Persahabatan
antara alam dengan manusia berakhir bila kerakusan telah mengalahkan akal
sehat. Hal inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga dengan hamparan
sumber daya alam yang melimpah seakan menjadi kutukan/curse bagi Indonesia (terma ini diperkenalkan pertama kali oleh
Sachs dan Warner, 1995; dalam Neumayer, 2004: 1627). Dalam konteks ekonomi,
sudah lama disimpulkan bahwa kelimpahan sumber daya alam suatu Negara malah
menjerumuskan Negara tersebut dalam jurang kemiskinan yang dalam, sehingga
muncul istilah resource curse hypothesis.
Menurut Stiglitz dalam bukunya Amien Rais tentang Selamatkan Indonesia kutukan
sumber daya alam yang harus dihilangkan dari Negara-negara berkembang. Yang
maksudnya setiap Negara berkembang yang mempunyai kekayaan alam melimpah pasti
masyarakatnya hidup dengan kemiskinan, dimana hal itu sudah terjadi hampir
diseluruh negera berkembang contohnya saja Indonesia, Subhara Afrika dan lain
sebagainya. Jika suatu Negara tidak bisa membatasi masuknya era globalisasi
maka sebuah Negara tersebut akan terjerumus dalam kemiskinan dan kurangnya
kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dengan
adanya kutukan sumber daya alam diberbagai Negara berkembang menunjukkan bahwa
adanya paradox of plenty. Paradok
antara sumber daya alam yanag melimpah disebuah Negara dan kemelaratan rakyat
yang merata di dalam tubuh bangsa yang bersangkutan. Karena dengan kekayaan
alam yang dimiliki sebuah Negara seringkali membuat sebuah bangsa menjadi
miskin, tidak produktif, cenderung malas, dan memerosotkan industry
manufakatur, industry pertanian, dan gilirannya menurunkan ekspor pertanian.
Selain itu juga yang paling berbahaya bagi sebuah Negara yang mempunyai
kekayaan alam melimpah adalah korupsi yang dilakukan oleh para
petinggi-petinggi Negara baik pusat maupun daerah. Menurut Ahmad Erani Yustika
(2014:201-202) ada dua hal mengapa Negara berkembang yang kaya akan sumber daya
alam mengalami kutukan sumber daya alam yang pertama, bahwa biasanya Negara yang dikaruniai sumber daya alam
pemerintahnya terlambat memulai proses insdustrialisasi. Kedua, pemerintah suatu Negara yang kaya akan sumber daya alam
cenderung terjerumus dalam formulasi kebijakan yang buruk (bad poliies). Dua sebab inilah yang menyebabkan asset sumber daya
alam yang dimiliki justru menjadi kutukan (curse)
bagi sebagian besar Negara yang memiliki kekayaan ekonomi berbasis sumber
daya alam.
Kutukan
pengelolaan sumber daya alam tersebut akibat dari ulah pemerintah yang menerima
system liberalisasi secara mentah-mentah, sehingga mengakibatkan banyaknya
penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh Negara asing melalui lubang tambang.
Hal ini sungguh sangat memprihatinkan dimana sumber daya alam yang dimiliki
oleh Indonesia tidak bisa dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Jika
pemerintah tidak menerima system liberalisasi secara mentah mungkin masyarakat
Indonesia bisa menikmati kekayaan alam yang dimiliki Negara ini. Akibat dari
penerapan system dan pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada asing
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang miskin, sehingga hal ini sangat
mempunyai dampak bagi perekonomian Indonesia. Sumber daya alam merupakan sumber
ekonomi bagi sebuah bangsa, dimana dengan pengelolaan sumber daya alam yang
baik dan dikelola oleh Negara sendiri maka secara tidak langsung dampak yang
akan dirasakan adalah pendapatan Negara dan
kesejahteraan masyarkat yang semakin meningkat.
Sumber
daya alam sebagai perekonomian terbesar bagi sebuah Negara, dengan sumber daya
alam yang dikelola sendiri oleh negaranya maka pendapatan sebuah Negara akan
menikat dan perekonomian sebuah bangsa juga akan membaik. Dengan banyaknya
sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia pemerintah seakan-akan tidak
memikirkan masyarakatnya, dimana pengelolaan sumber daya alam lebih banyak
dikasikan kepada asing diabandingkan oleh pengelolaan yang dilakukan pemerintah
melalui BUMN. Hal ini sungguh nyata terjadi di Indonesia dimana hamppir
disetiap pulau yang ada sumber daya alamnya terdapat perusahaan-perusahaan
asing. Padahal sumber daya alam adalah salah satu ekonomi strategis bagi sebuah
bangsa, jika sumber ekonomi strategis dikuasai oleh asing maka apa yang akan
terjadi pada beberapa tahun kedepannya? Hal inilah yang harus dipikirkan oleh
pemerintah saat ini. Dengan penerapan good
governance apakah pemerintah bisa lebih baik dalam mengelola sumber ekonomi
strategis di Indonesia. Dalam konsep good
governance ada 8 prinsip yang harus dilaksanakan pemerintah untuk mengelola
sumber daya ekonomi strategis dalam hal ini pertambangan yang ada di Indonesia.
Dengan
adanya konsep good governance yang
dipakai oleh pemerintah kenyatannya belum bisa menyelesaikan pengelolaan sumber
daya ekonomi strategis. Jika dilihat pada saat ini banyaknya eksploitasi
tambang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. padahal
jika kita merujuk pada UUD ayat 33 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam
yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya
sendiri”. Hal ini tidak terjadi sama sekali di Indonesia, bisa kita lihat
contoh provinsi yang mempunyai banyak pertambangan yang dikelola oleh asing,
seperti halnya Papua dengan pertambangan emasnya yang dikelola oleh PT. Freport, NTB dengan tambang emas
yang dikelola oleh Newmont, blok Cepu
dengan kandungan minyak bumi yang dikelola oleh Exxon Mobile dan masih
banyak sekali pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Dengan tambagn
yang dikuasai oleh pihak asing tidak menjamin perekonomian masyarakat
disekitarnya menjadi sejahtera, di daerah Papua masih minim sekali infra
struktur kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Banyaknya
perusahaan asing yang ada di Indonesia bisa dikatakan hanya untuk mengeruk
kekayaan alam negeri ini saja, dimana peran pemerintah dalam hal ini seperti
tidak ada tajinya. Negara yang diwakili oleh pemerintah yang seharusnya menjadi
garda terdepan dalam hal mensejahterakan masyarakatnya dan melindungi
asset-aset Negara dari tangan asing. Tetapi di Indonesia pemerintah menjadi
panjang tangan perusahaan asing untuk merampok kekayaan alam negeri sendiri,
dimana pemerintah seperti tidak memeperhatikan masa depan anak negeri ini.
Dengan banyaknya asset negera yang dikuasai oleh asing maka semakin jelas bahwa
pemerintah melanggar konstituen dalam UUD 1945. Dengan sistem good governance ini bukannya membuat
baik suatu pemerintahan akan tetapi malah membuat sistem yang kurang berpihak
kepada Negara sendiri. Masuknya good
governance ke Indonesia nyatanya
malah membuat penguasaan asing terhadap sumber daya ekonomi strategis semakin
banyak, berdasarkan harian kompas pada
tahun 2012 penguasaan asing terhadap pertambangan di Indonesia adalah sebesar
70% sedangkan yang dikuasai oleh perusahaan Indonesia sendiri sebesar 30%.
Eksploitasi
perusahaan asing terhadap sumber daya alam di Indonesia akan sangat merugikan
bangsa dan Negara, dimana dengan banyaknya ekspolitasi asing terhadap sumber
daya alam Indonesia setidaknya akan menimbulkan tiga pokok permasalahan. Pertama, kontrak karya-karya cenderung
menempatkan Indonesia dalam posisi yang lemah, sehingga bagi hasil atas sumber
daya alam tersebut sebagian besar lari kenegara asing. Implikasinya
Indonesialah yang menerima hasil limbahnya dari proses eksploitasi sumber daya
alam tersebut yakni dengan rusaknya lingkungan hidup. Kedua, selalu terdapat ruang bagi pelaku operasi ekspoitasi sumber
daya alam untuk melakukan manipulasi atas hasil operasi yang dilakukan akibat
ketiadaan akses bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan secara regular. Ketiga, menyangkut aspek etis dan
konstitusi bahwa sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat harus
dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.
Penerapan
good governace yang dilakukan
pemerintah memang sudah cukup bagus, akan tetapi masih banyak sekali
celah-celah yang harus diperbaiki dalam hal pengelolaan sumber daya alam
sebagai ekonomi nasional. Dimana pengelolaan yang terjadi selama ini adalah
banyaknya keuntungan yang didapat oleh asing dari pada keuntungan kepada Negara
sendiri. Pembagian keuntungan pertambangan Indonesia masih sangat
memprihatinkan, dimana keuntungan yang dibagi lebih banyak lari kepemerintah
pusat dibandingkan ke pemerintah daerah. Hal inilah yang membuat banyaknya
protes terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Pengelolaan
sumber daya ekonomi strategis dirasa belum maksimal, dimana pengelolaan ekonomi
strategis masih banyak menguntungkan asing dan kebanyakan perusahaan asing
tidak memperhatikan lingkungan sekitar pertambangan, perekonomian masyarakat,
serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana prinsip pembangunan
berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan
kebutuhan generasi masa depan. Tetapi yang terjadi kebutuhan generasi masa
depan akan segera habis diambil oleh asing jika tidak ada pembatasan dan tidak
ada peraturan tegasyang mengatur pengelolaan sumber daya alam.
Dalam
pengelolaan pertambangan terjadi lemahnya penerapan prinsip-prinsip
transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan
kebijakan baik di level Pusat maupun Daerah. Oleh karena itu jika dilihat dari
prinsip-prinsip good governance
pengelolaan sumber daya ekonomi strategis yang ada di Indonesia, maka
prinsip-prinsi transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keadilan/hukum
belum diterapkan dengan benar. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
- Transparansi, dalam pemberian perizinan pertambangan seharusnya diikuti dengan keterbukaan yang berbentuk kemudahan akses informasi bagi masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam melihat dampak dari pemberian izin tersebut. Dalam hal pemberian izin pertambangan pemerintah lebih mudah memberikan izin kepada investor asing dengan alasan investor asing lebih menjanjikan.
- Akuntabilitas, belum adanya rasa tanggungjawab perusahaan asing yang mengelola pertambangan sebagai sektor ekonomi di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembuangan limbah pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan asing, sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan lain-lain. Dalam hal ini negera Indonesia dan masyarakatlah yang merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Selain merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan generasi masa depan negeri ini telah dirugaikan, dimana kekayaan alam yang seyogyanyabisa digunakan untuk masa depan bangsa telah habis dirampok Negara asing.
- Partisipasi, belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan di bidang pertambangan.
- Rule of law atau ketidakadilan, rumitnya regulasi-regulasi pertambangan dalam mengontrol perusahaan-perusahaan tambang. Regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang seringkali dibuat tidak komperehensif dengan mempertimbangan kepentingan semua pihak. Banyak peraturan daerah juga kerap tumpang tindih dengan regulasi yang ada sebelumnya, dan tidak sedikit pula yang bertolak belakang satu sama lain. Selain itu penerapan hukum terhadap pembagian hasil pertambangan masih simpang siur, dimana masyarakat sekitar area pertambangan tidak mendapatkan apa-apa sedangkan pejabat-pejabatlah yang mendapatkan pembagian hasil tersebut.
Pertambangan sebagai
sumber ekonomi nasional tidak luput dari kelemahan dan kekuatan. Dimana sektor
pertambangan seperti buah simalakama, yang membawa keuntungan dan kerugian bagi
suatu negara. Pada awalnya, setiap orang akan merasa gembira ketika suatu lahan
pertambangan dibuka di daerahnya. Mereka akan berharap bahwa mereka akan
mendapat pekerjaan yang layak, terjadi peningkatan anggaran daerah dan
peningkatan ekonomi masyarakat. Namun pada akhirnya industri pertambangan yang
dipromosikan menunjukan awal suatu keburaman masa depan generasi yang akan
datang daerah. Satu persatu kasus pertambangan batubara menunjukan petaka bagi
warganya, mulai dari polusi udara, polusi suara, polusi air, polusi tanah,
banjir dan longsor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar