntungan pertambangan Indonesia masih sangat memprihatinkan, dimana keuntungan yang dibagi lebih banyak lari kepemerintah pusat dibandingkan ke pemerintah daerah. Hal inilah yang membuat banyaknya protes terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Pengelolaan sumber daya ekonomi strategis dirasa belum maksimal, dimana pengelolaan ekonomi strategis masih banyak menguntungkan asing dan kebanyakan perusahaan asing tidak memperhatikan lingkungan sekitar pertambangan, perekonomian masyarakat, serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana prinsip pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Tetapi yang terjadi kebutuhan generasi masa depan akan segera habis diambil oleh asing jika tidak ada pembatasan dan tidak ada peraturan tegasyang mengatur pengelolaan sumber daya alam.
Dalam pengelolaan pertambangan terjadi lemahnya penerapan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan baik di level Pusat maupun Daerah. Oleh karena itu jika dilihat dari prinsip-prinsip good governance pengelolaan sumber daya ekonomi strategis yang ada di Indonesia, maka prinsip-prinsi transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keadilan/hukum belum diterapkan dengan benar. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
·         Transparansi, dalam pemberian perizinan pertambangan  seharusnya diikuti dengan  keterbukaan yang berbentuk  kemudahan akses  informasi bagi masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam melihat dampak dari pemberian izin tersebut. Dalam hal pemberian izin pertambangan pemerintah lebih mudah memberikan izin kepada investor asing dengan alasan investor asing lebih menjanjikan.
·         Akuntabilitas, belum adanya rasa tanggungjawab perusahaan asing yang mengelola pertambangan sebagai sektor ekonomi di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembuangan limbah pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan asing, sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan lain-lain. Dalam hal ini negera Indonesia dan  masyarakatlah yang merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Selain merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan generasi masa depan negeri ini telah dirugaikan, dimana kekayaan alam yang seyogyanyabisa digunakan untuk masa depan bangsa telah habis dirampok Negara asing.
·         Partisipasi, belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan di bidang pertambangan.
·         Rule of law atau ketidakadilan, rumitnya regulasi-regulasi pertambangan dalam mengontrol perusahaan-perusahaan tambang. Regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang seringkali dibuat tidak komperehensif dengan mempertimbangan kepentingan semua pihak. Banyak peraturan daerah juga kerap tumpang tindih dengan regulasi yang ada sebelumnya, dan tidak sedikit pula yang bertolak belakang satu sama lain. Selain itu penerapan hukum terhadap pembagian hasil pertambangan masih simpang siur, dimana masyarakat sekitar area pertambangan tidak mendapatkan apa-apa sedangkan pejabat-pejabatlah yang mendapatkan pembagian hasil tersebut.
Pertambangan sebagai sumber ekonomi nasional tidak luput dari kelemahan dan kekuatan. Dimana sektor pertambangan seperti buah simalakama, yang membawa keuntungan dan kerugian bagi suatu negara. Pada awalnya, setiap orang akan merasa gembira ketika suatu lahan pertambangan dibuka di daerahnya. Mereka akan berharap bahwa mereka akan mendapat pekerjaan yang layak, terjadi peningkatan anggaran daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat. Namun pada akhirnya industri pertambangan yang dipromosikan menunjukan awal suatu keburaman masa depan generasi yang akan datang daerah. Satu persatu kasus pertambangan batubara menunjukan petaka bagi warganya, mulai dari polusi udara, polusi suara, polusi air, polusi tanah, banjir dan longsor.
D.     TATA KELOLA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN TIMUR
Kalimantan Timur (Kaltim), merupakan propinsi terkaya ketiga di Indonesia, yang mempunyai banyak kekayaan alam sumber daya alam yang berupa: hutan, perkebunan, minyak, tambang, laut, keanekargaman hayati, dan lain-lainnya. Kaltim diberi karuniah Tuhan yang luar biasa indah yakni hamparan permani hijau berupa hutan yang lebat, dengan keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya, namun berpelan tetapi pasti telah mengalami esploitasi yang luar biasa pula, akibat ulah manusia.
Dari paparan Emil Salim, Kaltim makin tahun, makin banyak pengangguran, dan angka kemiskinan makin meningkat, tingkat kesejahteraan menurut. Pertambangan migas dan batubara memberi sumbangan besar kepada PDRB tahun 2010 hingga 47 persen dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 6, 2 persen. Kaltim tetap menderita dan tidak menikmati batubara untuk konsumsi sendiri secara maksimal, semua batubara diekspor, yang masuk untuk konsumsi untuk kaltim, hanya memperoleh pemasokan batubara, untuk tahun 2008 hanya 5 persen , dan tahun 2010, naik 6,89 persen ( sambutan Guburnur dilamin etam, 10 Aguatus 2011). Pengelolaan SDA selama ini, hanya berbasis pada ekspor, bukan pemanfaatan dalam negeri. Hal lain, bahwa pengelolaan SDA, yang ada untuk kepentingan luar negeri, dan mengabaikan nilai-nilai lingkungan, pada akhirnya masyarakat yang merasakan akibatnya.
Dari data di atas dapat dilihat bahwasannya tata kelola tambang batubara di Kaltim memang bermasalah, dimana batubara merupakan salah satu komponen penyumbang PDRB terbesar di Kaltim akan tetapi daerah dan masyarakat tidaklah menikmati hasilnya. Ini bukti nyata bahwa pengelolan pertambangan batubara di Kaltim belum maksimal untuk kepentingan rakyat, akan tetapi pengelolaan batubara di Kaltim hanyalah untuk kepentingan Negara lai/investor asing dan elit poltik Kaltim saja. Selain tata kelola tambang yang belum bisa berpijak pada kepentingan rakyat, disini yang paling utama dirugikan dalam hal pemanfaatan batubara adalah masyarkat di sekitr, dimana dengan adanya pertambangan tersebut seharusnya kesejahteraan masyarkat semakin meningkat, akan tetapi yang terjadi aadalah semakin meningkatkanya kemiskinan di daerah yang sedang eksploitasi pertambangan. Hal ini yang seharusnya tidak terjadi, jika saja pertambangan yang ada dikelola oleh Negara dan daerah demi kesejateraan masyarakt maka yang terjadi bukan peningkatan kemiskinan akan tetapi kesejahteraan masyarakat yang semakin meningkat dan membaik.
Batubara di Kaltim memang komodiat ekonomi yang baik, dimana dengan sumbangannya ke PDRB tiap tahunnya mencapai 6,89 atau hampir 7 persen. Akan tetapi pertambangan ini dikelola oleh asing, jika saja pertambangan ini dikelola oleh Negara maka yang terjadi akan berbeda drastris, sumbangan atau pemasukan daerah semakin tinggi bahkan negarapun bisa mensejahterakan masyarakatnya. Hal inilah yang tidak terjadi di Indonesia dan Kaltim, dimana hampir seluruh pertambangan yang ada di kuasai oleh asing dan daerah serta Negara tidak mendapatkan imbalan apa-apa. Sungguh sangat menyedihkan sekali, Indonesia sebuah Negara kaya  sedangkan Kaltim merupakan sebuah provinsi terkaya ke 3 se-Indonesia akan tetapi masyarakatnya banyak yang miskin. Banyaknya eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan asing ini akan menimbulkan banyak permasalahan antar masyarakat dengan pemilik perusahaan. Hal ini sudah terjadi di Kaltim, dimana banyak sekali masyarakat yang memprotes eksploitasi pertambangan batubara di Kaltim terutama di Kutai Timur.
Berdasarkan hasil investigasi dan analisis yang dilakuakan oleh LSM Forest Watch Indonesia (FWI) mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran terkait pemberian izin bagi perusahan pertambangan di kabupaten Kutai Timur. Forest Watch Indonesia (FWI), menyebutkan, “Diduga terjadi praktik penerbitan izin ilegal di sekitar wilayah Long Bentuq. Kami menemukan adanya tumpang tindih izin antar perusahaan perkebunan sawit dengan perusahaan tambang batubara dan perusahaan tambang batubara, perusahaan batubara dengan perusahaan HTI. Ketiganya berasal dari berbagai sektor yang berbeda-beda, namun semuanya aktif beroperasi di lokasi yang sama. Dari permasalahan ini menunjukkan bahwasannya tata kelola pengelolaan pertambangan dan sumber daya alam di Kaltim sangatlah lemah, karena yang terjadi tumpang tindih pemberian izin pertambangan bukan hanya di Kutai Timur saja akan tetapi hampir diseluruh kabupaten yang mempunyai pertambangan. Implikasi dari lemahnya tata kelola tambang di Kaltim ini sering memeinggirkan hak-hak masyarakat adat atas sumber penghidupan mereka. Selain itu juga kerusakan lingkungan dan hutan yang diakibatkan oleh eksploitasi sumber daya alam dan pertambangan batubara.
