Jumat, 21 Agustus 2015

REVIEW JURNAL

INOVASI PT. POS INDONESIA DALAM MENJAGA EKSISTENSI DAN DAYA SAING PELAYANAN PUBLIK
(Studi Pada PT. Pos Indonesia Sidoarjo 62100)
Oleh: Putri Ismie Mayangsari, M. Saleh Soeaidy, Wima Yudho Prasetyo
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No. 2

A.    LATAR BELAKANG
Pada era reformasi, tuntutan untuk melakukan perubahan/inovasi begitu tinggi, utamanya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Di mana sampai saat ini pelayanan publik masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian secara komprehensif. Sebagai penyedia layanan publik, PT. Pos Indonesia yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa dituntut melakukan inovasi dalam rangka memenuhi tuntutan peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat. Untuk bisa bersaing dengan perusahaan swasta dibidang pelayanan jasa pengiriman PT. Pos Sidoarjo harus bisa menjadi organisasi publik yang inovatif.
B.     METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti memfokuskan penelitian menjadi tiga pokok bahasan; Pokok bahasan Pertama, inovasi PT. Pos Indonesia dalam menjaga eksistensi dan daya saing pelayanan public. Kedua, keberhasilan dan kegagalan inovasi PT. Pos Indonesia dalam menjaga eksistensi dan daya saing pelayanan public. Ketiga, faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan inovasi.
C.    TEMUAN
Pertama, Melihat banyaknya tantangan pada perusahaan yang bergerak pada layanan jasa membuat PT. Pos Indonesia harus melakukan suatu perubahan (transformasi), yaitu dengan melakukan inovasi baik itu inovasi produk ataupun inovasi jasa. Bentuk-bentuk inovasi yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia Sidoarjo ada dua macam yaitu inovasi produk dan inovasi proses. Bentuk contoh inovasi produk: Pos Express, Express Mail Service (EMS), Pos Payment, wesel pos instan dan wesel pos prima serta perangko prisma. Bentuk contoh inovasi proses: jaminan ganti rugi terhadap surat, dokumen, dan barang yang rusak atau hilang, electronic mobile (e-mobile), dan mesin nomor antrian elektronik). Selain itu PT. Pos Indonesia juga bekerjasama dengan perusahaan BUMN yang lain guna mempermudah proses pengiriman surat, dokumen dan paket. Adapun perusahaan BUMN yang bekerjasama dengan PT. Pos Indonesia adalah PT. Garuda Indonesia, dan PT. PELNI.
Kedua, keberhasilan sebuah inovasi dapat ditinjau dari dua hal, yaitu agen inovasi dan program inovasi. Keberhasilan itu ditunjukkan dengan, salah satunya pada inovasi layanan Pos Pay, di mana layanan ini menggandeng perusahaan lainnya untuk bisa memberikan pelayanan yang efektif dan efisien. Dimana perubahan lingkungan yang dinamis menyebabkan kondisi pelayanan pada saat sebelum adanya inovasi dan setelah adanya inovasi sangatlah berbeda. Sebelum adanya inovasi kondisi pelayanan di PT. Pos Indonesia Sidoarjo masih manual sehingga proses pelayanan lebih cenderung lama. Sedangkan setelah adanya inovasi system pelayanan sudah memanfaatkan kemajuan teknologi. Pelayanan dengan system jaringan online lebih cepat, sehingga proses pengiriman bisa dilihat dengan cara online  di seluruh kantor pos. Dalam implementasi inovasi pos pay  PT. Pos Indonesia Sidoarjo bekerjasama dengan PLN, PDAM, kerjasama ini sudah dijalin sejak tahun 2011.
Ketiga, ada dua factor yang bisa mendorong dan menghambat pengembangan inovasi PT. Pos Indonesia. Diantaranya adalah factor internal dan factor eksternal. Factor internal yang menghambat pengembangan inovasi adalah terkait dengan SDM dan visi serta misi, sedangkan factor eksternal sarana dan prasarana serta biaya (keuangan) operasional. Factor pendorong pengembangan inovasi dari sisi eksternal adalah kebijakan pemerintah, kemajuan teknologi, dan munculnya jasa pengiriman swasta.   
D.    KESIMPULAN
Ada dua factor utama dalam pelaksanaan inovasi PT. Pos Indonesia Sidoarjo diantaranya adalah lingkungan internal dan eksternal. Di mana lingkungan internal meliputi kualitas dan kuantitas SDM serta terbatasnya sarana dan prasarana. Sedangkan dari lingkungan eksternal adalah pemerintah sebagai regulator kebijakan, persaingan yang semakin ketat dengan munculnya bisnis jasa pengiriman yang serupa atau pangsa pasar, dan juga perkembangan kemajuan teknologi.
