Abstrak:
Reformasi birokrasi pada bidang kepegawaian
merupakan hal yang sangat penting, terutama pada proses rekrutmen pegawai.
Dengan adanya reformasi dibidang rekrutmen pegawai maka diharapkan akan
tercipta pegawai mauapun pejabat yang mempunyai integritas tinggi dan
professional. Akan tetapi proses rekrutmen pegawai yang ada di Indonesia belum
menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan pegawai yang mempunyai integritas
tinggi dan profesionalisme. Hal ini ditandai dengan masih adanya indikasi Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme dalam rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Sehingga banyak sekali pegawai maupun pejabat eselon II di
daerah maupun pusat yang tindak mempunyai integritas tinggi. Memang perlu
adanya kebijakan baru dalam proses rekrutmen pegawai, dalam hal ini proses
rekrutmen pegawai harus transparan sehingga bisa menghasilkan pegawai maupun
pejabat yang mempunyai kualitas dan kuantitas serta professional. Selain itu
perlu adanya torbosan baru dalam proses rekrutmen pegawai yang bisa menciptakan
pegawai dengan integritas tinggi. Rekrutmen pegawai melalui fit and proper test merupakan salah satu
trobosan baru untuk menciptakan pejabat eselon II yang mempunyai itegritas
tinggi dan professional.
Kata Kunci:
Reformasi Birokrasi, Rekrutmen Pegawai, Transparan.
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan sebuah
kekayaan yang tak ternilai, dengan adanya sumber daya manusia yang baik dan
professional maka sebuah Negara akan berkembang baik dari segi ekonomi,
pelayanan, politik dan lain sebagainya. Pada era globalisasi membuat persaingan
disetiap Negara semakin kuat untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.
Sumber daya manusia merupakan factor utama dalam sebuah pemerintahan. Untuk
mewujudkan pemerintahan dan persaingan diera globalisasi maka dibutuhkan sumber
daya manusia aparatur yang professional. Salah satu upaya telah dilakukan oleh
pemerintah dalam peningkatan kapasitas sumber daya aparatur adalah melakukan “reformasi
birokrasi” yang diyakini akan membawa pada suatu kondisi birokrasi pemerintahan
sebagai pelayanan publik yang diharapkan oleh masyarakat (Zulchaidir, 2011).
Sumber daya aparatur merupakan salah
satu pilar pembangunan nasional. Mahfud MD, dalam Atmojo (2013:1) Kelancaran
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional itu terutama sekali
tergantung pada kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung dari
kesempurnaan Pegawai Negeri sebagian dari aparatur Negara. Untuk mewujudkan kesempurnaa
aparatur Negara maka diadakan perubahan terhadap UU No 43 Tahun No 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian Negara. Adapun perubahan yang ada pada UU No 43 tahun
1999 mempunyai konsekuensi bahwa setiap pemerintahan baik pusat maupun daerah
wajib mempunyai sumber daya aparatur yang memenuhi persyaratan sesuai dengan
kualitas dan kuantitas sebagai sumber daya aparatur sehingga bisa melaksanakan
tugas dengan baik dan professional. Padahal sangat jelas bahwa jumlah Pegawai
Negeri Sipil yang telah mencapai 4,7 juta orang belum memberikan dampak
signifikan terhadap peningkatan layanan publik. Bahkan belanja Pegawai Negeri
Sipil yang cenderung meningkat telah menggerogoti anggaran publik sehingga
sangat menghambat implementasi berbagai program pembangunan sosial ekonomi
(Rosyadi, 2011).
Secara garis besar permasalahan
manajemen kepegawaian di Indonesia adalah tidak meratanya pendistribusian
pegawai, yang mana kebanyakan pegawai lebih memilih di kota dibandingkan di
daerah tertinggal. Selain itu juga masih bermasalahnya proses rekruitmen
pegawai, hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah pegawai yang ada di
instansi pemerintahan akan tetapi tidak memberikan dampak positif bagi
masarakat, khususnya pelayanan publik. Rosyadi (2011) Sampai saat ini belum ada
formulasi kebijakan yang tepat untuk merekrut pegawai-pegawai yang mempunyai
kualifikasi dan integritas yang tinggi. Sehingga yang terjadi di Indonesia
adalah masih banyaknya pola rekrutmen tradisional dan campur tangan para
pejabat, sehingga hasil yang didapatkan adalah calon-calon pegawai yang kurang
berkualitas dan mempunyai mental korup. Selain itu, dengan adanya
desentralisasi rekruitmen ternyata belum menghasilkan pegawai yang mempunyai
kuantitas dan kualitas tinggi, akan tetapi yang terjadi adalah banyaknya
lonjakan pegawai yang tidak diimbangi dengan financial yang baik. Hal inilah
yang menjadikan pegawai tidak bersikap professional, karena kebanyakan pegawai
direkrut dengan cara bersifat politis. Feisal Tamin (Wawancara di Metro TV, 29
Juni 2011) dalam Zulchaidir mengatakan bahwa rekruitmen Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan politis tidak berdasarkan kompetensi menjadi salah satu penyebab
rendahnya kualitas pelayanan publik.
Fenomena seleksi/rekruitmen pegawai
secara politis ini tidak terjadi pada awal pengadaan pegawai saja, akan tetapi
yang paling penting adalah seleksi promosi pada jabatan structural. Dimana
promosi jabatan structural ini ditentukan oleh Baperjakat melalui kesepakatan
pimpinan daerah. Promosi jabatan structural memang sangat strategis dimana
pengaruh pimpinan daerah menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan
pejabat structural. Rakhmawanto (2010) selama ini banyak dijumpai seleksi
pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural baik pada instansi
pemerintah pusat maupun instansi pemerintah daerah, dilaksanakan secara tidak
jelas. Sehingga menghasilkan pejabat yang kurang professional, mempunyai
kualitas yang rendah, pendidikan yang tidak sesuai, kurang berpengalaman
dibidangnya, dan tidak mempunyai kompetensi yang sesuai dibidangnya. Masih
banyaknya seleksi pegawai yang tidak efektif, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti
faktor politis, otonomi daerah, ras, bahkan almamater, dan lain sebagainya.
Pemilihan dan penetapan seorang Pegawai
Negeri Sipil untuk mengemban tugas sebagai pimpinan unit, bidang maupun Satker
(Satuan Kerja) pada saat ini sudah dilakukan oleh Baperjakat (Badan
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah
No.13/2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (Zulchaidir, 2011).
Pengangkatan seseorang menjadi pejabat structural diatur dalam Permendagri
nomor 100 tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Pejabat
Struktural yang lebih diperjelas dalam Peraturan Kepala BKN No. 46/2003 tentang
Pedoman Kompetensi Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jabatan structural merupakan
jabatan yang penting untuk diperhatikan, karena semua kebijakan yang dibuat
oleh dinas berada di tangan pejabat structural.
Seleksi pejabat structural ini memang
sangat sensasional karena menyangkut banyak kebijakan yang akan diterapkan
kepada masyarakat. Fenomena lain diungkapkan oleh salah seorang narasumber pada
acara uji public tentang Rancangan Undang-undang Kepegawaian Republik Indonesia
bahwa fungsi dan peran Baperjakat di daerah belum optimal, karena belum bisa
berbuat banyak dalam menentukan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu
sesuai kapabilitas yang dimilikinya (right men on the rigt place) hal ini
disebabkan masih besarnya pertimbangan lain (politis) dalam rekrutmen pimpinan
birokrasi di daerah (PKP2A II LAN Makassar, 1 Maret 2011) dalam Zulchaidir.
Dengan demikian, proses seleksi pejabat struktural tidak sekedar “tambal sulam”
tetapi lebih dari itu yaitu menjaring para calon pejabat yang dapat
meningkatkan reputasi lembaga pemerintah, serta pejabat yang sesuai dengan
kompentensi bidangnya dan mempunyai kualitas dan kuantitas yang jelas.
METODE
PENELITIAN
Menurut
Soehartono (2011:2) penelitian merupakan, “Upaya untuk menambah dan memperluas
pengetahuan, yang selain untuk menghasilkan pengetahuan yang baru sama sekali
yaitu yang sebelumnya belum ada atau belum dikenal, juga termasuk pengumpulan
keterangan baru yang bersifat memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau
bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.” Metode yang digunakan
dalam penelitian ini dengan menggunakan metode kualitatif dimana penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan atau prosedur lain dalam penelitian yang
akan menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan sebagainya yang mendukung proses penelitian. Tujuan
penelitian biasanya menjadi alasan dari pelaksanaan penelitian.
KERANGKA
TEORI
Kebijakan
Konsepsi mengenai kebijakan publik
sangat berkaitan erat dengan konsepsi mengenai perencanaan publik. Keduanya
sangat sulit dipisahkan karena masing-masing konsep pada kenyataannya
seringkali dipertukarkan satu sama lain. Apa yang disebut formulasi (perumusan)
kebijakan dan apa yang disebut perencanaan kebijakan sangat sulit dibedakan.
Bahkan dikalangan perencana dan pembuat kebijakan, kedua konsepsi tersebut
kerap dianggap sebagai sesuatu hal yan sama (Suharto,2012:64). Secara teoritik
dan dalam hal tertentu, perumusan kebijakan dan perencanaan dapat saja
dilaksanakan dalam waktu yang berbeda dan/atau oleh orang yang berbeda pula.
Untuk melihat bahwa kebijakan publik dan perencanaan publik dibuat secara
terpisah dan dalam waktu yang berbeda, terdapat dua pendekatan.
Menurut Conyers dalam Suharto, (2012) pendekatan
pertama melihat perencanaan publik sebagai suatu proses kegiatan dalam
perumusan kebijakan publik. Secara sederhana, kita dapat menyatakan bahwa
perumusan kebijakan adalah membuat keputusan tentang jenis perubahan atau
perkembangan yang diinginkan. Sedangkan perencanaan adalah suatu proses
penentuan tentang bagaimana mewujudkan perubahan atau perkembangan yang paling
baik. Pendekatan kedua melihat sebaliknya, dimana kebijakan publik merupakan
bagian dari perencanaan publik. Kebijakan publik dilihat sebagai produk yang
akan dihasilkan oleh atau setelah perencanaan public.
Jadi, dari kedua pendekatan diatas
penulis juga menggunakan teori analisis kebijakan publik dalam menganalisis
perencanaan pembangunan. Lokus ini menempatkan pemahaman terhadap kebijakan
dari sisi perumusan baik itu dalam konteks sistem, proses maupun dari sisi
analisa. Pada tahapan inilah akan dapat diungkapkan, bagaimana kebijakan itu
dirumuskan dalam konteks mikro, dan dalam konteks yang makro serta bagaimana
analisa yang digunakan dalam rangka perumuusan kebijakan (Ali dan Alam,
2012:21). Namun yang menjadi hal yang sangat substantif baik itu yang
menyangkut hal yang dirumuskan maupun itu yang menjadi komitmen untuk
dilaksanakan dan sekaligus untuk dilakukan evaluasi, adalah isi kebijakan.
Rekruitmen
Rekruitmen sebagai proses pengumpulan
calon pegawai yang sesuai dengan rencana sumber daya manusia, demi menduduki
jabatan tertentu. Rekrutmen pegawai ini sangatlah penting untuk regenerasi
pegawai demi berjalannya roda organisasi. Rekrutmen pegawai ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 100/2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 13/2002.
Meskipun system rekrutmen telah diatur dalam peraturan pemerintah sebagai upaya
untuk menjaring Pegawai Negeri Sipil yang kompeten, namun dalam implementasinya
belum memenuhi kebutuhan yang dapat menunjang keberhasilan kinerja dan
profesionalitas PNS. Kondisi PNS demikian ini antara lain disebabkan oleh
perencanaan kepegawaian saat ini belum didasarkan pada kebutuhan nyata sesuai
kebutuhan organisasi.
Simamora (1997) mengartikan rekruitmen
sebagai serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan
motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan guna menutupi
kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Sedangkan
Schermerhorn dalam Zulchaidir (2011) mengartikan rekrutmen sebagai proses
penarikan sekelompok kandidat untuk mengisi posisi yang lowong. Perekrutan yang
efektif akan membawa peluang pekerjaan kepada perhatian dari orang-orang yang
berkemampuan dan keterampilannya memenuhi spesifikasi pekerjaan.
Aparatur
Sipil Negara
Pada saat ini pemerintah Indonesia telah
merubah nama abdi Negara, dimana yang pada era tahun 90-an sampai dengan
2000-an dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil, maka pada tahun 2014 namanya resmi
berganti menjadi aparatur sipil Negara. Maka dari itu, pengertian Pegawai
Negeri Sipil yang akan dijelaskan di bawah ini sebenarnya sama juga maknanya
dengan aparatur sipil Negara. Maka pengertian dari Pegawai Negeri Sipil menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pegawai berarti orang yang bekerja pada
pemerintah (perushaan dan sebagainya), sedangkan “Negara berarti Negara atau
pemerintah, jadi Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang mengabdi pada
pemerintah dan Negara. Pegawai Negeri Sipil tidak lain adalah abdi Negara yang
melayani masyarakat.
Sedangkan pengertian pegawai negeri
menurut UU No 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagai
berikut:“Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya,
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedangkan
aparatur sipil Negara menutur UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
sebagai berikut: “Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut
Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi
tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
PEMBAHASAN
Isu rekrutmen pegawai di Indonesia mulai
menjadi isu yang sangat penting. Dimana kita ketahui pola rekrutmen yang ada di
Indonesia tidak berpedoman kepada analisis kebutuhan. Belum adanya perencanan
kebutuhan pegawai yang matang, dimana kebutuhan rekrutmen pegawai hanya
bersifat incremental. Maka dengan demikian rekrutmen pegawai dari tahun ke
tahun tidak dapat dikendalikan. Sehingga proses rekrutmen pegawai yang kurang
terencana ini hanya dapat menghasilkan pegawai yang kurang memenuhi standar
kualifikasi minimal. Dan pada akhirnya
yang terjadi adalah banyaknya jumlah Pegawai Negeri Sipil yang ada di Indonesia.
Akan tetapi dengan banyaknya jumlah pegawai semakin menimbulkan banyak masalah
pada pelayanan public dan kinerja pegawai yang semakin jelak. Oleh karena itu,
isu good governance dan clean governance merupakan isu penting
dalam pengelolaan administrasi publik dan juga kepegawaian. Tuntutan reformasi
di segala bidang merupakan sebuah keharusan. Reformasi tidak hanya dalam
berbagai aspek kebijakan baik ekonomi maupun politik, namun, reformasi
birokrasi juga meliputi proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil dan pengangkatan
pejabat publik baik nasional maupun daerah.
Rekrutmen merupakan hal yang sangat
penting untuk mendapatkan pegawai yag mempunyai integritas tinggi. Oleh karena
itu proses rekrutmen yang sesuai prosedur dan dilakukan secara transparan,
terbebas dan KKN akan menciptakan Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai dedikasi
tinggi. Dengan system transparansi pada rekrutmen pegawai akan mendorong Pegawai
Negeri Sipil untuk meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi yang terjadi di
Indonesia adalah proses rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil maupun rekrutmen
pejabat eselon II belum memenuhi transparansi. Sehingga masih sangat mungkin
untuk terjadinya KKN dan tidak menghasilkan Pegawai Negeri Sipil serta pejabat
tinggi yang tidak mempunyai kompetensi. Berdasarkan hasil penelitian Kusharwanti
dalam Setyowati (2010) dia menyatakan bahwa proses penerimaan dan seleksi Pegawai
Negeri Sipil di Indonesia dinilai masih sangat buruk dan banyak menimbulkan
kerawanan terjadinya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Proses pendaftaran
yang rumit dan seleksi yang konvensional menunjukkan bahwa sejak dini Calon Pegawai
Negeri Sipil telah dikondisikan dalam sebuah situasi kerja yang sangat
birokratis serta tidak berbasis pada keahlian atau kompetensi secara
menyeluruh. Oleh karena itu, perlu adanya pola rekrutmen dan seleksi yang bebas
dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Menurut Yuliani dalam Sulistiyani
(2011:156) menyatakan bahwa dalam proses rekrtumen dan proses seleksi perlu
adanya kebijakan yang mengatur standar seleksi yang digunakan untuk
menyelesaikan para calon yang akan diterima dalam lingkungan birokrasi. Karena
selama ini proses rekrutmen dan proses seleksi sudah mendapatkan citra yang
butuk di tengah kalangan masyarakat. Citra negative tersebut akan hilang
apabila birokrasi sendiri mampu melakukan proses yang standar dengan cara yang fair. Proses rekrutmen yang baik dan
jauh dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme merupakan sebuah idaman bagi semua
kalangan masyarakat. Dengan system yang fair maka akan tercipta pegawai yang
mempunyai kualitas dan kuantitas tinggi, sehingga bisa menciptakan pelayanan
public yang baik dan sesuai dengan
keinginan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya transparansi dalam
pelaksanaan proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Transparansi dalam pola
rekruitmen Pegawai Negeri Sipil bermanfaat untuk memberi-kan informasi akurat,
cepat, dan lengkap kepada masyarakat. Oleh karena itu informasi disampaikan
sebagai perwujudan trasparansi pemerintah dalam proses rekrutmen Pegawai Negeri
Sipil seharusnya tidak setengah hati. Selain itu juga perlu adanya inovasi baru
untuk rekrutmen pegawai eselon II maupun Calon Pegawai Negeri Sipil, sehingga
terciptanya pegawai yang mempunyai integritas yang tinggi.
Fit
and proper test tentu saja bukan merupakan hal baru
dalam proses rekrutmen. Pemilihan Pejabat Negara atau Kepala Lembaga Tinggi
Negara juga sering dilakukan melalui fit
and proper test. Menurut Nasir (2010) akhir-akhir ini, pemilihan para
menteri yang duduk di Kabinet Indonesia Bersatu II juga dilakukan melalui
sebuah proses fit and proper test.
Namun untuk kasus kepala dinas propinsi, ini merupakan sebuah terobosan. Hal
ini sangatlah menarik untuk dikaji, dimana belum banyak dan hamper belum ada
daerah-daerah yang memilih pejabat eselon II dengan sistem fit and proper test. Maka dari itu, system ini merupakan system
yang sangat bagus, disamping menciptakan pegawai yang mempunyai integritas
tinggi maka transparansi dalam proses rekturmen pegawai juga bisa dilaksanakan.
Dengan adanya system fit and proper test ini diharapkan dapat menciptakan pegawai-pegawai
yang mempunyai kualitasa dan kuantitas, sehingga bisa tercipta pegawai yang
professional dan mempunyai integritas tinggi.
Pelaksanaan proses rekrutmen melalui fit and proper test dilatarbelakangi
oleh kebutuhan pejabat Eselon II yang bersih, kompeten, dan juga profesional di
bidangnya. Dari sisi manajemen kepegawaian, rekrutmen melalui fit and proper test menjadi upaya untuk
membangun kinerja pagawai negeri sipil yang profesional. Dengan menempatkan pegawai
pada posisi yang tepat dengan cara-cara yang fair, berarti pemerintah telah menunjang pembinaan karir pegawai
bersangkutan. Pelaksanaan fit and proper
test sebagai bagian dari proses reformasi birokrasi terutama dalam
rekrutmen telah melahirkan pejabat publik yang memiliki kompetensi dan
berkualitas. Kondisi ini akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kuantitas
dan kualitas pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Pelaksanaan fit and proper test juga
merupakan upaya untuk menghapus korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam birokrasi
pemerintahan.
Contoh daerah yang sudah melakukan
reformasi birokrasi pada bidang kepegawaian adalah Provinsi Aceh. Provinsi Aceh
merupakan provinsi yang menggunakan system seleksi terbuka untuk pejabat eselon
II atau sering dikenal dengan meryt
system. Berdasarkan hasil penelitian
Nasir (2010) menunjukkan bahwa reformasi kepegawaian iini memang sangat penting
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pegawai. Dengan adanya reformasi pada
bidang kepegawaian maka harapannya adalah akan terjadi perubahan dan arah
kebijakan kepegawaian menjadi lebih jelas sehingga menghasilkan pegawai yang
professional dan berkualitas. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh melaksanakan
reformasi dibidang rekrutmen Pegawai Negeri Sipil terutama pada rekrutmen
pejabat eselon II.
Pelaksanaan rekrutmen pejabat eselon II
di Aceh menggunakan system fit and proper
test. Dimana pelaksanaan test ini
mengacu pada pendekatan assessment centre
yang banyak digunakan dalam mengembangkan kompetensi pegawai. Pelaksanaan
system fit and proper test ini
sebagai bagian dari reformasi birokrasi dibidang rekrutmen, dengan adanya
system ini maka akan dilahirkan pejabat public yang memiliki kualitas dan kompetensi.
Sehingga secara tidak langsung akan membantu pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain itu juga dengan
adanya system fit and proper test ini
maka akan melahirkan pejabat public yang jauh dari korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN). Setelah melakukan penjaringan melalui fit and proper test maka akan diadakan evaluasi kinerja setelah
satu tahun. Evaluasi ini dilakukan dengan melibatkan pihak akademisi dan
pihak-pihak yang bersangkutan. Evaluasi ini diharapkan meningkatkan kompetensi
dan quality control bagi pejabat yang
telah terpilih. Dan hasil evaluasipun ditindak lanjuti dengan mengadakan
pelatihan bagi pejabat eselon II dengan materi yang sesuai kebutuhan. Dengan
adanya reformasi birokrasi ini diharapkan bisa meningkatkan kemajuan
pembangunan daerah dalam kerangka kemajuan pembangunan nasional, serta menjadi
sebuah learning process bagi daerah
lain di Indonesia.
Reformasi birokrasi yang dijalankan oleh
Pemerintah Provinsi Aceh merupakan sebuah paket komprehensif yang meliputi fit and proper test, evaluasi kinerja
pejabat Eselon II, dan pelatihan kepada Pejabat Eselon II. Dengan adanya
reformasi birokrasi ini diharapkan bisa meningkatkan kemajuan pembangunan
daerah dalam kerangka kemajuan pembangunan nasional. Di samping itu, proses
reformasi birokrasi tersebut diharapkan bisa menjadi sebuah learning process bagi daerah lain di
Indonesia dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
PENUTUP
Rekrutmen merupakan suatu aktivitas awal
dari sebuah siklus panjang dari pengembangan sumber daya manusia yang mengikuti
urutan seperti pengembangan, pengalokasian pegawai, penetapan imbal jasa,
penilaian prestasi sampai dengan penyiapan untuk memasuki purna bhakti yang
siap menghadapi kondisi bekerja di usia senja atau menghadapi purna bhakti
dini. Rekrutmen merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah birokrasi demi
menjalankan roda organisasi, selain itu juga rekrutmen sebagai ajang pencarian
pegawai yang mempunyai integritas tinggi sehingga bisa bekerja dengan professional.
Akan tetapi, proses rekrutmen Pegawai Negeri Sipil di Indonesia masih berjalan
secara kurang transparan, kurang akuntabel, dan kurang profesional. Hal ini
ditandai dengan masih adanya indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dalam
penerimaan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Rekrutmen pegawai yang tidak profesional tentunya akan menimbulkan sosok Pegawai
Negeri Sipil yang kurang bermutu dan kurang berkualitas.
Belum adanya regulasi yang mengatur
tentang proses rekrutmen pejabat eselon II maupun Calon Pegawai Negeri Sipil
dengan siste fit and proper test. Hal
inilah yang membuat system rekrutmen di Indonesia masih terlihat sangat buruk
dan banyak praktek-praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Jika regulasi itu
dibuat dan diterapkan untuk proses rekrutmen calon pegawai maupun pejabatan
eselon II maka yang terjadi Negara ini akan mempunyai pejabatan dan pegawai
yang sesuai dengan bidang dan kompentensinya. Dengan adanya regulasi yang
mengatur tentang sistem rekrutmen melalui fit
and proper test ini maka akan tercipta pegawai maupun pejabat eselon II
yang mempunyai integritas tinggi dan sesuai dengan kapabilitas dibidangnya.
REFERENSI
Buku:
Ali,
Faried, & Andi Syamsu Alam, 2012. Studi
Kebijakan Pemerintah. PT. Refika Aditama, Bandung.
Simamora,
Henri. 1997. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta.
Soehartono,
Irawan, 2011. Metode Penelitian Sosial.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Suharto,
Edi, 2012. Analisis Kebijakan Publik;
Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Alfabeta, Bandung.
Sulistiyani,
Ambar Teguh, (2011). Memahami Good
Governance Dalam Persepektif Sumber Daya Manusia. Gava Media, Yogyakarta.
Jurnal:
Nasir,
Muhammad (2010). Reformasi Sistem
Rekrutmen Pejabat Dalam Birokrasi Pemerintah (Studi Kasus Rekrutmen Pejabat
Eselon Ii Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Jurnal Kebijakan dan
Manajemen PNS, Volume IV Nomor 1.
Rosyadi,
Slamet (2011). Problem dan Seleksi Pegawai
Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Volume. 5 , No 2 November.
Rakhwanto,
Ajib (2010). Seleksi Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS
Volume IV Nomor 1 dan 2.
Setyowati,
Endah (2010). Partisipasi Publik Dan
Transparansi Dalam Rekrutmen Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan
Manajemen PNS, Volume IV Nomor 1.
Zulchaidir
(2011). Proses Rekruitmen pimpinan
Birokrasi Pemerintah Daerah di Kabupaten Sleman dan Kota Parepare. Jurnal Studi Pemerintahan Volume 2 No 2
Agustus.
Skripsi:
Atmojo,
Muhammad Eko, 2013. Peran BKD dalam
Pengembangan Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2012. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar