Rabu, 19 November 2014

IMPLEMENTASI PROGRAM DANA DESA 1 MILIAR UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN DAERAH

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur desentralisasi di Negara Republik Indonesia, dimana UU ini telah member kewenangan kepada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskreksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang kuat. Otonomi daerah seyogyanya dilakukan oleh pemerintah daerah ditingkat provinsi/kabupaten dan kota. Akan tetapi esensi dari pembangunan daerah itu dimulai dari pemerintahan yang paling bawah yaitu pemerintah desa. Akan tetapi dalam pelaksanaan pembangunan desa sangatlah tergantung dengan pendapatan asli desa dan swadaya, oleh karena itu jika pembangunan desa hanya mengandalakan dari sumber dana yang ada maka sulit rasanya realisasi untuk pembangunan desa.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk memberikan sumber dana kepada desa, supaya pembangunan desa lebih cepat terealisasi serta berguna bagi kemandirian daerah. Dimana memang esensi kemandirian sebuah daerah adalah dari pembangunan sebuah desa, jika pembangunan desa berjalan dengan baik dan cepat maka tidak menutup kemungkinan kemandirian daerah kabupaten/kota bias terealisasi dengan baik. Selain itu PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa sangat jelas mengatur tentang pemerintahan desa, termasuk didalamnya tentang kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh pemerintah kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya. Guna mewujudkan otonomi daerah dan pembangunan daerah yang dimulai dari desa maka pemerintah desa mempunyai sumber-sumber pembiayaan untuk memajukan sebuah desa.
Setelah berjalan beberapa tahun maka terbentuklah UU No 6 tahun 2014 yang mengatur tentang desa, dimana dalam UU tersebut desa mendapatkan kucuran dana maksimal sebesar 1 M untuk kemandirian desa. Dana yang diberikan oleh pemerintah ke desa sangatlah berfariasi, dimana pemberian dana tersebut melihat dari luas wilayah desa dan banyaknya jumlah penduduk, adapun fariasi dana yang diberikan pemerintah sebesar 1-1,4 M. Pemberian dana sebesar 1 M ini disambut sangat antusias oleh pemerintah baik desa maupun pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan PP No 60 tahun 2014 tentang dana desa, maka disebutkan bahwa dana desa yang akan dikucurkan langsung kepada pemerintah desa bersumber dari APBN.  
Dengan disahkannya UU yang mengatur tentang pemberian dana 1 M ke desa secara langsung maka timbullah pro dan kontra dikalangan masyarakat, dimana banyak sekali yang tidak setuju akan adanya pemberian dana sebesar 1 M secara langsung kepada kepala desa hal ini disebabkan pola pengawasan yang masih sangat lemah, bias saja dana sebesar itu disalah gunakan oleh kepala desa untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan yang lain hal semacam inilah yang ditakutkan oleh kalangan masyarakat. Ada juga yang setuju dengan pemberian langsung dana sebesar 1 M, pemberian dana ini guna percepatan pembangunan daerah yang seyogyanya pembangunan daerah diawali dari kemandirian desa. Jika pembangunan dan kemandirian desa sudah terlakansa maka secara otomatis kemajuan suatu daerah akan terlihat, hal ini juga untuk menjawab UU tentang desentralisasi, dimana daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untuk melaksanakan pembangunan daerahnya sendiri.
Setelah mengkaji banyaknya pro-kontra terhadap dana alokasi desa sebesar 1 M ini maka akan menimbulkan banyak sekali permasalahan. Dana sebesar 1 M jika benar-benar dilakukan dengan baik dan dilaksanakan sesuai untuk kepentingan masyarakat maka akan membantu percepatan pembangunan daerah dan kemandirian daerah. Akan tetapi jika dana ini diberikan begitu saja dan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah maka yang akan terjadi adalah banyaknya penyelewengan yang tidak diinginkan oleh masyarakt secara luas. Dimana dana yang diberikan oleh pemerintah ini seharusnya digunakan untuk program-program yang menyangkut hajat hidup orang banyak, program yang berkelanjutan dan bisa menjadikan masyarakat mandiri, sehingga dengan adanya dana yang dialokasikan disetiap desa bisa membantu mengurangi angka kemiskinan yang ada di desa. Adapun cara pengurangan angka kemiskinan tersebut adalah dengan membuat program yang bisa dikembangkan oleh masyarakat sehingga terciptanya ekonomi kreatif bagi masyarakat dan desa tersebut. Dengan hal tersebut maka secara tidak langsung pelatihan-pelatihan yang diberikan demi menunjang ekonomi kreatif masyarakat akan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Akan tetapi, dengan luasnya Negara ini dan banyaknya jumlah desa yang tersebar di seluruh plosok negeri serta belum adanya dukungan dari sumber daya manusia yang baik maka akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek. Sumber daya manusia merupakan pokok yang paling utama dalam hal mengelola keuangan yang diberikan oleh pemerintah, jika sumber daya manusianya belum siap maka yang akan terjadi adalah penyelewengan penggunaan dana tersebut. Melihat bahwa sumber daya manusia yang ada di setiap desa tidak sama, oleh karena itu perlunya pengawasan dan pelatihan dari pemerintah sebelum mengimplementasikan pemberian dana alokasi desa sebesar 1 M. Sehingga dengan adanya pengawasan dan pelatihan maka dana alokasi desa akan digunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat mempercepat pembangunan daerah serta mewujudkan kemandirian masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa ini. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo khawatir jika adanya dana bantuan dari APBN ke desa justru mengakibatkan banyaknya kepala desa yang masuk ke penjara. Pendapat Gubernur Jateng Ganjar yang mengatakan, mengelola dana Rp 140 juta saja sudah ada kepala desa yang di penjara. Apalagi, jika ada dana dari APBN untuk desa yang besarnya kira-kira Rp 1,4 miliar. Hal ini diperkuat pendapat Bupati Wonosobo Kholik Arif yang mengatakan “ada 11 kepala desa yang di penjara karena penyelewengan alokasi dana desa yang notebnya hanya sebesar 140 juta (http://wikidpr.org/news/tempo-salah-gunakan-amanat-uu-desa-terkait-dana-apbn-untuk-desa-ganjar-khawatir-banyak-kades-dipenjara).

Dengan adanya pemerintahan baru maka besar harapan masyarakat terhadap peran pemerintah dalam proses pencairan sampai pengawasan pengalokasian dana  untuk desa. Mengingat alokasi dana desa sebesar 1 M ini baru akan diimplementasikan pada awal tahun 2015, oleh karena itu pemerintah perlu bekerja keras sebelum memberikan dana ini kepada seluruh kepala desa yang ada di pelosok negeri ini (Koran Harian Kedaulatan Rakyat). Yang paling utama untuk dilakukan pemerintah adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang memadai serta memberi pelatihan-pelatihan sehingga ketika dana ini turun maka pemerintah desa tidak kebingungan dan ketakutan akan masuk bui. Oleh karena itu, penting kiranya diadakan penelitian yang mengkaji tentang pemberian dana desa sebesar 1 M. maka penulis sangat tertarik untuk membahas tentang kebijakan pemerintah dalam menerapkan UU No 6 tahun 2014 tentang desa dan pemberian dana kepada desa.
Referensi
Koran Harian Kedaulatan Rakyat, diakses tanggal 12 November 2014, hlm 1, jam 09.00 WIB. 
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

1 komentar: