A.
LATAR
BELAKANG
Perekonomian
memang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan negara, dimana dengan
perekonomian yang stabil maka sebuah negara dan masyarakat akan hidup dengan
nyaman, sejahtera serta Negara menjadi maju. Oleh karena itu pemerintah
mempunyai peran penting dalam mengatur perekonomian yang ada di Indonesia, baik
perekonomian skala kecil, menengan sampai besar. Dimana dengan perekonomian
yang baik maka pendapatan Negarapun akan semakin meningkat sehingga kbutuhan
masyarakat yang ada di Negara tersebut secara tidak langsung akan tercukupi.
Dengan perekonomian yang diatur oleh pemerintah maka seyogyanya pemerintah bisa
mempertimbangkan dan bisa mensejahterakan masyarakatnya sendiri. hal ii sebagai
control pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian di negeranya, demi
kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan
yang semakin pesat dalam sebuah Negara maka menumbuhkan perekonomian menjadi
semakin tinggi. Hal inilah yang terjadi di Indonesia dimana pembangunan disebut
juga dengan moderenisasi, dengan moderenisasi maka ekonomi sebagai panglima.
Dimana inti dari moderinisasi adalah pembangunan yang berpusat pada manusia
dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam guna mencapai kemakmuran generasi
masa kini. Dimana pembangunan atau moderenisasi dalam praktiknya seringkali
tidak menghargai, melupakan bahkan sampai memusuhi tradisi yang kaya
pengetahuan dan kearifan lokal. Dimana dengan pembangunan ini malah cenderung
mengkorbankan dan membebani generasi mendatang dengan lingkungan hidup yang
sudah tercemar, merusak ekosistem yang mengancam kelestarian sumber daya alam.
Banyaknya eksploitasi secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di maasa yang akan datang. Banyaknya sumber daya alam yang
dieksploitasi pada saat ini dan perkembangan pembangunan yang mengedepankan
sistem modernisasi secara tidak langsung akan merusak sumber daya konomi bagi
masyaraktnya, baik sumber daya ekonomi dari sektor minerba, banyaknya lahan
pertanian yang beralih fungsi, matinya pasar tradisonal dan lain sebagainya.
Fakta membuktikan bahwa Bangsa Indonesia
memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Secara fisik, Indonesia merupakan
negara maritim terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau, dengan garis pantai
terpanjang kedua di dunia, yakni 81.000 km. Wilayah lautannya meliputi 5,8 juta
km2 atau 70 persen dari luas teritorial Indonesia (Dahuriet al.,
2001). Potensi sumberdaya alam Indonesia tersebut dapat menjadi kekuatan utama (prime mover) perekonomian bangsa, mulai
dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) sampai yang tidak dapat diperbaharui (non renewable). Banyak sekali jenis
perekonomi yang ada di Indonesia dari mulai sektor minerba, pertanian,
perkebunan sampai sektor kelautan yang potensi ekonominya tidak kalah penting.
Berdasarkan
kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia seharusnya masyarakat
Indonesia hidup dengan kesejahteraan. Akan tetapi yang terjadi pada saat ini
banyak sekali sumber daya alam yang dikelola tetapi masyarakatnya hidup dalam
ketepurukan dan kemiskinan hal inilah yang terjadi di Negara Indonesia saat
ini. Seharusnya sumber daya alam yang ada di sebuah Negara harus dikuasai oleh
Negara tersebut demi kesejahteraan masyarakatnya. Sesuai dengan UUD 1945 pasal
33 bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan undang-undang
tersebut sebenarnya sudah jelas sebenarnya Negara dan pemerintah mempunyai
peran penting dalam mensejahterakan masyarakatnya dan memajukan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Hingga
tahun ini kebijakan pemerintah terhadap tata kelola yang baik (good governance) dalam hal pengelolaan
sumber daya alam dirasakan masih jauh dari hasil yang memuaskan. Dimana tata
kelola sumber daya alam (SDA) yang selama ini belum berpijak pada
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah mengakibatkan meningkatnya kemiskinan
yang ada di Indonesia. Selain itu distribusi dan pemanfaatan SDA yang belum
merata juga menyebabkan banyak masyarakat termasuk masyarakat hukum adat menjadi
penonton dalam pemanfaatan sumberdaya alam sekitarnya. Sudah banyak sekali
contoh dimana masyarakat menjadi saksi pengembilan tanah lingkungannya sendiri,
seperti yang terjadi belum lama ini konflik di Mesuji antara pengusaha dan
masyarakat dimana pengusaha melalui pemeintah setempat ingin membuat perkebunan
dan menyerobot tanah masyarakat sekitar yang berakhir dengan konflik yang
berkepanjangan. Sedangkan yang paling baru adalah penggundulan hutan lindung
yang terjadi di Jambi, dimana hutan tersebut sebenarnya menjadi tempat mata
pencaharian masyarakat suku anak dalam.
Untuk
mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia sebenarnya pemerintah
mempunyai peran yang sangat sentral, hal ini sesuai dengan UUD 1945 dimana
kewenangan Negara dalam mengelola sumber daya alam melalui pemerintah. Sesuai
dengan amanat konstitusi pemerintah yang “legitimate’ diberi kewenangan untuk
mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan amanat konstitusi
tersebut. Hal ini sudah jelasa sekali dimana peran pemerintah dalam mengelola
sumber daya alam sangatlah dibutuhkan. Jika pengelolaan sumber daya alam
dikelola oleh asing pemerintah mempunyai kewenangan dalam hal perjanjian
kontrak, yang seharusnya perjanjian kontrak pengelolaan sumber daya alam tidak
merugikan masyarakatnya sendiri dan tidak merusak lingkungan hidup. Sumber daya
alam sebenarnya mempunyai peran ganda dalam kehidupan manusia yaitu, sebagai
sektor perekonomian dan sekaligus sebagai penyeimbang system kehidupan. Maka
dari itu sumber daya alam di Indonesia hingga saat ini masih menjadi tulang
punggung perekonomian nasional. Maka sangatlah perlu diadakannya pengelolaan
sumber daya alam yang baik sehingga dalam pengelolaan sumber daya alam juga
harus melihat faktor lingkungan hidup.
Pengelolaan
sumber daya alam Indonesia memang banyak dikuasai oleh asing, berdasarkan
harian kompas pada tahun 2012 dari
total pertambangan yang ada di Indonesia pihak Pertamina selaku perusahaan yang
mempunyai hak untuk mengelola minerba hanya menguasai 30% dari seluruh
pertambangan. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak memihak kepada masyarakat
Indonesia sendiri disinyalir kurang percayanya pemerintah terhadap perusahaan
yang mengelola sumber daya alam khususnya minerba. Banyak sekali perusahaan
asing yang menguasai kekayaan alam Indonesia sehingga masyarakat negeri ini
seperti tidak bisa menikmati kekayaan alamnya sendiri. Sebenarnya sudah
dijelaskan dalam UUD 1945 pada pasal 33 dimana bumi, air dan kekayaan alam yang
ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya sendiri.
Akan tetapi pada kenyataannya hal ini tidak pernah terjadi kekayaan alam yang
kita miliki diberikan kepada asing melalui investor-investor asing yang
menanamkan sahamnya di Indonesia.
Jika
dilihat dalam kontek provinsi Kaltim merupakan salah satu provinsi yang
mempunyai kekayaan alam melimpah, selain itu juga Kaltim menjadi salah satu
provinsi penyumbang batubara terbesar ke-3 di Indonesia. akan tetapi hal ini
sangat bertolak belakang dengan keadaan masyarkatnya, dimana masyarakat di
Kaltim banyak sekali yang mengalami kemiskinan, pengangguran dan lain
sebagainya. Seharusnya jika tambang batubara tersebut dikelola oleh pemerintah
tetntu akan berbeda ceritanya. Pemerintah Kaltim jika dilihat secara garis
besar lebih berpihak kepada asing dibandingkan dengan masyarakat sediri, karena
dengan penambangan yang dilakukan oleh asing maka pemerintah PDRB provinsi akan
semakin naik walaupun hanya sedikit. Hal inlah yang menjadi pertimbangan
pemerintah, akan tetapi keadilan dalam hal pembagian hasil tidak ada, dimana
pembagian hasil lebih banyak diberikan kepada Negara asing dibandingkan dengan
Negara atau provinsi yang mempunyai kekayaan alam. Hal inilah yang terjadi di
Indonesia beberapa tahun silam, semoga dengan adanya pemimpin yang baru nanti
Indonesia bisa berubah dan bisa menegakkan keadilan, serta menyatakan yang
benar-itu benar dan yang salah itu salah. Selain itu juga kedaulatan ekonomi
juga harus berpijak kepada UUD 1945 pasal 33 dan 34, dimana semua pasal ini
berpihak kepada bangsa dan Negara serta rakyanya.
Kurang
percaya pemerintah terhadap anak bangsa sendiri disinyalir menjadi salah satu
kelasalahan besar, dimana kalau kita lihat bangsa Indonesia adalah bangsa yang
mempunyai jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Banyaknya perguruan tinggi
dan banyaknya anak bangsa yang mempunyai kemampuan dalam bidang-bidang tertentu
seakan-akan tidak digunakan oleh pemerintah untuk memajukan negaranya. Selain
kurang percayanya pemerintah terhadap anak bangsa sendir adalah kurang tegasnya
pemerintah dalam hal menegakkan peraturan hokum yang sesuai dengan UU.
Pemerintah lebih takut kehilangan investor asing dibandingkan dengan
mensejahterakan masyarakatnya sendiri. jika hal ini tidak diperbaiki terutama
dalam hal pengelolaan sumber daya alam maka tidak menutup kemungkinan Indonesia
yang sekarang menjadi Negara kaya akan sumber daya alam, pada beberapa tahun
kedepan akan menjadi salah satu Negara termiskin karena kegagalan pemerintah
dalam memanfaatkan sumber daya alam yang dimilikinya. Oleh karena itu penulis
sangat tertarik untuk mengambil kasus tentang ekonomi strategis di Kaltim,
dimana dari data yang ada masih banyak sekali masyarakat yang miskin, tetapi
PDRB yang didapat provinsi merupakan salah satu PDRB terbesar di Indonesia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah yang diuraikan maka permasalahan yang ada dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peran negara dan good governance dalam
pengelolaan pertambangna batubara?
C.
GOOD GOVERNANCE DAN SUMBER DAYA EKONOMI
Persahabatan
antara alam dengan manusia berakhir bila kerakusan telah mengalahkan akal
sehat. Hal inilah yang terjadi di Indonesia saat ini, sehingga dengan hamparan
sumber daya alam yang melimpah seakan menjadi kutukan/curse bagi Indonesia (terma ini diperkenalkan pertama kali oleh
Sachs dan Warner, 1995; dalam Neumayer, 2004: 1627). Dalam konteks ekonomi,
sudah lama disimpulkan bahwa kelimpahan sumber daya alam suatu Negara malah
menjerumuskan Negara tersebut dalam jurang kemiskinan yang dalam, sehingga
muncul istilah resource curse hypothesis.
Menurut Stiglitz dalam bukunya Amien Rais tentang Selamatkan Indonesia kutukan
sumber daya alam yang harus dihilangkan dari Negara-negara berkembang. Yang
maksudnya setiap Negara berkembang yang mempunyai kekayaan alam melimpah pasti
masyarakatnya hidup dengan kemiskinan, dimana hal itu sudah terjadi hampir
diseluruh negera berkembang contohnya saja Indonesia, Subhara Afrika dan lain
sebagainya. Jika suatu Negara tidak bisa membatasi masuknya era globalisasi
maka sebuah Negara tersebut akan terjerumus dalam kemiskinan dan kurangnya
kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Dengan
adanya kutukan sumber daya alam diberbagai Negara berkembang menunjukkan bahwa
adanya paradox of plenty. Paradok
antara sumber daya alam yanag melimpah disebuah Negara dan kemelaratan rakyat
yang merata di dalam tubuh bangsa yang bersangkutan. Karena dengan kekayaan
alam yang dimiliki sebuah Negara seringkali membuat sebuah bangsa menjadi
miskin, tidak produktif, cenderung malas, dan memerosotkan industry
manufakatur, industry pertanian, dan gilirannya menurunkan ekspor pertanian.
Selain itu juga yang paling berbahaya bagi sebuah Negara yang mempunyai
kekayaan alam melimpah adalah korupsi yang dilakukan oleh para
petinggi-petinggi Negara baik pusat maupun daerah. Menurut Ahmad Erani Yustika
(2014:201-202) ada dua hal mengapa Negara berkembang yang kaya akan sumber daya
alam mengalami kutukan sumber daya alam yang pertama, bahwa biasanya Negara yang dikaruniai sumber daya alam
pemerintahnya terlambat memulai proses insdustrialisasi. Kedua, pemerintah suatu Negara yang kaya akan sumber daya alam
cenderung terjerumus dalam formulasi kebijakan yang buruk (bad poliies). Dua sebab inilah yang menyebabkan asset sumber daya
alam yang dimiliki justru menjadi kutukan (curse)
bagi sebagian besar Negara yang memiliki kekayaan ekonomi berbasis sumber
daya alam.
