Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur desentralisasi
di Negara Republik Indonesia, dimana UU ini telah member kewenangan kepada
daerah untuk mengelola daerahnya sendiri. Pemberian otonomi daerah
seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskreksi) kepada
daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar
tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan
keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang kuat.
Otonomi daerah seyogyanya dilakukan oleh pemerintah daerah ditingkat provinsi/kabupaten
dan kota. Akan tetapi esensi dari pembangunan daerah itu dimulai dari
pemerintahan yang paling bawah yaitu pemerintah desa. Akan tetapi dalam
pelaksanaan pembangunan desa sangatlah tergantung dengan pendapatan asli desa
dan swadaya, oleh karena itu jika pembangunan desa hanya mengandalakan dari
sumber dana yang ada maka sulit rasanya realisasi untuk pembangunan desa.
Dalam
pelaksanaan otonomi daerah pemerintah kabupaten/kota dituntut untuk memberikan
sumber dana kepada desa, supaya pembangunan desa lebih cepat terealisasi serta
berguna bagi kemandirian daerah. Dimana memang esensi kemandirian sebuah daerah
adalah dari pembangunan sebuah desa, jika pembangunan desa berjalan dengan baik
dan cepat maka tidak menutup kemungkinan kemandirian daerah kabupaten/kota bias
terealisasi dengan baik. Selain itu PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa sangat
jelas mengatur tentang pemerintahan desa, termasuk didalamnya tentang kewajiban
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh pemerintah kabupaten untuk merumuskan
dan membuat peraturan daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian
dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya. Guna
mewujudkan otonomi daerah dan pembangunan daerah yang dimulai dari desa maka
pemerintah desa mempunyai sumber-sumber pembiayaan untuk memajukan sebuah desa.
Setelah
berjalan beberapa tahun maka terbentuklah UU No 6 tahun 2014 yang mengatur
tentang desa, dimana dalam UU tersebut desa mendapatkan kucuran dana maksimal sebesar
1 M untuk kemandirian desa. Dana yang diberikan oleh pemerintah ke desa
sangatlah berfariasi, dimana pemberian dana tersebut melihat dari luas wilayah
desa dan banyaknya jumlah penduduk, adapun fariasi dana yang diberikan
pemerintah sebesar 1-1,4 M. Pemberian dana sebesar 1 M ini disambut sangat
antusias oleh pemerintah baik desa maupun pemerintah kabupaten/kota.
Berdasarkan PP No 60 tahun 2014 tentang dana desa, maka disebutkan bahwa dana
desa yang akan dikucurkan langsung kepada pemerintah desa bersumber dari APBN.
Dengan
disahkannya UU yang mengatur tentang pemberian dana 1 M ke desa secara langsung
maka timbullah pro dan kontra dikalangan masyarakat, dimana banyak sekali yang
tidak setuju akan adanya pemberian dana sebesar 1 M secara langsung kepada
kepala desa hal ini disebabkan pola pengawasan yang masih sangat lemah, bias
saja dana sebesar itu disalah gunakan oleh kepala desa untuk kepentingan
pribadi maupun kepentingan yang lain hal semacam inilah yang ditakutkan oleh
kalangan masyarakat. Ada juga yang setuju dengan pemberian langsung dana
sebesar 1 M, pemberian dana ini guna percepatan pembangunan daerah yang
seyogyanya pembangunan daerah diawali dari kemandirian desa. Jika pembangunan
dan kemandirian desa sudah terlakansa maka secara otomatis kemajuan suatu
daerah akan terlihat, hal ini juga untuk menjawab UU tentang desentralisasi,
dimana daerah diberi kewenangan yang seluas-luasnya untuk melaksanakan
pembangunan daerahnya sendiri.