Dari beberapa bentuk inovasi yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia Sidoarjo secara garis besar sudah bagus. Hal ini dapat dilihat dari antusias masyarakat dalam menggunakan produk inovasi PT. Pos Indonesia Sidoarjo, diantaranya adalah Pos Expres dan Pos Pay.  Akan tetapi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Sidoarjo adalah inovasi dalam bentuk Pos Pay. Inovasi Pos Pay yang banyak digunakan oleh masyarakat Sidoarjo tidak lain dengan berhasilnya kerjasama antara PT. Pos Indonesia Sidoarjo dengan PLN dan PDAM. Kerjasama ini tidak lain adalah untuk menjaga eksistensi PT. Pos Indonesia Sidoarjo dalam menghadapi persaingan global. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan inovasi Pos Pay untuk melakukan transaksi pembayaran PLN dan PDAM
Inovasi-inovasi yang ada masih belum menjawab semua tantangan organisasional yang di hadapi PT. Pos Indonesia karena inovasi produk dan proses belum mampu mengatasi masalah organisasional yang dihadapi terkait dengan kualitas dan kuantitas SDM. Oleh karena itu, Perlunya perluasan bentuk inovasi, tidak hanya pada inovasi produk dan proses saja agar mampu menjawab tantangan organisasional terkait dengan kualitas dan kuantitas SDM.
E.     KRITIK DAN SARAN
Diera globalisasai inovasi dalam pelayanan public memang perlu untuk dilakukan, dengan adanya inovasi maka perusahaan pelayanan public akan tetap eksis dan bisa bersaing di tengah-tengah masyarakat. Inovasi pelayanan pada jasa pengiriman memang perlu dilakukan oleh PT. Pos Indonesia, mengingat bahwasannya saat ini sudah banyak sekali perusahaan swasta yang bergerak dibidang jasa pengiriman. Maka dari itu, PT. Pos Indonesia perlu melakukan inovasi-inovasi pada pelayanan jasa pengiriman guna mempertahankan eksistensi daya saing dengan perusahaan jasa pengiriman lain. Inovasi yang sudah dilakukan oleh PT. Pos Indonesia cabang Sidoarjo merupakan salah satu bentuk inovasi pelayanan yang tidak lain adalah untuk menjaga eksistensi PT. Pos dalam pelayanan publik. Dengan adanya inovasi tersebut maka PT. Pos Indonesia Sidoarjo jauh lebih baik dan bisa menjaga eksistensi ditengah-tengah masyarakat dalam persaingan global. Akan tetapi inovasi PT. Pos Indonesia belum sepenuhnya dilakukan oleh seluruh kantor Pos di Indonesia. Maka dari itu masih banyak sekali kantor pos di daerah lain yang kalah bersaing dan tidak eksis dimata  masyarakat.
Saran saya: perlu adanya dorongan dari PT. Pos Indonesia Pusat kepada seluruh PT. Pos yang ada di seluruh Indonesia untuk membentuk inovasi-inovasi yang sesuai dengan kebutuhan di daerah masing-masing. Perlu dilakukan inovasi serentak di seluruh Indonesia guna mendongkrak kembali PT. Pos Indonesia di mata masyarakat. Pemerintah perlu mendukung dengan menerbitkan kebijakna yang berpihak kepada PT. Pos Indonesia. Dukungannya bisa dilakukan dalam bentuk regulasi maupaun pendanaan untuk PT. Pos Indonesia. 

TEORI KEKUASAAN POLITIK


Ramlan Surbakti (2007) mengartikan kekuasaan secara umum adalah kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengeruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak pihak yang mempengaruhi. Sedangkan dalam arti sempit kekuasaan politik adalah kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembantu dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompok ataupun masyarakat pada umumnya.
Nuraini (2010) menyimpulkan pendapat Ramlan Surbakti bahwa kekuasaan diperoleh karena adanya sumber-sumber yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok, yang dapat dijadikan sebagai alat atau sarana untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain sesuai yang diinginkan. Sedangkan Robert Dahl berpendapat bahwa membahas berbagai sumber-sumber kekuasaan tentu tidak boleh mencampuradukkan dengan makna kekuasaan itu sendiri karena menurut Dahl:
Bila merumuskan pengaruh atau kekuasaan secara sederhana sebagaimana dengan kekuasaan itu sendiri, maka tidak hanya akan kehilangan kekuasaan subyek persoalan, namun juga telah menyangkal suatu masalah empiris yang penting mengenai apa dan bagaimana hubungan pengaruh harus diterapkan dan bagaimana cara actor untuk mempergunakan sumber kekuasaan yang dimilikinya (Dahl dalam Nuraini, 2010).

Dahl dalam Nuraini (2010), berpendapat mengenai lebih pentingnya untuk mengkaji kekuasaan dengan melihat bagaimana hubungan kekuasaan dan pengaruhnya, serta cara penggunaan sumber-sumber kekuasaan yang dimiliki seseorang.
Budiardjo (2008) mendefinisikan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan.
Maka dari pandangan beberapa ahli dapat disimpulkan bahwasannya pengertian dari kekuasaan politik adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi proses pembantu dan pelaksanaan keputusan politik sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompok ataupun masyarakat pada umumnya.
Perkembangan kekuasaan dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan umum dengan tujuan agar kebijakan tersebut sesuai dengan keinginan sang penguasa. Mengingat kekuasaan mempunyai hubungan yang erat dengan politik dan  kekuasaan sangat terkenal dengan pengaruh dan mempengaruhi. Hal ini sangat relevan dengan pengertian yang disampaikan oleh para pakar bawasannya kekuasaan adalah mempengeruhi seseorang agar bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. 
Maridjan (2010) menyatakan bahwa kekuasaan merupakan masalah sentral di dalam suatu negara, karena negara merupakan pelembagaan masyarakat politik (polity) paling besar dan memiliki kekuasaan yang otoritatif.  Kekuasaan mempunyai jangkauan cukup luas yang meliputi kemampuan untuk mempengaruhi, memerintah, dan mengambil keputusan. Dalam hal ini kekuasaan pemimpin daerah juga sangat berpengaruh untuk mengambil suatu kebijakan publik.
Sitepu (2012) mengatakan bahwa konsep kekuasaan politik sebagai suatu elaborasi dengan menjadikan kekuasaan sebagai fenomena politik kekuasaan. Maka dari itu Surbakti (2007) membagi konsep kekuasaan sebagai berikut:
1.      Pengaruh (influence) adakah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar merubah sikap dan perilakunya secara sukarela.
2.      Persuasi adalah kemampuan menyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu.
3.      Manipulasi adalah penggunaan pengaruh, dalam hal ini yang dipengaruhi tidak menyadari bahwa tingkahlakunya mematuhi keinginan pemegang kekuasaan.
4.      Coercion adalah peragaan kekuasaan atau ancaman kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak pihak pemilik kekuasaan.
5.      Force adalah penggunaan tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan dan lain sebagainya.
6.      Kewenangan (authority)
REFERENSI
Subakti, Ramlan (2007). Memahami Ilmu Politik. Grasindo, Jakarta.           
Nuraini, Siti (2010). Hubungan Kekuasaan Elit Pemerintah Desa. Jurna Keybernan, Vol. 1, 1 Maret 2010.



Minggu, 11 Januari 2015

KEBIJAKAN REKRUTMEN PEJABAT ESELON II APARATUR SIPIL NEGARA (Study Contoh: Rekrutmen Pejabat Eselon II di Pemerintah Provinsi Aceh)


Abstrak:
Reformasi birokrasi pada bidang kepegawaian merupakan hal yang sangat penting, terutama pada proses rekrutmen pegawai. Dengan adanya reformasi dibidang rekrutmen pegawai maka diharapkan akan tercipta pegawai mauapun pejabat yang mempunyai integritas tinggi dan professional. Akan tetapi proses rekrutmen pegawai yang ada di Indonesia belum menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan pegawai yang mempunyai integritas tinggi dan profesionalisme. Hal ini ditandai dengan masih adanya indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Sehingga banyak sekali pegawai maupun pejabat eselon II di daerah maupun pusat yang tindak mempunyai integritas tinggi. Memang perlu adanya kebijakan baru dalam proses rekrutmen pegawai, dalam hal ini proses rekrutmen pegawai harus transparan sehingga bisa menghasilkan pegawai maupun pejabat yang mempunyai kualitas dan kuantitas serta professional. Selain itu perlu adanya torbosan baru dalam proses rekrutmen pegawai yang bisa menciptakan pegawai dengan integritas tinggi. Rekrutmen pegawai melalui fit and proper test merupakan salah satu trobosan baru untuk menciptakan pejabat eselon II yang mempunyai itegritas tinggi dan professional.
Kata Kunci: Reformasi Birokrasi, Rekrutmen Pegawai, Transparan.

PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan sebuah kekayaan yang tak ternilai, dengan adanya sumber daya manusia yang baik dan professional maka sebuah Negara akan berkembang baik dari segi ekonomi, pelayanan, politik dan lain sebagainya. Pada era globalisasi membuat persaingan disetiap Negara semakin kuat untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya. Sumber daya manusia merupakan factor utama dalam sebuah pemerintahan. Untuk mewujudkan pemerintahan dan persaingan diera globalisasi maka dibutuhkan sumber daya manusia aparatur yang professional. Salah satu upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam peningkatan kapasitas sumber daya aparatur adalah melakukan “reformasi birokrasi” yang diyakini akan membawa pada suatu kondisi birokrasi pemerintahan sebagai pelayanan publik yang diharapkan oleh masyarakat (Zulchaidir, 2011).
Sumber daya aparatur merupakan salah satu pilar pembangunan nasional. Mahfud MD, dalam Atmojo (2013:1) Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional itu terutama sekali tergantung pada kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan Pegawai Negeri sebagian dari aparatur Negara. Untuk mewujudkan kesempurnaa aparatur Negara maka diadakan perubahan terhadap UU No 43 Tahun No 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Negara. Adapun perubahan yang ada pada UU No 43 tahun 1999 mempunyai konsekuensi bahwa setiap pemerintahan baik pusat maupun daerah wajib mempunyai sumber daya aparatur yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kualitas dan kuantitas sebagai sumber daya aparatur sehingga bisa melaksanakan tugas dengan baik dan professional. Padahal sangat jelas bahwa jumlah Pegawai Negeri Sipil yang telah mencapai 4,7 juta orang belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan layanan publik. Bahkan belanja Pegawai Negeri Sipil yang cenderung meningkat telah menggerogoti anggaran publik sehingga sangat menghambat implementasi berbagai program pembangunan sosial ekonomi (Rosyadi, 2011).
Secara garis besar permasalahan manajemen kepegawaian di Indonesia adalah tidak meratanya pendistribusian pegawai, yang mana kebanyakan pegawai lebih memilih di kota dibandingkan di daerah tertinggal. Selain itu juga masih bermasalahnya proses rekruitmen pegawai, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah pegawai yang ada di instansi pemerintahan akan tetapi tidak memberikan dampak positif bagi masarakat, khususnya pelayanan publik. Rosyadi (2011) Sampai saat ini belum ada formulasi kebijakan yang tepat untuk merekrut pegawai-pegawai yang mempunyai kualifikasi dan integritas yang tinggi. Sehingga yang terjadi di Indonesia adalah masih banyaknya pola rekrutmen tradisional dan campur tangan para pejabat, sehingga hasil yang didapatkan adalah calon-calon pegawai yang kurang berkualitas dan mempunyai mental korup. Selain itu, dengan adanya desentralisasi rekruitmen ternyata belum menghasilkan pegawai yang mempunyai kuantitas dan kualitas tinggi, akan tetapi yang terjadi adalah banyaknya lonjakan pegawai yang tidak diimbangi dengan financial yang baik. Hal inilah yang menjadikan pegawai tidak bersikap professional, karena kebanyakan pegawai direkrut dengan cara bersifat politis. Feisal Tamin (Wawancara di Metro TV, 29 Juni 2011) dalam Zulchaidir mengatakan bahwa rekruitmen Pegawai Negeri Sipil berdasarkan politis tidak berdasarkan kompetensi menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas pelayanan publik.
Fenomena seleksi/rekruitmen pegawai secara politis ini tidak terjadi pada awal pengadaan pegawai saja, akan tetapi yang paling penting adalah seleksi promosi pada jabatan structural. Dimana promosi jabatan structural ini ditentukan oleh Baperjakat melalui kesepakatan pimpinan daerah. Promosi jabatan structural memang sangat strategis dimana pengaruh pimpinan daerah menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan pejabat structural. Rakhmawanto (2010) selama ini banyak dijumpai seleksi pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural baik pada instansi pemerintah pusat maupun instansi pemerintah daerah, dilaksanakan secara tidak jelas. Sehingga menghasilkan pejabat yang kurang professional, mempunyai kualitas yang rendah, pendidikan yang tidak sesuai, kurang berpengalaman dibidangnya, dan tidak mempunyai kompetensi yang sesuai dibidangnya. Masih banyaknya seleksi pegawai yang tidak efektif, hal ini  disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti faktor politis, otonomi daerah, ras, bahkan almamater, dan lain sebagainya.
Pemilihan dan penetapan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengemban tugas sebagai pimpinan unit, bidang maupun Satker (Satuan Kerja) pada saat ini sudah dilakukan oleh Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No.13/2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Zulchaidir, 2011). Pengangkatan seseorang menjadi pejabat structural diatur dalam Permendagri nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Pejabat Struktural yang lebih diperjelas dalam Peraturan Kepala BKN No. 46/2003 tentang Pedoman Kompetensi Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jabatan structural merupakan jabatan yang penting untuk diperhatikan, karena semua kebijakan yang dibuat oleh dinas berada di tangan pejabat structural.
Seleksi pejabat structural ini memang sangat sensasional karena menyangkut banyak kebijakan yang akan diterapkan kepada masyarakat. Fenomena lain diungkapkan oleh salah seorang narasumber pada acara uji public tentang Rancangan Undang-undang Kepegawaian Republik Indonesia bahwa fungsi dan peran Baperjakat di daerah belum optimal, karena belum bisa berbuat banyak dalam menentukan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu sesuai kapabilitas yang dimilikinya (right men on the rigt place) hal ini disebabkan masih besarnya pertimbangan lain (politis) dalam rekrutmen pimpinan birokrasi di daerah (PKP2A II LAN Makassar, 1 Maret 2011) dalam Zulchaidir. Dengan demikian, proses seleksi pejabat struktural tidak sekedar “tambal sulam” tetapi lebih dari itu yaitu menjaring para calon pejabat yang dapat meningkatkan reputasi lembaga pemerintah, serta pejabat yang sesuai dengan kompentensi bidangnya dan mempunyai kualitas dan kuantitas yang jelas.


METODE PENELITIAN
Menurut Soehartono (2011:2) penelitian merupakan, “Upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan, yang selain untuk menghasilkan pengetahuan yang baru sama sekali yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.” Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif dimana penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan atau prosedur lain dalam penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif  berupa ucapan atau tulisan dan sebagainya yang mendukung proses penelitian. Tujuan penelitian biasanya menjadi alasan dari pelaksanaan penelitian.
KERANGKA TEORI
Kebijakan
Konsepsi mengenai kebijakan publik sangat berkaitan erat dengan konsepsi mengenai perencanaan publik. Keduanya sangat sulit dipisahkan karena masing-masing konsep pada kenyataannya seringkali dipertukarkan satu sama lain. Apa yang disebut formulasi (perumusan) kebijakan dan apa yang disebut perencanaan kebijakan sangat sulit dibedakan. Bahkan dikalangan perencana dan pembuat kebijakan, kedua konsepsi tersebut kerap dianggap sebagai sesuatu hal yan sama (Suharto,2012:64). Secara teoritik dan dalam hal tertentu, perumusan kebijakan dan perencanaan dapat saja dilaksanakan dalam waktu yang berbeda dan/atau oleh orang yang berbeda pula. Untuk melihat bahwa kebijakan publik dan perencanaan publik dibuat secara terpisah dan dalam waktu yang berbeda, terdapat dua pendekatan.
Menurut Conyers dalam Suharto, (2012) pendekatan pertama melihat perencanaan publik sebagai suatu proses kegiatan dalam perumusan kebijakan publik. Secara sederhana, kita dapat menyatakan bahwa perumusan kebijakan adalah membuat keputusan tentang jenis perubahan atau perkembangan yang diinginkan. Sedangkan perencanaan adalah suatu proses penentuan tentang bagaimana mewujudkan perubahan atau perkembangan yang paling baik. Pendekatan kedua melihat sebaliknya, dimana kebijakan publik merupakan bagian dari perencanaan publik. Kebijakan publik dilihat sebagai produk yang akan dihasilkan oleh atau setelah perencanaan public.
Jadi, dari kedua pendekatan diatas penulis juga menggunakan teori analisis kebijakan publik dalam menganalisis perencanaan pembangunan. Lokus ini menempatkan pemahaman terhadap kebijakan dari sisi perumusan baik itu dalam konteks sistem, proses maupun dari sisi analisa. Pada tahapan inilah akan dapat diungkapkan, bagaimana kebijakan itu dirumuskan dalam konteks mikro, dan dalam konteks yang makro serta bagaimana analisa yang digunakan dalam rangka perumuusan kebijakan (Ali dan Alam, 2012:21). Namun yang menjadi hal yang sangat substantif baik itu yang menyangkut hal yang dirumuskan maupun itu yang menjadi komitmen untuk dilaksanakan dan sekaligus untuk dilakukan evaluasi, adalah isi kebijakan.
Rekruitmen
Rekruitmen sebagai proses pengumpulan calon pegawai yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia, demi menduduki jabatan tertentu. Rekrutmen pegawai ini sangatlah penting untuk regenerasi pegawai demi berjalannya roda organisasi. Rekrutmen pegawai ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 100/2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 13/2002. Meskipun system rekrutmen telah diatur dalam peraturan pemerintah sebagai upaya untuk menjaring Pegawai Negeri Sipil yang kompeten, namun dalam implementasinya belum memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan kinerja dan profesionalitas PNS. Kondisi PNS demikian ini antara lain disebabkan oleh perencanaan kepegawaian saat ini belum didasarkan pada kebutuhan nyata sesuai kebutuhan organisasi.
Simamora (1997) mengartikan rekruitmen sebagai serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Sedangkan Schermerhorn dalam Zulchaidir (2011) mengartikan rekrutmen sebagai proses penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang efektif akan membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang berkemampuan dan keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Aparatur Sipil Negara
Pada saat ini pemerintah Indonesia telah merubah nama abdi Negara, dimana yang pada era tahun 90-an sampai dengan 2000-an dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil, maka pada tahun 2014 namanya resmi berganti menjadi aparatur sipil Negara. Maka dari itu, pengertian Pegawai Negeri Sipil yang akan dijelaskan di bawah ini sebenarnya sama juga maknanya dengan aparatur sipil Negara. Maka pengertian dari Pegawai Negeri Sipil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pegawai berarti orang yang bekerja pada pemerintah (perushaan dan sebagainya), sedangkan “Negara berarti Negara atau pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang mengabdi pada pemerintah dan Negara. Pegawai Negeri Sipil tidak lain adalah abdi Negara yang melayani masyarakat.
Sedangkan pengertian pegawai negeri menurut UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagai berikut:“Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan aparatur sipil Negara menutur UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara sebagai berikut: “Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
PEMBAHASAN
Isu rekrutmen pegawai di Indonesia mulai menjadi isu yang sangat penting. Dimana kita ketahui pola rekrutmen yang ada di Indonesia tidak berpedoman kepada analisis kebutuhan. Belum adanya perencanan kebutuhan pegawai yang matang, dimana kebutuhan rekrutmen pegawai hanya bersifat incremental. Maka dengan demikian rekrutmen pegawai dari tahun ke tahun tidak dapat dikendalikan. Sehingga proses rekrutmen pegawai yang kurang terencana ini hanya dapat menghasilkan pegawai yang kurang memenuhi standar kualifikasi minimal. Dan  pada akhirnya yang terjadi adalah banyaknya jumlah Pegawai Negeri Sipil yang ada di Indonesia. Akan tetapi dengan banyaknya jumlah pegawai semakin menimbulkan banyak masalah pada pelayanan public dan kinerja pegawai yang semakin jelak. Oleh karena itu, isu good governance dan clean governance merupakan isu penting dalam pengelolaan administrasi publik dan juga kepegawaian. Tuntutan reformasi di segala bidang merupakan sebuah keharusan. Reformasi tidak hanya dalam berbagai aspek kebijakan baik ekonomi maupun politik, namun, reformasi birokrasi juga meliputi proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan pejabat publik baik nasional maupun daerah.
Rekrutmen merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan pegawai yag mempunyai integritas tinggi. Oleh karena itu proses rekrutmen yang sesuai prosedur dan dilakukan secara transparan, terbebas dan KKN akan menciptakan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai dedikasi tinggi. Dengan system transparansi pada rekrutmen pegawai akan mendorong Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi yang terjadi di Indonesia adalah proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil maupun rekrutmen pejabat eselon II belum memenuhi transparansi. Sehingga masih sangat mungkin untuk terjadinya KKN dan tidak menghasilkan Pegawai Negeri Sipil serta pejabat tinggi yang tidak mempunyai kompetensi. Berdasarkan hasil penelitian Kusharwanti dalam Setyowati (2010) dia menyatakan bahwa proses penerimaan dan seleksi Pegawai Negeri Sipil di Indonesia dinilai masih sangat buruk dan banyak menimbulkan kerawanan terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Proses pendaftaran yang rumit dan seleksi yang konvensional menunjukkan bahwa sejak dini Calon Pegawai Negeri Sipil telah dikondisikan dalam sebuah situasi kerja yang sangat birokratis serta tidak berbasis pada keahlian atau kompetensi secara menyeluruh. Oleh karena itu, perlu adanya pola rekrutmen dan seleksi yang bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Menurut Yuliani dalam Sulistiyani (2011:156) menyatakan bahwa dalam proses rekrtumen dan proses seleksi perlu adanya kebijakan yang mengatur standar seleksi yang digunakan untuk menyelesaikan para calon yang akan diterima dalam lingkungan birokrasi. Karena selama ini proses rekrutmen dan proses seleksi sudah mendapatkan citra yang butuk di tengah kalangan masyarakat. Citra negative tersebut akan hilang apabila birokrasi sendiri mampu melakukan proses yang standar dengan cara yang fair. Proses rekrutmen yang baik dan jauh dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan sebuah idaman bagi semua kalangan masyarakat. Dengan system yang fair maka akan tercipta pegawai yang mempunyai kualitas dan kuantitas tinggi, sehingga bisa menciptakan pelayanan public yang  baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya transparansi dalam pelaksanaan proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Transparansi dalam pola rekruitmen Pegawai Negeri Sipil bermanfaat untuk memberi-kan informasi akurat, cepat, dan lengkap kepada masyarakat. Oleh karena itu informasi disampaikan sebagai perwujudan trasparansi pemerintah dalam proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil seharusnya tidak setengah hati. Selain itu juga perlu adanya inovasi baru untuk rekrutmen pegawai eselon II maupun Calon Pegawai Negeri Sipil, sehingga terciptanya pegawai yang mempunyai integritas yang tinggi.
Fit and proper test tentu saja bukan merupakan hal baru dalam proses rekrutmen. Pemilihan Pejabat Negara atau Kepala Lembaga Tinggi Negara juga sering dilakukan melalui fit and proper test. Menurut Nasir (2010) akhir-akhir ini, pemilihan para menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II juga dilakukan melalui sebuah proses fit and proper test. Namun untuk kasus kepala dinas propinsi, ini merupakan sebuah terobosan. Hal ini sangatlah menarik untuk dikaji, dimana belum banyak dan hamper belum ada daerah-daerah yang memilih pejabat eselon II dengan sistem fit and proper test. Maka dari itu, system ini merupakan system yang sangat bagus, disamping menciptakan pegawai yang mempunyai integritas tinggi maka transparansi dalam proses rekturmen pegawai juga bisa dilaksanakan. Dengan adanya system fit and proper test ini diharapkan dapat menciptakan pegawai-pegawai yang mempunyai kualitasa dan kuantitas, sehingga bisa tercipta pegawai yang professional dan mempunyai integritas tinggi.
Pelaksanaan proses rekrutmen melalui fit and proper test dilatarbelakangi oleh kebutuhan pejabat Eselon II yang bersih, kompeten, dan juga profesional di bidangnya. Dari sisi manajemen kepegawaian, rekrutmen melalui fit and proper test menjadi upaya untuk membangun kinerja pagawai negeri sipil yang profesional. Dengan menempatkan pegawai pada posisi yang tepat dengan cara-cara yang fair, berarti pemerintah telah menunjang pembinaan karir pegawai bersangkutan. Pelaksanaan fit and proper test sebagai bagian dari proses reformasi birokrasi terutama dalam rekrutmen telah melahirkan pejabat publik yang memiliki kompetensi dan berkualitas. Kondisi ini akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelaksanaan fit and proper test juga merupakan upaya untuk menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi pemerintahan.
Contoh daerah yang sudah melakukan reformasi birokrasi pada bidang kepegawaian adalah Provinsi Aceh. Provinsi Aceh merupakan provinsi yang menggunakan system seleksi terbuka untuk pejabat eselon II atau sering dikenal dengan meryt system.  Berdasarkan hasil penelitian Nasir (2010) menunjukkan bahwa reformasi kepegawaian iini memang sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pegawai. Dengan adanya reformasi pada bidang kepegawaian maka harapannya adalah akan terjadi perubahan dan arah kebijakan kepegawaian menjadi lebih jelas sehingga menghasilkan pegawai yang professional dan berkualitas. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh melaksanakan reformasi dibidang rekrutmen Pegawai Negeri Sipil terutama pada rekrutmen pejabat eselon II.
Pelaksanaan rekrutmen pejabat eselon II di Aceh menggunakan system fit and proper test. Dimana pelaksanaan test ini mengacu pada pendekatan assessment centre yang banyak digunakan dalam mengembangkan kompetensi pegawai. Pelaksanaan system fit and proper test ini sebagai bagian dari reformasi birokrasi dibidang rekrutmen, dengan adanya system ini maka akan dilahirkan pejabat public yang memiliki kualitas dan kompetensi. Sehingga secara tidak langsung akan membantu pemerintah untuk melaksanakan pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain itu juga dengan adanya system fit and proper test ini maka akan melahirkan pejabat public yang jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Setelah melakukan penjaringan melalui fit and proper test maka akan diadakan evaluasi kinerja setelah satu tahun. Evaluasi ini dilakukan dengan melibatkan pihak akademisi dan pihak-pihak yang bersangkutan. Evaluasi ini diharapkan meningkatkan kompetensi dan quality control bagi pejabat yang telah terpilih. Dan hasil evaluasipun ditindak lanjuti dengan mengadakan pelatihan bagi pejabat eselon II dengan materi yang sesuai kebutuhan. Dengan adanya reformasi birokrasi ini diharapkan bisa meningkatkan kemajuan pembangunan daerah dalam kerangka kemajuan pembangunan nasional, serta menjadi sebuah learning process bagi daerah lain di Indonesia.
Reformasi birokrasi yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi Aceh merupakan sebuah paket komprehensif yang meliputi fit and proper test, evaluasi kinerja pejabat Eselon II, dan pelatihan kepada Pejabat Eselon II. Dengan adanya reformasi birokrasi ini diharapkan bisa meningkatkan kemajuan pembangunan daerah dalam kerangka kemajuan pembangunan nasional. Di samping itu, proses reformasi birokrasi tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah learning process bagi daerah lain di Indonesia dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
PENUTUP
Rekrutmen merupakan suatu aktivitas awal dari sebuah siklus panjang dari pengembangan sumber daya manusia yang mengikuti urutan seperti pengembangan, pengalokasian pegawai, penetapan imbal jasa, penilaian prestasi sampai dengan penyiapan untuk memasuki purna bhakti yang siap menghadapi kondisi bekerja di usia senja atau menghadapi purna bhakti dini. Rekrutmen merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah birokrasi demi menjalankan roda organisasi, selain itu juga rekrutmen sebagai ajang pencarian pegawai yang mempunyai integritas tinggi sehingga bisa bekerja dengan professional. Akan tetapi, proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Indonesia masih berjalan secara kurang transparan, kurang akuntabel, dan kurang profesional. Hal ini ditandai dengan masih adanya indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam penerimaan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Rekrutmen pegawai yang tidak profesional tentunya akan menimbulkan sosok Pegawai Negeri Sipil yang kurang bermutu dan kurang berkualitas.
Belum adanya regulasi yang mengatur tentang proses rekrutmen pejabat eselon II maupun Calon Pegawai Negeri Sipil dengan siste fit and proper test. Hal inilah yang membuat system rekrutmen di Indonesia masih terlihat sangat buruk dan banyak praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jika regulasi itu dibuat dan diterapkan untuk proses rekrutmen calon pegawai maupun pejabatan eselon II maka yang terjadi Negara ini akan mempunyai pejabatan dan pegawai yang sesuai dengan bidang dan kompentensinya. Dengan adanya regulasi yang mengatur tentang sistem rekrutmen melalui fit and proper test ini maka akan tercipta pegawai maupun pejabat eselon II yang mempunyai integritas tinggi dan sesuai dengan kapabilitas dibidangnya.

REFERENSI
Buku:
Ali, Faried, & Andi Syamsu Alam, 2012. Studi Kebijakan Pemerintah. PT. Refika Aditama, Bandung.
Simamora, Henri. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta.
Soehartono, Irawan, 2011. Metode Penelitian Sosial. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Suharto, Edi, 2012. Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Alfabeta, Bandung.
Sulistiyani, Ambar Teguh, (2011). Memahami Good Governance Dalam Persepektif Sumber Daya Manusia. Gava Media, Yogyakarta.
Jurnal:
Nasir, Muhammad (2010). Reformasi Sistem Rekrutmen Pejabat Dalam Birokrasi Pemerintah (Studi Kasus Rekrutmen Pejabat Eselon Ii Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, Volume IV Nomor 1.
Rosyadi, Slamet (2011). Problem dan Seleksi Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Volume. 5 , No 2 November.
Rakhwanto, Ajib (2010). Seleksi Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Volume IV Nomor 1 dan 2.
Setyowati, Endah (2010). Partisipasi Publik Dan Transparansi Dalam Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, Volume IV Nomor 1.
Zulchaidir (2011). Proses Rekruitmen pimpinan Birokrasi Pemerintah Daerah di Kabupaten Sleman dan Kota Parepare.  Jurnal Studi Pemerintahan Volume 2 No 2 Agustus.
Skripsi:
Atmojo, Muhammad Eko, 2013. Peran BKD dalam Pengembangan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.