Kamis, 07 Juni 2012

TRAGEDI 6 TAHUN LUMPUR LAPINDO


Pada tanggal 29 Mei 2012 sudah genap enam tahun lamanya bencana alam yang terjadi di Sidoarjo Jatim, di mana bencana ini lebih dikenal dengan sebutan lumpur lapindo. Bencana alam ini sungguh sangat dahsyat karena sudah 6 tahun lamanya belum juga bisa ditangani, bencana alam yang menelan biaya kurang lebih 8,6 triliun dari anggaran APBN in belum kunjung selesai. Padahal kalu kita lihat biaya yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lain seperti mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran, menambah fasilitas pendidikan, serta memperbaiki infrastruktur supaya lebih baik. Biaya yang banyak ini sampai sekarang belum bisa menghentikan bencana tersebut serta belum bisa mengobati rasa sakit masyarakat Sidoarjo .
Berbagai macam skema penyelesaian pembayaran jual beli antara korban lumpur dengan Minarak Lapindo Jaya (MLJ) selaku juru bayar ganti rugi Lapindo Brantas Inc. tinggal menunggu penyelesaian, namun tanggungan penyelesaian ganti rugi MLJ terhadap ribuan korban lumpur masih belum jelas. Untuk melunasi jual beli antara ko rban lumpur dengan MLJ masih dibutuhkan dana sekitar Rp1,1 Triliun lagi agar terbebas dari segala bentuk tuntutan korban lumpur yang kini melakukan aksi di tanggul titik 25. Dari kekurangan dana yang ada pihak MLJ hanya mampu menyediakan dana untuk pembayaran kepada korban lumpur senilai Rp400 miliar. Tentu, angka Rp400 miliar tersebut dirasakan masih jauh dari nilai kekurangan pembayaran kepada korban lumpur yang telah menanti selama enam tahunan.
Padahal kalau kita lihat sudah banyak sekali aksi yang dilakukan oleh masyarakat yang terkena korban, akan tetapi para petinggi pihak MLJ pun tidak memperhatikan dengan baik akan kasus ini. Memang benar, warga sudah jenuh dengan berbagai macam janji yang telah diberikan oleh Lapindo atau juga MLJ selaku juru bayar. Yang paling dibutuhkan oleh warga masyarakat saat ini adalah realitas pelunasan tersebut yang ditunggu warga supaya bisa terbebas dari bayang-bayang Lapindo. Akibatnya, sudah lebih dari satu bulan ini, warga harus rela bergantian "berjaga" di titik 25 untuk menagih janji pelunasan kepada warga tersebut.
Kalau kita lihat sungguh sangat ironis negeri dan para petinggi-petingginya dimana banyak masyarakat yang tersiksa dengan penderitaan yang tak kunjung usai. Kalau kita lihat para pejabat negeri ini lebih mementingkan hidupnya sendiri dari pada mementingkan masyarakatnya, dimana masyarakat yang seharusnya dilindungi dan diayomi kini malah dijajah dengan kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh para politisi yang tidak bertanggung jawab. Kasus lumpur lapindo bukanlah kasus baru yang seharusnya ditangani dengan serius, tetapi pada kenyataannya kasus ini malah dikesampingkan oleh pemerintah negeri ini. Di mana pemerintah indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum akan menghentikan sumbangan dana pada para korban lumpur lapindo pada tahun 2014. Pemerintah mengatakan pembiayaan pada tahun depan masih diberikan kepada para korban akan tetapi hanya sampai tahun 2013 dan pada tahun 2014 pemerintah akan lepas tangan dari kasus ini. Ini membuktikan bahwa kepentingan masyarakat telah dikesampingkan, dan pemerintah hanya mengurusi kepentingan-kepentingan yang menguntungkan dirinya sendiri.
Kasus bencana lumpur lapindo tidak lepas dari kepentingan pemerintah yang mengutamakan kepentingan para pengusaha dan tidak ada keseimbangan dengan kepentingan masyarakat Indonesia. Memang Indonesia adalah Negara yang mempunyai kekayaan alam yang banyak baik dari minyak, gas, batu bara dan lain-lain. Akan tetapi kekayaan yang banyak tersebut hampir tidak pernah dirasakan oleh para masyarakat Indonesia di mana para penguasa negeri inilah yang menikmati kekayaan tersebut. Contohnya kasus lumpur lapindo dan masih banyak sekali kasus-kasus yang lain. Bencana lumpur lapindo yang menyisakan kisah tangis masyarakat Porong, Sidoarjo ini sungguh ironis, dimana masyarakat yang dulunya hidup dengan kedamaian, ketentraman dan berkehidupan yang cukup pada saat ini mereka hanya bisa berdoa dan merenungi nasib mereka yang berubah drastis menyedihkan.
Pemerintah dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur panas ini. Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, di mana mereka harus mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang layak. Pemerintah hanya membebankan kepada Lapindo pembelian lahan bersertifikat dengan harga berlipat-lipat dari harga NJOP yang rata-rata harga tanah dibawah Rp. 100 ribu- dibeli oleh Lapindo sebesar Rp 1 juta dan bangunan Rp 1,5 juta masing-masing permeter persegi. untuk 4 desa (Kedung Bendo, Renokenongo, Siring, dan jatirejo) sementara desa-desa lainnya ditanggung APBN, juga penanganan infrastruktur yang rusak.Hal ini dianggap wajar karena banyak media hanya menuliskan data yang tidak akurat tentang penyebab semburan lumpur ini.

Salah satu pihak yang paling mengecam penanganan bencana lumpur Lapindo adalah aktivis lingkungan hidup. Selain mengecam lambatnya pemerintah dalam menangani lumpur, mereka juga menganggap aneka solusi yang ditawarkan pemerintah dalam menangani lumpur akan melahirkan masalah baru, salah satunya adalah soal wacana bahwa lumpur akan dibuang ke laut karena tindakan tersebut justru berpotensi merusak lingkungan sekitar muara.
PT Lapindo Brantas Inc sendiri lebih sering mengingkari perjanjian-perjanjian yang telah disepakati bersama dengan korban.Menurut sebagian media, padahal kenyataannya dari 12.883 buah dokumen Mei 2009 hanya tinggal 400 buah dokumen yang belum dibayarkan karena status tanah yang belum jelas. Namun para warga korban banyak yang menerangkan kepada Komnas HAM dalam penyelidikannya bahwa para korban sudah diminta menandatangani kuitansi lunas oleh Minarak Lapindo Jaya, padahal pembayarannya diangsur belum lunas hingga sekarang. Dalam keterangannya kepada DPRD Sidoarjo pada Oktober 2010 ini Andi Darusalam Tabusala mengakui bahwa dari sekitar 13.000 berkas baru sekitar 8.000 berkas yang diselesaikan kebanyakan dari korban yang berasal dari Perumtas Tanggulangin Sidoarjo. Hal ini menunjukkan bahwa banyak keterangan dan penjelasan yang masih simpang siur dan tidak jelas
“Wahai para penguasa janganlah kamu lupa pada masamu yang dulu dan janganlah kamu sombong dengan keadaanmu yang sekarang, bukalah mata kalian dan hati nurani kalian sehingga kalian bisa merasakan apa yang mereka rasakan”.

Daftar Pustaka:
indymedia.org