Oleh: Muhammad
Eko Atmojo
1. LATAR BELAKANG
Di era otonomi daerah telah membawa implikasi
penambahan jumlah pegawai, beban anggaran untuk pegawai semakin meningkat dan
ruang lingkup kewenangan semakin luas. Untuk menuju kesiapan dalam manajemen
kepegawaian nasional secara baik, jelas memerlukan waktu dan kualitas sumber
daya manusia yang handal. Oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia
secara makro sangatlah penting, dalam rangka tujuan-tujuan pembanguna secara
efektif.
Mahfud MD (1998) menyatakan bahwa kelancaran
pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional itu terutama sekali
tergantung pada kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung dari
kesempurnaan Pegawai Negeri (sebagian dari aparatur negara). Undang-undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menyebutkan bahwa dalam
rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang
taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,
maka diperlukan pegawai negeri sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
sebagai abdi masyarakat dalam menyelenggarakan pelayanan secara adil dan
merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Untuk itu, perlu diwujudkan pegawai
negeri sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan
bertanggungjawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan,
serta bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Demi lancarnya pembangunan nasional maka diperlukan
pengelolaan dan peningkatan manajemen sumber daya aparatur melalui sistem yang
disebut manajemen kepegawaian Indonesia. Manajemen kepegawaian bertujuan untuk
menjamin penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional secara
berdayaguna dan berhasilguna. Adapun beberapa hal yang dikelola dalam manajemen
kepegawaian Indonesia adalah sebagai berikut: penetapan norma, standar,
prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya pegawai
negeri sipil, pemindahan, gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak,
kewajiban dan kedudukan hukum.
Pengembangan atau pembinaan kepegawaian
menyangkut dua hal pokok yang
melingkupinya, yakni: pengembangan dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan pengembangan dalam peningkatan karier pegawainya (Irfan, 2002). Kedua
hal ini menjadi penting untuk diperhatikan karena keduanya mendorong
terciptanya misi dari organisasi/instansi pemerintah yaitu kualitas pelayanan
pegawai yang diberikan kepada masyarakat. Untuk mewujudkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat maka diperlukan sumber daya aparatur yang kompeten dan
profesional.
Tetapi pada realitanya banyak sekali peningkatan
kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan yang tidak
diarahkan pada analisis kebutuhan organisasi/unit kerja. Kondisi ini
menyebabkan tidak optimalnya output atau outcome dari penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan bagi peningkatan kinerja pegawai maupun organisasinya.
Sementara itu, dalam pengembangan karier pegawai juga tidak jarang tanpa
mendasarkan pada profesionalisme (merit
system), akan tetapi lebih kepada senioritas atau pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Hal-hal semacam ini pada akhirnya menyebabkan pembinaan atau
pengembangan pegawai, khususnya pegawai negeri sipil, menjadi tidak maksimal.
Selain tidak maksimalnya pengembangan pegawai negeri
sipil maka banyak sekali daerah-daerah yang merekrut pegawai negeri sipil tidak
berdasarkan kebutuhan dan kompetensi. Winarsih (2011) menyatakan bahwa untuk
mengantisipasi peningkatan jumlah pegawai seharusnya daerah merekrut calon
pegawai yang memiliki kompetensi sesuai formasi pekerjaan yang ada. Sehingga
akan timbul keselarasan antara kompetensi yang dipersyaratkan oleh jabatan
dengan kompetensi yang dimiliki oleh pegawai. Hal ini juga sejalan dengan
amanat UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Pasal 12 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa:
“diperlukan pegawai negeri sipil yang profesional,
bertanggung jawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada
sistem prestasi kerja”.
2. ANALISIS
Pengembangan pegawai meurut Hasibuan (2014)
didefinisikan sebagai berikut: pengembangan pegawai adalah suatu usaha untuk
meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan/ jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan menurut Andrew F. Sikula dalam Hasibuan
(2014) didefinisikan sebagia berikut:
“development, in reference to staffing and
personnel matters, is a long term educational process utilizing a systematic
and organized procedure by which managerial personnel learn conceptual and
theoretical knowledge for general purposes (steinmetz)”.
pengembangan
mengacu pada masalah staf dan personel
adalah suatu proses pendidikan jangka panjang menggunakan suatu prosedur yang
sistematis dan teroganisir dengan mana menejer belajar pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa pengembangan pegawai adalah salah satu upaya peningkatan profesionalisme
dan kompetensi terhadap pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan.
Konsep pengembangan pegawai merupakan upaya mempersiapkan pegawai (SDM) agar
dapat bergerak dan berperan dalam organisasi sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan dan perubahan suatu organisasi, instansi atau departemen. Oleh
karena itu kegiatan pengembangan pegawai itu dirancang untuk memperoleh
pegawai-pegawai yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu organisasi
atau institusi. Tenaga atau sumber daya yang telah diperoleh suatu organisasi,
perlu pengembangan sampai pada taraf tertentu sesuai dengan pengembangan
organisasi itu.
Pengembangan sumber daya manusia sebenarnya dapat
dilihat dari dua aspek yaitu kualitas dan kuantitas. Untuk masalah kuantitas
ini menyangkut tentang jumlah sumber daya manusia. Kuantitas sumber daya
manusia harus di imbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang baik juga.
Kuantitas sendiri menyangkut tentang mutu sumber daya manusia yang yang lebih
menekankan kepada kemampuan fisik dan non fisik. Dengan kata lain kualitas
sumber daya manusia ini menyangkut dua aspek fisik dan non fisik yang
berhubungan dengan kemampuan kerja, berfikir, dan keterampilan lain
(Notoatmodjo, 2009).
Kebijakan pengembangan sumber daya manusia merupakan
hal yang sangat mutlak untuk dilakukan, karena dengan adanya pengembangan maka
kualitas sumber daya manusia akan meningkat serta faktor keberhasilan sebuah
organisasi terlihat dari kualitas sumber daya manusianya. Maka Notoatmodjo
(2009) berpendapat bahwa ada dua konsep dalam pengembangan sumber daya manusia
yakni pengembangan sumber daya manusia secara makro adalah suatu proses
peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan
pembangunan bangsa. Sedangkan
pengembangan sumber daya manusia secara mikro suatu proses perencanaan pendidikan,
pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil
optimal. Pengembangan sumber daya manusia aparatur meliputi pendidikan dan
pelatihan, serta pengembangan karier pegawai yaitu promosi. Adapun tujuan dari
pendidikan dan pelatihan bagi pegawai adalah untuk meningkatkan kemampuan,
profesionalisme sesuai dengan kompetensi pegawai sehingga membawa dampak
terhadap pengembangan institusi pemerintahan yang bersangkutan.
Terkait dengan uraian mengenai unsur-unsur dalam
pengembangan pegawai, maka pengembangan pegawai meliputi dua hal pokok yang
melingkupinya, yaitu: (1) pengembangan kualitas dan (2) pengembangan karier
(Tim Peneliti BKN, 2002). Secara sistematis pengembangan pegawai tersebut dapat
digambarkan dalam skema pengembangan pegawai sebagai berikut:
|
Pengembangan
Karier
Pengembangan karier
menurut Gibson (1994) didefinisikan sebagai berikut:
”career planning and development is
the movement is the of individuals into and out positions, jobs and occupations
is a common procedure in organizations”.
Sedangkan pendapat lain
mengenai pengembangan karier dikemukakan oleh Susan (2002) berpendapat bahwa
pengembangan karier adalah aktivitas departemen sumber daya manusia dalam
membantu pegawai merencanakan karier masa depan agar dapat mengembangkan
kompetensi dan adanya peluang-peluang pengembangan karier sejalan dengan
pertumbuhan organisasi.
Pengembangan karier
tidak harus diartikan sebagai peningkatan jabatan secara vertikal mengikuti
tangga karier, namun dapat pula berupa perubahan jabatan secara horizontal dan
diagonal di dalam struktur organisasi. Namun, pertumbuhan karier vertikal
memprasaratkan adanya prestasi kerja yang memuaskan yang dihasilkan oleh pegawai
secara berkesinambungan, pengembangan kompetensi dan adanya peluang-peluang
pengembangan. Pengembangan karier pegawai bisa dicapai dengan adanya kemampuan,
prestasi kerja dan profesionalisme.
Promosi merupakan
bagian dari pengembangan karier untuk menciptakan kualitasi sumber daya
aparatur yang professional, maka dari itu penempatan pegawai yang tepat
merupakan salah satu faktor keberhasilan pemerintah untuk mewujudkan pegawai
yang professional. Promosi merupakan salah satu bentuk penghargaan bagi pegawai
untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi dan tingkat tanggung jawab yang lebih
tinggi. Sehingga mendapatkan sumber daya manusia yang mumpuni dan professional
dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan pemerintahan yang bersih,
kompetitif, netral dan berwibawa (Hayat, 2014).
Dengan promosi jabatan
berarti pegawai diberi kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kompetensinya, serta memberi kepercayaan kepada pegawai untuk menduduki jabatan
dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Bahwa promosi juga disebut rotasi
vertical, dengan pemberian tingkat tanggung jawab dan penghargaan finansial
yang lebih tinggi, serta bersifat selektif dengan mengutamakan prinsip prestasi
kerja atau merit (Werther dalam Winarsih dkk, 2011).
Dalam kontek manajemen
kepegawaian penempatan pegawai negeri dalam jabatan tidak selalu penempatan
pegawai yang baru, akan tetapi penempatan pegawai bisa berupa promosi, mutasi
dan demosi. Menurut Thoha (2014) promosi adalah penempatan pegawai pada jabatan
yang lebih tinggi dengan wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dan penghasilan
yang lebi tinggi pula. Penempatan pegawai dalam jabatan dilaksanakna
berdasarkan prinsip professional sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan
jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan tersebut.
Promosi mempunyai peran
penting dalam pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas sumber
daya aparatur. Dengan adanya promosi maka ada kepercayaan terhadap kemampuan
pegawai yang bersangkutan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Dengan
demikian promosi akan memberikan dampak positif bagi pegawai dengan
terangkatnya status sosial, wewenang (authority),
tanggung jawab (responbility), serta
penghasilan (outcomes) yang semakin
besar terhadap pegawai (Hasibuan, 2014).
Promosi merupakan
bagian dari pengembangan karier yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan pegawai
yang professional, mempunyai integritas tinggi dan kompetensi. Hasibuan (2014)
menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan promosi diantaranya adalah:
1.
Pertama,
untuk
memberikan pengakuan, jabatan dan imbalan jasa yang semakin besar kepada
pegawai yang mempunyai prestasi tinggi.
2.
Kedua,
menjadikan
pegawai semakin bangga karena meningkatnya status soial dan penghasilan yang
semakin tinggi.
3.
Ketiga,
untuk
merangsang pegawai agar lebih bergairah dalam bekerja, displin tinggi, dan
memperbesar produktivitas kerjanya.
4.
Keempat,
memberikan
kesempatan kepada pegawai untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya.
5.
Kelima,
menambah
pengetahuan dan pengalaman kerja bagi pegawai.
6.
Keenam,
untuk
menjamin stabilitas kepegawaian dengan direalisasikan promosi kepada pegawai
dengan dasar dan pada waktu yang tepat serta penilaian yang jujur.
Promosi harus dilakukan
sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang objektif. Pada umumnya ada dua
kriteria utama dalam mempertimbangkan seseorang untuk dipromosikan, yaitu
prestasi kerja dan senioritas. Dimana promosi pegawai tidak selalu berdasarkan
latar pendidikan atau seleksi pada saat rekrutmen, namun promosi didasarkan
pada kebutuhan dan prestasi kerja serta persyaratan golongan atau kepangkatan
dari pegawai yang bersangkutan (Thoha, 2014).
Tetapi realita yang
terjadi banyak sekali pelaksanaan promosi tidak didasari dengan
pertimbangan-pertimbangan yang objektif, melainkan melalui pertimbangan
kekeluargaan maupun politik. Pelaksanaan promosi yang tidak didasarkan pada
prosedur dan banyak dipengaruhi oleh faktor politik maka dapat berakibat pada
kualitas kinerja pegawai. Dalam promosi kompetensi merupakan hal yang sangat
penting untuk dicermati karena, masalah promosi merupakan masalah yang sangat
kritis, dimana dalam proses promosi sering sekali terjadi penyimpangan dari
prinsip dan kompetensi individual. Selain itu juga promosi jabatan sering
sekali dilakukan secara tertutup dan tidak banyak didasarkan atas merit sistem yang berlandaskan
kompetensi (Thoha, 2014).
Dalam penelitian Blunt
ditemukan bahwa di pemerintahan Indonesia pengembangan sumber daya manusia
merupakan sarang KKN dan sumber mata uang, hal ini dapat dilihat dari praktek-praktek
yang diwujudkan dalam proses rekrutmen pegawai, promosi, transfer dan
penempatan pegawai. Hal ini menjadi sangat favorit untuk direalisasikan karena
dalam menentukan pegawai baik dari proses rekrutmen, promosi, mutasi, transfer
dan penempatan pegawai diutamakan dari faktor ikatan keluarga, teman serta
penawaran yang tinggi (Blunt et.al, 2012). Hal inilah yang masih terjadi di
Indonesia dimana pelaksanaan promosi tidak didasari dengan kompetensi pegawai,
sehingga menghasilkan pegawai yang tidak profesional dalam bekerja.
Dalam pelaksanaan
promosi ada tiga unsur kepegwaian yang mempunyai kewenangan untuk menentukan
layak tidaknya pegawai dipromosikan, diantaranya adalah Badan Kepegawaian
Daerah, Badan Pertimbangan jabatan dan Kenaikan Pangkat, dan Pejabat Pembina
Kepegawaian. Adapun kewenangan dan tugas dari tiga unsur tersebut adalah
sebagai berikut:
Badan Kepegawaian
Daerah mempunyai tugas untuk mendata semua pegawai yang ada di daerahnya.
Sedangakan untuk kewenangannya adalah mempunyai hak untuk mengajukan atau
mengusulkan pegawai yang akan dipromosikan. Tetapi realitanya Badan Kepegawaian
Daerah hanya sebagai alat kepala daerah untuk melanggengkan jabatannya, dengan
cara penentuan promosi lebih kepada kepala daerah sehingga tugas Badan
Kepegawaian Daerah sudah mulai berkurang.
Dalam rangka untuk
memperlancar proses promosi serta mewujudkan profesionalisme pegawai negeri
maka untuk pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pegawai, serta
pengangkatan dalam pangkat maka dibentuklah Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan (Baperjakat). Thoha (2014) menyatakan bahwa tugas dari Baperjakat
adalah adalah memberikan pertimbangan kepada pejabat pembina kepegawaian dalam
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural
eselon II ke bawah, memberi pertimbangan dalam kenaikan pangkat bagi pegawai
negeri sipil yang menduduki jabatan struktural yang menunjukkan prestasi kerja
yang luar biasa baiknya, menemukan penemu baru yang bermanfaat bagi Negara, dan
pertimbangan perpanjangan usia pension bagi pegawai negeri sipil yang menduduki
jabatan struktural eselon II ke bawah.
Wahiyuddin (2012) menyatakan
bahwa kepala daerah mempunyai keleluasaan sebagai pejabat pembina kepegawaian
sehingga pengangkatan, pemindahan dan pembinaan karir pegawai negeri sipil kadang menjadi tidak
professional, tidak memperhatikan kompetensi tetapi lebih didasarkan pada
pertimbangan politik. Besarnya kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian di daerah
untuk menentukan pejabat yang akan menduduki jabatan strategis, maka akan
semakin jelas bahwa birokrasi di Indonesia sangat rawan dengan intervensi
politik. Hal ini sangat menggangu sistem kepegawaian di Indonesia, dimana
birokrasi akan kehilangan arah kemandiriannya serta para pejabat akan menjaga
hubungan dengan pimpinan daerah maupun politisi bukannya menciptakan pelayanan
publik. Tujuannya adalah untuk melindungi pos jabatan yang diduduki, hal inilah
yang menjadi implikasi sangat signifikan antara pengangkatan dan promosi
jabatan di Indonesia (Wray dalam Mardiasmo et.al, 2008).
Kesimpulan
dan Saran
Dari beberapa uraian di atas bahwasannya
pengembangan karier pegawai mempunyai banyak macam bentuknya diataranya adalah
promosi, rotasi, maupun demusi. Dalam pelaksanaan pengembangan karier pegawai
di Indonesia belum banyak daerah yang menerapkan atau melaksanakan promosi
berdasarkan kompetensi dan profesionalisme. Dimana dalam pelaksanaan promosi
masih banyak daerah yang melaksanakan bukan karena penilaian objektif,
melainkan berdasarkan faktor politik atau kedekatan. Seharusnya pelaksanaan
promosi dilakukan dengan mengutamakan prestasi, kompetensi dan profesionalisme
sehingga terlahir pegawai yang berkompeten dan profesional. Sebelum pelaksanaan
promosi harus dilakukan assessment center
terlebih dahulu, sehingga pegawai yang dipromosikan berdasarkan kompetensi dan
profesional.
DAFTAR
PUSTAKA
Blunt,
Peter, dkk (2012). Patronage, Service Delivery, and Social Justice in
Indonesia. International Journal of
Public Administration, Volume 35, Number 3.
Hasibuan,
Malayu S.P (2014). Manajemen Sumber Daya
Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Hayat
(2014). Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur Pelayanan Publik
Dalam Kerangka Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Volume.
8, Nomor. 1 Juni.
Imel,
Susan, (2002), Career Development For
Meaningful Live Work, http://ericacve.org.
Irfan,
Muhlis (2002), Efektivitas Diklat Struktural Bagi Pegawai Negeri Sipil (Post
Training Evaluation), Puslitbang BKN, Jakarta.
Mardiasmo,
Diaswati and Barnes, Paul H. and Sakurai, Yuka (2008). Implementation of Good Governance By Regional Governments in Indonesia:
The Challenges.
MD,
Mahfud Moh, (1998). Hukum Kepegawaian
Indonesia, Liberty, Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT
Rineka Cipta, Jakarta.
Rismayadi dan Hersona, Analisi Pengaruh
Pengembanagan SDM Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Kab
Karawang, Jurnal Manajeman Volum 09 Nomor
3 Tahun 2013.
Thoha,
Miftah, (2014). Manajemen Kepegawaian
Sipil Di Indonesia. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (Edisi Kedua).
Wahiyuddin,
Laode (2012). Politisasi Pejabat
Struktural (Study Kasus Politisasi Pejabat Struktural Eselon II di Sekretariat
Daerah Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara). Tesis, Universitas Gajah Mada.
Winarsih,
Atik Septi & Ratminto, Penyusunan Sistem Perencanaan Karier Pemerintah
Kabupaten Klaten , Jawa Tengah, Jurnal
Studi Pemerintahan Volume 02 No 2 Agustus 2011.