Banyaknya tumpang tindih perizinan yang ada di kaltim mengakibatkan konflik antar perusahaan dan masyarakat, dimana dalam hal ini masyarakatlah yang sangat dirugikan. Dampak dari kegiatan pengelolaan pertambangan batubara yang ada di Kaltim pada kondisi social adalah memicu timbulnya migrasi, timbulnya kejadian konflik, kerusakan alam, pencemaran lingkungan sampai praktek prostitusi. Hal ini lah yang terjadi ketika eksploitasi pertambangan yang dilakukan oleh asing dan tidak ada kontrol pemerintah serta masyarakat tidak diberikan kesejahteraan, dalam artian masyarakat dijadikan sebagai pegawai. Selain banyaknya dampak yang dirasakan oleh masyarakat kegiatan pertambangan di Kaltim juga sangat disayangkan, dimana dengan banyaknya jumlah pertambangan batubara di Kaltim sebagian besar tidak membayar pajak kepada pemerintah. Secara tidak langsung Negara dalam hal ini telah dirugikan oleh pihak-pihak asing sebagai investor. Seharusnya pemerintah pusat maupun daerah saling koordinasi dalam hal pengawsan baik pengawasan untuk pembayaran pajak, maupun pengawasan untuk dampak lingkungan yang dihasilkan, sehingga dalam hal ini Negara dan masyarakat sekitar tidak dirugikan. Pertambangan batubara di Kaltim memanga sudah merugikan banyak masyarakat hal ini dapat dilihat dari banyaknya mata pencaharian masyarakat sekitar yang habis karena diambil alih untuk kegiatan pertambangan batubara, dan ironisnya lagi dengan diambilnya tanah tersebut masyarakat hanya diberi uang ganti rugi sanja dan tidak dipikirkan bagaimana solusi yang tepat untuk masyarakat sekitarnya. Maka tidak heran jika banyak sekali penyakit social yang berkeliaran di daerah pertambangan.

E.    KESIMPULAN
Pemanfaatan sumber daya alam haruslah tetap berpijak pada kaidah-kaidah pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Hal ini akan tercermin dalam implementasi good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Dalam pengelolaan sumber daya alam pemerintah pusat dan daerah mempunyai kewenangan penuh, sehingga untuk kedepannya harus berhati-hati dalam menentukan kerjasama dengan investor asing. Sumber daya alam yang ada di Indonesia harus berpihak kepada kemakmuran masyarakat dan kesejahteraan masyarak, peningkatan ekonomi masyarakat, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.
Kaltim salah satu provinsi penyumbang batubara terbesar ke-3 di Indonesia akan tetapi masih banyak sekali masyaraktnya yang mengalami kemiskinan. Hal ini tidak sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh provinsi tersebut. Selain itu juga masih banyaknya tumpang tindih pemberian izin pertambangan di Kaltim sehingga mengakibatkan konflik antar perusahaan dan masyarakat. Dimana pengelolaan usmber daya alam khususnya pertambangan batubara belum perpijak kepada masyarakat, masih banyak sekali pengelolaan pertambangan yang memihak kepada Negara asing. Sehingga mengakibatkan banyaknya kemiskinan dan pengangguran di Kaltim, jika saja pertambangan dikelola oleh pemerintah maka kemiskinan tidak akan terjadi. Karena Indonesia Negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi masih banyak sekali kemiskinan, hal inilah yang bertolak belakang dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia. selain Indonesia Kaltim juga provinsi yang kaya akan sumber daya alam serta batubara yang melimpah, tetapi pada kenyataannya masyarakat di Kaltim masih banyak sekali yang miskin, hal ini juga bertolak belakang dengan kekayaan alam yang dimiliki. Ini akibat dari salahnya tata kelola pertambangan di Indonesia secara umum dan Kaltim secara khusus, jika tidak diperbaiki maka lambat laun Indonesia akan menjadi miskin.
Masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip good governance dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi strategis sektor pertambangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Transparansi, dalam pemberian perizinan pertambangan  belum ada keterbukaan yang berbentuk  kemudahan akses  informasi bagi masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam melihat dampak dari pemberian izin tersebut.
  •  Akuntabilitas, tidak adanya tanggungjawab perusahaan asing terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan, sehingga yang terjadi banyak kerusakan alam akibat dari eksploitasi pertambangan yang dilakukan oleh asing, selain kerusakan alam juga terjadi pencemaran lingkungan hidup yang mengancam hajat hidup orang banyak.
  • Partisipasi, belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan di bidang pertambangan.
  • Rule of law atau ketidakadilan, penerapan peraturan dan perundang-undangan yang belum jelas, masih banyaknya tumpang tindih peraturan yang mengatur tentang pengelolaan pertambangan baik peraturan daerah maupun peraturan pusat.