Jumat, 20 Juni 2014

GOOD GOVERNANCE DAN SUMBER DAYA EKONOMI STRATEGIS

Persahabatan antara alam dengan manusia berakhir bila kerakusan telah mengalahkan akal sehat. Hal inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga dengan hamparan sumber daya alam yang melimpah seakan menjadi kutukan/curse bagi Indonesia (terma ini diperkenalkan pertama kali oleh Sachs dan Warner, 1995; dalam Neumayer, 2004: 1627). Dalam konteks ekonomi, sudah lama disimpulkan bahwa kelimpahan sumber daya alam suatu Negara malah menjerumuskan Negara tersebut dalam jurang kemiskinan yang dalam, sehingga muncul istilah resource curse hypothesis. Menurut Stiglitz dalam bukunya Amien Rais tentang Selamatkan Indonesia kutukan sumber daya alam yang harus dihilangkan dari Negara-negara berkembang. Yang maksudnya setiap Negara berkembang yang mempunyai kekayaan alam melimpah pasti masyarakatnya hidup dengan kemiskinan, dimana hal itu sudah terjadi hampir diseluruh negera berkembang contohnya saja Indonesia, Subhara Afrika dan lain sebagainya. Jika suatu Negara tidak bisa membatasi masuknya era globalisasi maka sebuah Negara tersebut akan terjerumus dalam kemiskinan dan kurangnya kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dengan adanya kutukan sumber daya alam diberbagai Negara berkembang menunjukkan bahwa adanya paradox of plenty. Paradok antara sumber daya alam yanag melimpah disebuah Negara dan kemelaratan rakyat yang merata di dalam tubuh bangsa yang bersangkutan. Karena dengan kekayaan alam yang dimiliki sebuah Negara seringkali membuat sebuah bangsa menjadi miskin, tidak produktif, cenderung malas, dan memerosotkan industry manufakatur, industry pertanian, dan gilirannya menurunkan ekspor pertanian. Selain itu juga yang paling berbahaya bagi sebuah Negara yang mempunyai kekayaan alam melimpah adalah korupsi yang dilakukan oleh para petinggi-petinggi Negara baik pusat maupun daerah. Menurut Ahmad Erani Yustika (2014:201-202) ada dua hal mengapa Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam mengalami kutukan sumber daya alam yang pertama, bahwa biasanya Negara yang dikaruniai sumber daya alam pemerintahnya terlambat memulai proses insdustrialisasi. Kedua, pemerintah suatu Negara yang kaya akan sumber daya alam cenderung terjerumus dalam formulasi kebijakan yang buruk (bad poliies). Dua sebab inilah yang menyebabkan asset sumber daya alam yang dimiliki justru menjadi kutukan (curse) bagi sebagian besar Negara yang memiliki kekayaan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Kutukan pengelolaan sumber daya alam tersebut akibat dari ulah pemerintah yang menerima system liberalisasi secara mentah-mentah, sehingga mengakibatkan banyaknya penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh Negara asing melalui lubang tambang. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan dimana sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia tidak bisa dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Jika pemerintah tidak menerima system liberalisasi secara mentah mungkin masyarakat Indonesia bisa menikmati kekayaan alam yang dimiliki Negara ini. Akibat dari penerapan system dan pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada asing mengakibatkan banyaknya masyarakat yang miskin, sehingga hal ini sangat mempunyai dampak bagi perekonomian Indonesia. Sumber daya alam merupakan sumber ekonomi bagi sebuah bangsa, dimana dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan dikelola oleh Negara sendiri maka secara tidak langsung dampak yang akan dirasakan adalah pendapatan Negara dan  kesejahteraan masyarkat yang semakin meningkat.
Sumber daya alam sebagai perekonomian terbesar bagi sebuah Negara, dengan sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negaranya maka pendapatan sebuah Negara akan menikat dan perekonomian sebuah bangsa juga akan membaik. Dengan banyaknya sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia pemerintah seakan-akan tidak memikirkan masyarakatnya, dimana pengelolaan sumber daya alam lebih banyak dikasikan kepada asing diabandingkan oleh pengelolaan yang dilakukan pemerintah melalui BUMN. Hal ini sungguh nyata terjadi di Indonesia dimana hamppir disetiap pulau yang ada sumber daya alamnya terdapat perusahaan-perusahaan asing. Padahal sumber daya alam adalah salah satu ekonomi strategis bagi sebuah bangsa, jika sumber ekonomi strategis dikuasai oleh asing maka apa yang akan terjadi pada beberapa tahun kedepannya? Hal inilah yang harus dipikirkan oleh pemerintah saat ini. Dengan penerapan good governance apakah pemerintah bisa lebih baik dalam mengelola sumber ekonomi strategis di Indonesia. Dalam konsep good governance ada 8 prinsip yang harus dilaksanakan pemerintah untuk mengelola sumber daya ekonomi strategis dalam hal ini pertambangan yang ada di Indonesia.
Dengan adanya konsep good governance yang dipakai oleh pemerintah kenyatannya belum bisa menyelesaikan pengelolaan sumber daya ekonomi strategis. Jika dilihat pada saat ini banyaknya eksploitasi tambang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. padahal jika kita merujuk pada UUD ayat 33 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya sendiri”. Hal ini tidak terjadi sama sekali di Indonesia, bisa kita lihat contoh provinsi yang mempunyai banyak pertambangan yang dikelola oleh asing, seperti halnya Papua dengan pertambangan emasnya yang dikelola oleh PT. Freport, NTB dengan tambang emas yang dikelola oleh Newmont, blok Cepu dengan kandungan minyak bumi yang dikelola oleh Exxon Mobile  dan masih banyak sekali pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Dengan tambagn yang dikuasai oleh pihak asing tidak menjamin perekonomian masyarakat disekitarnya menjadi sejahtera, di daerah Papua masih minim sekali infra struktur kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Banyaknya perusahaan asing yang ada di Indonesia bisa dikatakan hanya untuk mengeruk kekayaan alam negeri ini saja, dimana peran pemerintah dalam hal ini seperti tidak ada tajinya. Negara yang diwakili oleh pemerintah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam hal mensejahterakan masyarakatnya dan melindungi asset-aset Negara dari tangan asing. Tetapi di Indonesia pemerintah menjadi panjang tangan perusahaan asing untuk merampok kekayaan alam negeri sendiri, dimana pemerintah seperti tidak memeperhatikan masa depan anak negeri ini. Dengan banyaknya asset negera yang dikuasai oleh asing maka semakin jelas bahwa pemerintah melanggar konstituen dalam UUD 1945. Dengan sistem good governance ini bukannya membuat baik suatu pemerintahan akan tetapi malah membuat sistem yang kurang berpihak kepada Negara sendiri. Masuknya good governance  ke Indonesia nyatanya malah membuat penguasaan asing terhadap sumber daya ekonomi strategis semakin banyak, berdasarkan harian kompas pada tahun 2012 penguasaan asing terhadap pertambangan di Indonesia adalah sebesar 70% sedangkan yang dikuasai oleh perusahaan Indonesia sendiri sebesar 30%.
Eksploitasi perusahaan asing terhadap sumber daya alam di Indonesia akan sangat merugikan bangsa dan Negara, dimana dengan banyaknya ekspolitasi asing terhadap sumber daya alam Indonesia setidaknya akan menimbulkan tiga pokok permasalahan. Pertama, kontrak karya-karya cenderung menempatkan Indonesia dalam posisi yang lemah, sehingga bagi hasil atas sumber daya alam tersebut sebagian besar lari kenegara asing. Implikasinya Indonesialah yang menerima hasil limbahnya dari proses eksploitasi sumber daya alam tersebut yakni dengan rusaknya lingkungan hidup. Kedua, selalu terdapat ruang bagi pelaku operasi ekspoitasi sumber daya alam untuk melakukan manipulasi atas hasil operasi yang dilakukan akibat ketiadaan akses bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan secara regular. Ketiga, menyangkut aspek etis dan konstitusi bahwa sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat harus dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.