Setelah
mengkaji banyaknya pro-kontra terhadap dana alokasi desa sebesar 1 M ini maka
akan menimbulkan banyak sekali permasalahan. Dana sebesar 1 M jika benar-benar
dilakukan dengan baik dan dilaksanakan sesuai untuk kepentingan masyarakat maka
akan membantu percepatan pembangunan daerah dan kemandirian daerah. Akan tetapi
jika dana ini diberikan begitu saja dan tidak ada tindak lanjut dari pemerintah
maka yang akan terjadi adalah banyaknya penyelewengan yang tidak diinginkan
oleh masyarakt secara luas. Dimana dana yang diberikan oleh pemerintah ini
seharusnya digunakan untuk program-program yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, program yang berkelanjutan dan bisa menjadikan masyarakat mandiri,
sehingga dengan adanya dana yang dialokasikan disetiap desa bisa membantu
mengurangi angka kemiskinan yang ada di desa. Adapun cara pengurangan angka
kemiskinan tersebut adalah dengan membuat program yang bisa dikembangkan oleh
masyarakat sehingga terciptanya ekonomi kreatif bagi masyarakat dan desa
tersebut. Dengan hal tersebut maka secara tidak langsung pelatihan-pelatihan
yang diberikan demi menunjang ekonomi kreatif masyarakat akan meningkatkan
pendapatan asli daerah.
Akan
tetapi, dengan luasnya Negara ini dan banyaknya jumlah desa yang tersebar di
seluruh plosok negeri serta belum adanya dukungan dari sumber daya manusia yang
baik maka akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek. Sumber daya
manusia merupakan pokok yang paling utama dalam hal mengelola keuangan yang
diberikan oleh pemerintah, jika sumber daya manusianya belum siap maka yang
akan terjadi adalah penyelewengan penggunaan dana tersebut. Melihat bahwa
sumber daya manusia yang ada di setiap desa tidak sama, oleh karena itu
perlunya pengawasan dan pelatihan dari pemerintah sebelum mengimplementasikan
pemberian dana alokasi desa sebesar 1 M. Sehingga dengan adanya pengawasan dan
pelatihan maka dana alokasi desa akan digunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat
mempercepat pembangunan daerah serta mewujudkan kemandirian masyarakat sesuai
dengan cita-cita bangsa ini. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo khawatir jika
adanya dana bantuan dari APBN ke desa justru mengakibatkan banyaknya kepala
desa yang masuk ke penjara. Pendapat Gubernur Jateng Ganjar yang mengatakan,
mengelola dana Rp 140 juta saja sudah ada kepala desa yang di penjara. Apalagi,
jika ada dana dari APBN untuk desa yang besarnya kira-kira Rp 1,4 miliar. Hal
ini diperkuat pendapat Bupati Wonosobo Kholik Arif yang mengatakan “ada 11
kepala desa yang di penjara karena penyelewengan alokasi dana desa yang
notebnya hanya sebesar 140 juta (http://wikidpr.org/news/tempo-salah-gunakan-amanat-uu-desa-terkait-dana-apbn-untuk-desa-ganjar-khawatir-banyak-kades-dipenjara).
Dengan
adanya pemerintahan baru maka besar harapan masyarakat terhadap peran
pemerintah dalam proses pencairan sampai pengawasan pengalokasian dana untuk desa. Mengingat alokasi dana desa
sebesar 1 M ini baru akan diimplementasikan pada awal tahun 2015, oleh karena
itu pemerintah perlu bekerja keras sebelum memberikan dana ini kepada seluruh
kepala desa yang ada di pelosok negeri ini (Koran
Harian Kedaulatan Rakyat). Yang paling utama untuk dilakukan pemerintah
adalah bagaimana menyiapkan sumber daya manusia yang memadai serta memberi
pelatihan-pelatihan sehingga ketika dana ini turun maka pemerintah desa tidak
kebingungan dan ketakutan akan masuk bui. Oleh karena itu, penting kiranya
diadakan penelitian yang mengkaji tentang pemberian dana desa sebesar 1 M. maka
penulis sangat tertarik untuk membahas tentang kebijakan pemerintah dalam
menerapkan UU No 6 tahun 2014 tentang desa dan pemberian dana kepada desa.
Referensi
Koran Harian Kedaulatan Rakyat, diakses tanggal 12
November 2014, hlm 1, jam 09.00 WIB.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
artikel yg sangat bagus, lanjutkan bos !!
BalasHapus