Kutukan
pengelolaan sumber daya alam tersebut akibat dari ulah pemerintah yang menerima
system liberalisasi secara mentah-mentah, sehingga mengakibatkan banyaknya
penjajahan-penjajahan yang dilakukan oleh Negara asing melalui lubang tambang.
Hal ini sungguh sangat memprihatinkan dimana sumber daya alam yang dimiliki
oleh Indonesia tidak bisa dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Jika
pemerintah tidak menerima system liberalisasi secara mentah mungkin masyarakat
Indonesia bisa menikmati kekayaan alam yang dimiliki Negara ini. Akibat dari
penerapan system dan pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada asing
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang miskin, sehingga hal ini sangat
mempunyai dampak bagi perekonomian Indonesia. Sumber daya alam merupakan sumber
ekonomi bagi sebuah bangsa, dimana dengan pengelolaan sumber daya alam yang
baik dan dikelola oleh Negara sendiri maka secara tidak langsung dampak yang
akan dirasakan adalah pendapatan Negara dan
kesejahteraan masyarkat yang semakin meningkat.
Sumber
daya alam sebagai perekonomian terbesar bagi sebuah Negara, dengan sumber daya
alam yang dikelola sendiri oleh negaranya maka pendapatan sebuah Negara akan
menikat dan perekonomian sebuah bangsa juga akan membaik. Dengan banyaknya
sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia pemerintah seakan-akan tidak
memikirkan masyarakatnya, dimana pengelolaan sumber daya alam lebih banyak
dikasikan kepada asing diabandingkan oleh pengelolaan yang dilakukan pemerintah
melalui BUMN. Hal ini sungguh nyata terjadi di Indonesia dimana hamppir
disetiap pulau yang ada sumber daya alamnya terdapat perusahaan-perusahaan
asing. Padahal sumber daya alam adalah salah satu ekonomi strategis bagi sebuah
bangsa, jika sumber ekonomi strategis dikuasai oleh asing maka apa yang akan
terjadi pada beberapa tahun kedepannya? Hal inilah yang harus dipikirkan oleh
pemerintah saat ini. Dengan penerapan good
governance apakah pemerintah bisa lebih baik dalam mengelola sumber ekonomi
strategis di Indonesia. Dalam konsep good
governance ada 8 prinsip yang harus dilaksanakan pemerintah untuk mengelola
sumber daya ekonomi strategis dalam hal ini pertambangan yang ada di Indonesia.
Dengan
adanya konsep good governance yang
dipakai oleh pemerintah kenyatannya belum bisa menyelesaikan pengelolaan sumber
daya ekonomi strategis. Jika dilihat pada saat ini banyaknya eksploitasi
tambang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. padahal
jika kita merujuk pada UUD ayat 33 yang berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam
yang ada di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk kemakmuran masyarakatnya
sendiri”. Hal ini tidak terjadi sama sekali di Indonesia, bisa kita lihat
contoh provinsi yang mempunyai banyak pertambangan yang dikelola oleh asing,
seperti halnya Papua dengan pertambangan emasnya yang dikelola oleh PT. Freport, NTB dengan tambang emas
yang dikelola oleh Newmont, blok Cepu
dengan kandungan minyak bumi yang dikelola oleh Exxon Mobile dan masih
banyak sekali pertambangan yang dikuasai oleh perusahaan asing. Dengan tambagn
yang dikuasai oleh pihak asing tidak menjamin perekonomian masyarakat
disekitarnya menjadi sejahtera, di daerah Papua masih minim sekali infra
struktur kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya.
Banyaknya
perusahaan asing yang ada di Indonesia bisa dikatakan hanya untuk mengeruk
kekayaan alam negeri ini saja, dimana peran pemerintah dalam hal ini seperti
tidak ada tajinya. Negara yang diwakili oleh pemerintah yang seharusnya menjadi
garda terdepan dalam hal mensejahterakan masyarakatnya dan melindungi
asset-aset Negara dari tangan asing. Tetapi di Indonesia pemerintah menjadi
panjang tangan perusahaan asing untuk merampok kekayaan alam negeri sendiri,
dimana pemerintah seperti tidak memeperhatikan masa depan anak negeri ini.
Dengan banyaknya asset negera yang dikuasai oleh asing maka semakin jelas bahwa
pemerintah melanggar konstituen dalam UUD 1945. Dengan sistem good governance ini bukannya membuat
baik suatu pemerintahan akan tetapi malah membuat sistem yang kurang berpihak
kepada Negara sendiri. Masuknya good
governance ke Indonesia nyatanya
malah membuat penguasaan asing terhadap sumber daya ekonomi strategis semakin
banyak, berdasarkan harian kompas pada
tahun 2012 penguasaan asing terhadap pertambangan di Indonesia adalah sebesar
70% sedangkan yang dikuasai oleh perusahaan Indonesia sendiri sebesar 30%.
Eksploitasi
perusahaan asing terhadap sumber daya alam di Indonesia akan sangat merugikan
bangsa dan Negara, dimana dengan banyaknya ekspolitasi asing terhadap sumber
daya alam Indonesia setidaknya akan menimbulkan tiga pokok permasalahan. Pertama, kontrak karya-karya cenderung
menempatkan Indonesia dalam posisi yang lemah, sehingga bagi hasil atas sumber
daya alam tersebut sebagian besar lari kenegara asing. Implikasinya
Indonesialah yang menerima hasil limbahnya dari proses eksploitasi sumber daya
alam tersebut yakni dengan rusaknya lingkungan hidup. Kedua, selalu terdapat ruang bagi pelaku operasi ekspoitasi sumber
daya alam untuk melakukan manipulasi atas hasil operasi yang dilakukan akibat
ketiadaan akses bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan secara regular. Ketiga, menyangkut aspek etis dan
konstitusi bahwa sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat harus
dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah.
Penerapan
good governace yang dilakukan
pemerintah memang sudah cukup bagus, akan tetapi masih banyak sekali
celah-celah yang harus diperbaiki dalam hal pengelolaan sumber daya alam
sebagai ekonomi nasional. Dimana pengelolaan yang terjadi selama ini adalah
banyaknya keuntungan yang didapat oleh asing dari pada keuntungan kepada Negara
sendiri. Pembagian keuntungan pertambangan Indonesia masih sangat
memprihatinkan, dimana keuntungan yang dibagi lebih banyak lari kepemerintah
pusat dibandingkan ke pemerintah daerah. Hal inilah yang membuat banyaknya
protes terhadap pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Pengelolaan
sumber daya ekonomi strategis dirasa belum maksimal, dimana pengelolaan ekonomi
strategis masih banyak menguntungkan asing dan kebanyakan perusahaan asing
tidak memperhatikan lingkungan sekitar pertambangan, perekonomian masyarakat,
serta prinsip pembangunan berkelanjutan. Dimana prinsip pembangunan
berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan
kebutuhan generasi masa depan. Tetapi yang terjadi kebutuhan generasi masa
depan akan segera habis diambil oleh asing jika tidak ada pembatasan dan tidak
ada peraturan tegasyang mengatur pengelolaan sumber daya alam.
Dalam
pengelolaan pertambangan terjadi lemahnya penerapan prinsip-prinsip
transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pembuatan
kebijakan baik di level Pusat maupun Daerah. Oleh karena itu jika dilihat dari
prinsip-prinsip good governance
pengelolaan sumber daya ekonomi strategis yang ada di Indonesia, maka
prinsip-prinsi transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan keadilan/hukum
belum diterapkan dengan benar. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
·
Transparansi,
dalam pemberian perizinan pertambangan
seharusnya diikuti dengan
keterbukaan yang berbentuk
kemudahan akses informasi bagi
masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam
melihat dampak dari pemberian izin tersebut. Dalam hal pemberian izin
pertambangan pemerintah lebih mudah memberikan izin kepada investor asing
dengan alasan investor asing lebih menjanjikan.
·
Akuntabilitas,
belum adanya rasa tanggungjawab perusahaan asing yang mengelola pertambangan
sebagai sektor ekonomi di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pembuangan limbah pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan asing, sehingga
terjadi pencemaran lingkungan dan lain-lain. Dalam hal ini negera Indonesia dan
masyarakatlah yang merasakan dampak dari
pengelolaan pertambangan yang tidak bertanggungjawab. Selain merasakan dampak
dari pengelolaan pertambangan generasi masa depan negeri ini telah dirugaikan,
dimana kekayaan alam yang seyogyanyabisa digunakan untuk masa depan bangsa
telah habis dirampok Negara asing.
·
Partisipasi,
belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang
akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa
berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang
banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana
untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU
no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut
berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan
di bidang pertambangan.
·
Rule
of law atau ketidakadilan, rumitnya regulasi-regulasi
pertambangan dalam mengontrol perusahaan-perusahaan tambang. Regulasi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang seringkali dibuat tidak
komperehensif dengan mempertimbangan kepentingan semua pihak. Banyak peraturan
daerah juga kerap tumpang tindih dengan regulasi yang ada sebelumnya, dan tidak
sedikit pula yang bertolak belakang satu sama lain. Selain itu penerapan hukum
terhadap pembagian hasil pertambangan masih simpang siur, dimana masyarakat
sekitar area pertambangan tidak mendapatkan apa-apa sedangkan
pejabat-pejabatlah yang mendapatkan pembagian hasil tersebut.
Pertambangan
sebagai sumber ekonomi nasional tidak luput dari kelemahan dan kekuatan. Dimana
sektor pertambangan seperti buah simalakama, yang membawa keuntungan dan
kerugian bagi suatu negara. Pada awalnya, setiap orang akan merasa gembira
ketika suatu lahan pertambangan dibuka di daerahnya. Mereka akan berharap bahwa
mereka akan mendapat pekerjaan yang layak, terjadi peningkatan anggaran daerah
dan peningkatan ekonomi masyarakat. Namun pada akhirnya industri pertambangan
yang dipromosikan menunjukan awal suatu keburaman masa depan generasi yang akan
datang daerah. Satu persatu kasus pertambangan batubara menunjukan petaka bagi
warganya, mulai dari polusi udara, polusi suara, polusi air, polusi tanah,
banjir dan longsor.
D.
TATA
KELOLA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN TIMUR
Kalimantan
Timur (Kaltim), merupakan propinsi terkaya ketiga di Indonesia, yang mempunyai
banyak kekayaan alam sumber daya alam yang berupa: hutan, perkebunan, minyak,
tambang, laut, keanekargaman hayati, dan lain-lainnya. Kaltim diberi karuniah
Tuhan yang luar biasa indah yakni hamparan permani hijau berupa hutan yang
lebat, dengan keanekaragaman hayati yang beraneka ragam jenisnya, namun
berpelan tetapi pasti telah mengalami esploitasi yang luar biasa pula, akibat
ulah manusia.
Dari
paparan Emil Salim, Kaltim makin tahun, makin banyak pengangguran, dan angka
kemiskinan makin meningkat, tingkat kesejahteraan menurut. Pertambangan migas
dan batubara memberi sumbangan besar kepada PDRB tahun 2010 hingga 47 persen
dengan tingkat penyerapan tenaga kerja hanya 6, 2 persen. Kaltim tetap
menderita dan tidak menikmati batubara untuk konsumsi sendiri secara maksimal,
semua batubara diekspor, yang masuk untuk konsumsi untuk kaltim, hanya
memperoleh pemasokan batubara, untuk tahun 2008 hanya 5 persen , dan tahun
2010, naik 6,89 persen ( sambutan Guburnur dilamin etam, 10 Aguatus 2011).
Pengelolaan SDA selama ini, hanya berbasis pada ekspor, bukan pemanfaatan dalam
negeri. Hal lain, bahwa pengelolaan SDA, yang ada untuk kepentingan luar negeri,
dan mengabaikan nilai-nilai lingkungan, pada akhirnya masyarakat yang merasakan
akibatnya.
Dari
data di atas dapat dilihat bahwasannya tata kelola tambang batubara di Kaltim
memang bermasalah, dimana batubara merupakan salah satu komponen penyumbang
PDRB terbesar di Kaltim akan tetapi daerah dan masyarakat tidaklah menikmati
hasilnya. Ini bukti nyata bahwa pengelolan pertambangan batubara di Kaltim
belum maksimal untuk kepentingan rakyat, akan tetapi pengelolaan batubara di
Kaltim hanyalah untuk kepentingan Negara lai/investor asing dan elit poltik
Kaltim saja. Selain tata kelola tambang yang belum bisa berpijak pada
kepentingan rakyat, disini yang paling utama dirugikan dalam hal pemanfaatan
batubara adalah masyarkat di sekitr, dimana dengan adanya pertambangan tersebut
seharusnya kesejahteraan masyarkat semakin meningkat, akan tetapi yang terjadi
aadalah semakin meningkatkanya kemiskinan di daerah yang sedang eksploitasi
pertambangan. Hal ini yang seharusnya tidak terjadi, jika saja pertambangan
yang ada dikelola oleh Negara dan daerah demi kesejateraan masyarakt maka yang
terjadi bukan peningkatan kemiskinan akan tetapi kesejahteraan masyarakat yang
semakin meningkat dan membaik.
Batubara
di Kaltim memang komodiat ekonomi yang baik, dimana dengan sumbangannya ke PDRB
tiap tahunnya mencapai 6,89 atau hampir 7 persen. Akan tetapi pertambangan ini dikelola
oleh asing, jika saja pertambangan ini dikelola oleh Negara maka yang terjadi
akan berbeda drastris, sumbangan atau pemasukan daerah semakin tinggi bahkan
negarapun bisa mensejahterakan masyarakatnya. Hal inilah yang tidak terjadi di
Indonesia dan Kaltim, dimana hampir seluruh pertambangan yang ada di kuasai
oleh asing dan daerah serta Negara tidak mendapatkan imbalan apa-apa. Sungguh sangat
menyedihkan sekali, Indonesia sebuah Negara kaya sedangkan Kaltim merupakan sebuah provinsi
terkaya ke 3 se-Indonesia akan tetapi masyarakatnya banyak yang miskin.
Banyaknya eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan asing ini akan menimbulkan
banyak permasalahan antar masyarakat dengan pemilik perusahaan. Hal ini sudah
terjadi di Kaltim, dimana banyak sekali masyarakat yang memprotes eksploitasi
pertambangan batubara di Kaltim terutama di Kutai Timur.
Berdasarkan
hasil investigasi dan analisis yang dilakuakan oleh LSM Forest Watch Indonesia (FWI)
mengindikasikan bahwa telah terjadi pelanggaran terkait pemberian izin bagi
perusahan pertambangan di kabupaten Kutai Timur. Forest Watch Indonesia (FWI), menyebutkan, “Diduga terjadi praktik
penerbitan izin ilegal di sekitar wilayah Long Bentuq. Kami menemukan adanya
tumpang tindih izin antar perusahaan perkebunan sawit dengan perusahaan tambang
batubara dan perusahaan tambang batubara, perusahaan batubara dengan perusahaan
HTI. Ketiganya berasal dari berbagai sektor yang berbeda-beda, namun semuanya
aktif beroperasi di lokasi yang sama. Dari permasalahan ini menunjukkan
bahwasannya tata kelola pengelolaan pertambangan dan sumber daya alam di Kaltim
sangatlah lemah, karena yang terjadi tumpang tindih pemberian izin pertambangan
bukan hanya di Kutai Timur saja akan tetapi hampir diseluruh kabupaten yang
mempunyai pertambangan. Implikasi dari lemahnya tata kelola tambang di Kaltim
ini sering memeinggirkan hak-hak masyarakat adat atas sumber penghidupan
mereka. Selain itu juga kerusakan lingkungan dan hutan yang diakibatkan oleh
eksploitasi sumber daya alam dan pertambangan batubara.
Banyaknya
tumpang tindih perizinan yang ada di kaltim mengakibatkan konflik antar
perusahaan dan masyarakat, dimana dalam hal ini masyarakatlah yang sangat
dirugikan. Dampak dari kegiatan pengelolaan pertambangan batubara yang ada di
Kaltim pada kondisi social adalah memicu timbulnya migrasi, timbulnya kejadian
konflik, kerusakan alam, pencemaran lingkungan sampai praktek prostitusi. Hal
ini lah yang terjadi ketika eksploitasi pertambangan yang dilakukan oleh asing
dan tidak ada kontrol pemerintah serta masyarakat tidak diberikan
kesejahteraan, dalam artian masyarakat dijadikan sebagai pegawai. Selain
banyaknya dampak yang dirasakan oleh masyarakat kegiatan pertambangan di Kaltim
juga sangat disayangkan, dimana dengan banyaknya jumlah pertambangan batubara
di Kaltim sebagian besar tidak membayar pajak kepada pemerintah. Secara tidak
langsung Negara dalam hal ini telah dirugikan oleh pihak-pihak asing sebagai
investor. Seharusnya pemerintah pusat maupun daerah saling koordinasi dalam hal
pengawsan baik pengawasan untuk pembayaran pajak, maupun pengawasan untuk
dampak lingkungan yang dihasilkan, sehingga dalam hal ini Negara dan masyarakat
sekitar tidak dirugikan. Pertambangan batubara di Kaltim memanga sudah
merugikan banyak masyarakat hal ini dapat dilihat dari banyaknya mata
pencaharian masyarakat sekitar yang habis karena diambil alih untuk kegiatan
pertambangan batubara, dan ironisnya lagi dengan diambilnya tanah tersebut
masyarakat hanya diberi uang ganti rugi sanja dan tidak dipikirkan bagaimana
solusi yang tepat untuk masyarakat sekitarnya. Maka tidak heran jika banyak
sekali penyakit social yang berkeliaran di daerah pertambangan.
E.
KESIMPULAN
Pemanfaatan
sumber daya alam haruslah tetap berpijak pada kaidah-kaidah pembangunan yang
bertumpu pada masyarakat. Hal ini akan tercermin dalam implementasi good governance (tata kelola
pemerintahan yang baik). Dalam pengelolaan sumber daya alam pemerintah pusat
dan daerah mempunyai kewenangan penuh, sehingga untuk kedepannya harus
berhati-hati dalam menentukan kerjasama dengan investor asing. Sumber daya alam
yang ada di Indonesia harus berpihak kepada kemakmuran masyarakat dan
kesejahteraan masyarak, peningkatan ekonomi masyarakat, serta kesejahteraan
masyarakat Indonesia sendiri.
Kaltim
salah satu provinsi penyumbang batubara terbesar ke-3 di Indonesia akan tetapi
masih banyak sekali masyaraktnya yang mengalami kemiskinan. Hal ini tidak
sesuai dengan kekayaan alam yang dimiliki oleh provinsi tersebut. Selain itu
juga masih banyaknya tumpang tindih pemberian izin pertambangan di Kaltim
sehingga mengakibatkan konflik antar perusahaan dan masyarakat. Dimana
pengelolaan usmber daya alam khususnya pertambangan batubara belum perpijak kepada
masyarakat, masih banyak sekali pengelolaan pertambangan yang memihak kepada
Negara asing. Sehingga mengakibatkan banyaknya kemiskinan dan pengangguran di
Kaltim, jika saja pertambangan dikelola oleh pemerintah maka kemiskinan tidak
akan terjadi. Karena Indonesia Negara yang kaya akan sumber daya alam tetapi
masih banyak sekali kemiskinan, hal inilah yang bertolak belakang dengan
kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia. selain Indonesia Kaltim juga
provinsi yang kaya akan sumber daya alam serta batubara yang melimpah, tetapi
pada kenyataannya masyarakat di Kaltim masih banyak sekali yang miskin, hal ini
juga bertolak belakang dengan kekayaan alam yang dimiliki. Ini akibat dari
salahnya tata kelola pertambangan di Indonesia secara umum dan Kaltim secara
khusus, jika tidak diperbaiki maka lambat laun Indonesia akan menjadi miskin.
Masih
lemahnya penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi strategis sektor
pertambangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Transparansi, dalam pemberian perizinan pertambangan belum ada keterbukaan yang berbentuk kemudahan akses informasi bagi masyarakat terhadap proses pemberian perizinan pertambangan dan juga dalam melihat dampak dari pemberian izin tersebut.
- Akuntabilitas, tidak adanya tanggungjawab perusahaan asing terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan, sehingga yang terjadi banyak kerusakan alam akibat dari eksploitasi pertambangan yang dilakukan oleh asing, selain kerusakan alam juga terjadi pencemaran lingkungan hidup yang mengancam hajat hidup orang banyak.
- Partisipasi, belum adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan publik yang akan diimplementasikan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini sudah terbukti dengan UU no.10/2001, belum memberikan sarana untuk partisipasi masyarakat dlm pembuatan berbagai perat perund-undangan. UU no. 11/1967, tidak memberikan sama sekali kesempatan kepada masy utk turut berpartisipasi di bidang pertambangan. UU no.4/2009, tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilanm kebijakan di bidang pertambangan.
- Rule of law atau ketidakadilan, penerapan peraturan dan perundang-undangan yang belum jelas, masih banyaknya tumpang tindih peraturan yang mengatur tentang pengelolaan pertambangan baik peraturan daerah maupun peraturan pusat.