Penerapan good governace yang dilakukan pemerintah memang sudah cukup bagus, akan tetapi masih banyak sekali celah-celah yang harus diperbaiki dalam hal pengelolaan sumber daya alam sebagai ekonomi nasional. Dimana pengelolaan yang terjadi selama ini adalah banyaknya keuntungan yang didapat oleh asing dari pada keuntungan kepada Negara sendiri. Pembagian keuntungan pertambangan Indonesia masih sangat memprihatinkan, dimana keuntungan yang dibagi lebih banyak lari kepemerintah pusat dibandingkan ke pemerintah daerah. Hal inilah yang membuat banyaknya protes terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Pengelolaan sumber daya ekonomi strategis dirasa belum maksimal, dimana pengelolaan ekonomi strategis masih banyak menguntungkan asing dan kebanyakan perusahaan asing tidak memperhatikan lingkungan sekitar pertambangan, perekonomian masyarakat, serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana prinsip pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Tetapi yang terjadi kebutuhan generasi masa depan akan segera habis diambil oleh asing jika tidak ada pembatasan dan tidak ada peraturan tegasyang mengatur pengelolaan sumber daya alam.
Dalam pengelolaan pertambangan terjadi lemahnya penerapan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan baik di level Pusat maupun Daerah. Oleh karena itu jika dilihat dari prinsip-prinsip good governance pengelolaan sumber daya ekonomi strategis yang ada di Indonesia, maka prinsip-prinsi transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keadilan/hukum belum diterapkan dengan benar. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
  • Transparansi, dalam pemberian perizinan pertambangan  seharusnya diikuti dengan  keterbukaan yang berbentuk  kemudahan akses  informasi bagi masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam melihat dampak dari pemberian izin tersebut. Dalam hal pemberian izin pertambangan pemerintah lebih mudah memberikan izin kepada investor asing dengan alasan investor asing lebih menjanjikan.  
  •  Akuntabilitas, belum adanya rasa tanggungjawab perusahaan asing yang mengelola pertambangan sebagai sektor ekonomi di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pembuangan limbah pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan asing, sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan lain-lain. Dalam hal ini negera Indonesia dan  masyarakatlah yang merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Selain merasakan dampak dari pengelolaan pertambangan generasi masa depan negeri ini telah dirugaikan, dimana kekayaan alam yang seyogyanyabisa digunakan untuk masa depan bangsa telah habis dirampok Negara asing.  
  • Partisipasi, belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan di bidang pertambangan.
  • Rule of law atau ketidakadilan, rumitnya regulasi-regulasi pertambangan dalam mengontrol perusahaan-perusahaan tambang. Regulasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang seringkali dibuat tidak komperehensif dengan mempertimbangan kepentingan semua pihak. Banyak peraturan daerah juga kerap tumpang tindih dengan regulasi yang ada sebelumnya, dan tidak sedikit pula yang bertolak belakang satu sama lain. Selain itu penerapan hukum terhadap pembagian hasil pertambangan masih simpang siur, dimana masyarakat sekitar area pertambangan tidak mendapatkan apa-apa sedangkan pejabat-pejabatlah yang mendapatkan pembagian hasil tersebut.
Pertambangan sebagai sumber ekonomi nasional tidak luput dari kelemahan dan kekuatan. Dimana sektor pertambangan seperti buah simalakama, yang membawa keuntungan dan kerugian bagi suatu negara. Pada awalnya, setiap orang akan merasa gembira ketika suatu lahan pertambangan dibuka di daerahnya. Mereka akan berharap bahwa mereka akan mendapat pekerjaan yang layak, terjadi peningkatan anggaran daerah dan peningkatan ekonomi masyarakat. Namun pada akhirnya industri pertambangan yang dipromosikan menunjukan awal suatu keburaman masa depan generasi yang akan datang daerah. Satu persatu kasus pertambangan batubara menunjukan petaka bagi warganya, mulai dari polusi udara, polusi suara, polusi air, polusi tanah, banjir dan longsor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar