Ujian Nasional adalah nama yang tidak asing lagi bagi
masyarakt, guru, dan para pelajar di negeri ini. Ujian Nasional pada saat ini
masih digunakan oleh pemerintah untuk mengukur kemampuan para pelajar atau yang
sering disebut dengan nama evaluasi bagi pelajar. Akan tetapi ujian nasional
yang seharusnya menjadi evaluasi bagi pelajar di negeri ini malah sebaliknya.
Ujian nasional yang selama ini dijadikan sebagai patokan atau target untuk
pendidikan kita malah menjadi momok menakutkan yang seharusnya tidak terjadi.
sejak digulirkannya kebijakan tetang Ujian Nasional, tampak jelas begitu banyak
permasalahan dan kontroversi yang ditimbulkan. Kebijakan Ujian Nasional pun
terus menuai kritik dari para pakar dan praktisi pendidikan serta berbagai
kalangan masyarakat. bahkan Mahkamah Agung pada saat itu telah menolak kasasi
yang diajukan pemerintah dan menyatakan bahwa pemerintah telah lalai dalam
memberikan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya hak pendidikan dan hak-hak
yang menjadi korban Ujian Nasional. Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan
kualitas guru, sarana dan prasarana, sekaligus akses informasi yang lengkap di
daerah sebelum pelaksanaan Unjian Nasional.
Meskipun logika pedagogik dan logika hukum menyatakan bahwa
Ujian Nasional tidak tepat untuk dijadikan syarat kelulusan, namun Ujian
Nasional tetap dilaksanakan Kementrian Pendidikan dab Budaya RI. Selama ini
Ujian Nasional adalah bukti riil pembodohan secara Nasional, dimana seluruh
pelajar Indonesia mengerjakan soal yang sama dan nilai tingkat kelulusan yang
sama juga. Dari sini kita bisa melihat bahwa selama Ujian Nasional dilaksanakan
dari tahun 2003 sampai sekarang banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam
dunia pendidikan baik itu guru membantu murid dalam mengerjakan soal, calo
kunci jawaban yang selama ini beredar, nah dari bukti ini kita bisa melihat bahwa
murid yang seharusnya belajar dalam menghadapi sebuah evaluasi belajar pada
saat ini justru kebalikannya. Para pelajar Indonesia lebih santai dalam
menghadapi Ujian Nasional karena sudah ada yang membantu mereka dalam
mengerjakan soal ujian. hal ini tentunya harus menjadi bahan pertimbangan
pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan Ujian Nasional secara komprehensif.
Jangan sampai Ujian Nasional hanya menjadi momok menakutkan bagi para pelajar
di setiap tahunnya.
Melihat banyaknya permasalahan serta carut-marut pelaksanaan
Ujian Nasional dapat ditegaskan bahwa dampak dari Ujian Nasional lebih banyak
madharatnya dari pada tujuannya. Selama ini banyak sekali peserta didik yang
frustasi karena merasa tertekan dan cemas yang berlebihan akan ketidak lulusan
mereka dalam menghadapi Ujian Nasional. Ini menunjukkan bahwa Ujian Nasional
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip evaluasi pendidikan dan telah
mengesampingkan aspek pedagogik dalam pendidikan. Ujian Nasional telam membuat
peserta didik banyak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan cita-cita mereka
dalam proses pembelajaran. Ujian nasional juga telah mengaburkan tujuan
pendidikan nasional yang ingin dicapai seperti tertuang dalam UU No. 20 Tahun
2003.
Kalau dilihat dari UU tersebut ujian nasional telah melanggar
dari tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Pendidikan seolah-olah berubah
menjadi mesin produksi yang mencetak nilai dan ijazah. Sedangkan nilai-nilai
abstrak yang mulia dalam pendidikan justru diabaikan. Pada akhirnya visi dan
misi pendidikan pun dikerdilkan hanya berorientasi insidental dan jangka pendek
semata. Ini jelas bertentangan dengan hakikat “Pendidikan Sepanjang Hayat”
yang kita amini bersama selama ini.1
Sistem Pendidikan yang dilakukan
oleh pemerintah dengan mengadakan Ujian Nasional sebenarnya telah mencoreng
nama pendidikan kita. Kalu kita lihat dari Undang-Undang tentang pendidikan
seharusnya pemerinthah tidak mencampuri urusan para pendidik. Kalu kita
berpacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang berhak menentukan lulus atau
tidaknya murid atau pelajar adalah para pelajar karena merekalah yang tau
bagaimana kemampuan dan kekurangan para anak didiknya bukanlah pemerintah yang
berhak menentukan. Pelaksanaan
Ujian Nasional sejak
tahun 2003 hingga 2010 kemarin menunjukkan kegagalan pembangunan pendidikan
nasional.
Dari artikel ini bisa dilhat bahwa
UN bukanlah satu-satunya cara untuk meluluskan pelajar dari dunia pendidikan.
Masih banyak yang harus kita lihat, kita bandingkan saja antara Jakarta dengan
Papua sarana dan prasarana yang tidak memadai ini menimbulkan kesenjangan dalam
dunia pendidikan, dimana Jakarta sarana lebih lengkap ketimbang Papua maka oleh
karena itu UN bukan tolok ukur kelulusan bagi pelajar di Indonesia dan masih
banyak lagi yang harus dipertimbangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar