Era reformasi dan
otonomi daerah menjadi titik tolak perubahan hubungan antara pemerintah pusat
dan daerah dengan signifikan ini ditandai dengan diundangkannya UU No. 22 tahun
1999 (direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004). Di era otonomi daerah telah
membawa implikasi penambahan jumlah pegawai, beban anggaran untuk pegawai
semakin meningkat dan ruang lingkup kewenangan semakin luas. Untuk menuju
kesiapan dalam manajemen kepegawaian nasional secara baik, jelas memerlukan
waktu dan kualitas sumber daya manusia yang handal. Oleh karena itu
pengembangan sumber daya manusia secara makro sangatlah penting, dalam rangka
tujuan-tujuan pembangunan secara efektif.
Tujuan pembangunan
Nasional adalah untuk membentuk suatu masyarakat adil dan makmur, seimbang
material dan sepiritual berdasarkan Pancasila di dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Kelancaran pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan
nasional itu terutama sekali tergantung pada kesempurnaan aparatur negara yang
pada pokoknya tergantung dari kesempurnaan Pegawai Negeri Sipil (sebagian dari
aparatur negara).[1]
Untuk mencapai
pembangunan secara nasional dan demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan
sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur Negara, dalam hal ini Pegawai
Negeri Sipil. Untuk terciptanya pembangunan nasional maka harus dibutuhkan
masyarakat yang madani, taat pada hukum, berperadaban modern, demokratis, dan
bermoral tinggi. Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu indikator kesuksesan
dalam mewujudkan pembangunan nasional, oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil
sebagai salah satu unsur aparatur negara yang mempunyai peran strategis dalam
mengembangkan tugas pemerintahan, meningkatkan mutu administrasi dan pelayanan
publik serta dituntut untuk berdedikasi tinggi, disiplin, berperilaku pantas
sebagai suri tauladan bagi masyarakat.
Salah satu sumber daya
aparatur yang mempunyai peranan dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan adalah pegawai negeri. Pemerintah akan berjalan
dengan baik dan tertib apabila didukung dengan sumber daya aparatur yang mampu,
terampil dan penuh disiplin. Salah satu unsur penyelenggaraan pemerintahan yang
perlu memperoleh perhatian ialah penataan aparatur pemerintah yang meliputi
penataan kelembagaan birokrasi pemerintahan, sistem, dan penataan manajemen
sumber daya pegawai. Oleh karena itu masalah peningkatan dan pengembangan
pegawai selalu menjadi perhatian dari instansi pemerintah.
Jumlah Pegawai Negeri Sipil
di pusat dan daerah terus bertambah setiap tahun. Berdasarkan data Badan
Kepegawaian Negara (BKN) sejak 2003 hingga 2010, terjadi penambahan jumlah Pegawai
Negeri Sipil sebanyak 26%. Jika dihitung hingga tahun 2011, jumlah Pegawai Negeri
Sipil sudah mencapai 4.708.330 orang maka ada penambahan jumlah Pegawai Negeri Sipil
hampir 30 %. Pada tahun 2011 komposisi jumlah Pegawai Negeri Sipil di pusat
sebesar 916.493 orang dan Pegawai Negeri Sipil di daerah 3.791.837 pegawai atau
1,98% dari jumlah penduduk. Untuk menggaji Pegawai Negeri Sipil yang begitu
banyak pasti diperlukan anggaran biaya yang tidak sedikit. Pemerintah pada
tahun 2011 mengalokasikan anggaran dari APBN sebesar Rp 89,7 triliun, sedangkan
untuk tahun 2012 anggarannya membengkak menjadi Rp 104,9 triliun. Membengkaknya
anggaran ini tidak lepas dari bertambahanya Pegawai Negeri Sipil yang
diakibatkan dari pemekaran daerah pada tahun 2001 sampai 2009. Akibat
pembayaran gaji dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil yang besar, maka pemerintah
melakukan moratorium penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil selama 16 bulan terhitung
sejak tanggal 1 September 2011 sampai Desember 2012.[2]
Tabel.
1.1
Jumlah
Pegawai Negeri Sipil Indonesia Dari Tahun 2003-2011
No
|
Tahun
|
Jumlah Pegawai Negeri Sipil
|
1
|
2003
|
3.648.005
|
2
|
2004
|
3.587.337
|
3
|
2005
|
3.662.336
|
4
|
2006
|
3.725.231
|
5
|
2007
|
4.067.201
|
6
|
2008
|
4.083.360
|
7
|
2009
|
4.524.205
|
8
|
2010
|
4.598.100
|
9
|
2011
|
4.708.330
|
|
Grafik
1.1
Jumlah
Pegawai Negeri Sipil Indonesia Dari Tahun 2003-2011
Begitu banyaknya jumlah
Pegawai Negeri Sipil yang ada di Indonesia dan jumlah anggaran yang tersedot
sangat besar nyatanya tidak lantas membuat pelayanan publik dan masalah
kepegawaian di negeri ini menjadi baik dan transparan. Hal ini menunjukkan
bahwa, aparatur pegawai masih menjadi permasalahan tersendiri, karena hampir
disetiap instansi birokrasi baik pusat maupun daerah kinerja aparatur Pegawai
Negeri Sipil belum menunjukkan profesionalitas dalam bekerja sampai pelanggaran
indisipliner, hingga praktik korupsi. Hal ini terlihat masih banyaknya budaya
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), masih rendahnya kualitas sumber daya
aparatur, masih rendahnya manajemen kepegawaian, lemahnya penegakan hukum, dan
kesejahteraan pegawai masih rendah, masih buruknya system prekrutan Pegawai
Negeri Sipil atau mengandung unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), masih
banyaknya Pegawai Negeri Sipil yang tidak mempunyai skill, serta masih
banyaknya penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Sampai saat ini permasalahan
kepegawaian di Indonesia masih membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.
Pelayanan birokrasi di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan Negara
lain yang lebih maju, jumlah penduduk yang beragam dan banyak, serta memiliki
status sosial yang berbeda menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mewujudkan pelayanan
birokrasi yang baik dan transparan. Disisi lain pemerintah juga harus
meningkatkan kualitas pelayanan birokrasi, serta mendukung terciptanya kualitas
pelayanan publik yang baik bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan pernyataan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar
Abubakar ada tiga masalah besar dalam birokrasi di negeri ini yang membuat
pelayanan publik tidak berjalan baik. Masalah pertama adalah banyaknya jumlah Pegawai Negeri Sipil tetapi
kebanyakan diantara mereka tidak memiliki skill sehingga sering tidak tahu apa
yang harus dikerjakannya. Kedua penempatan Pegawai Negeri Sipil yang tidak
merata dan sesuai kebutuhan, sehingga penempatan Pegawai Negeri Sipil sering
menumpuk di perkotaan. Ketiga, buruknya
proses perekrutan atau mengandung unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Proses tes penerimaan Pegawai Negeri Sipil sekarang dinilai juga belum menjurus
kepada menguji skill dan kemampuan.[3]
Sebelum diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil maka para calon pegawai akan disumpah, hal ini
dilakukan berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang pokok-pokok
kepegawaian. Mustopadidjadja AR menjelaskan bahwa dalam kenyataanya, tidak jarang
sumpah yang diucapkan oleh Pegawai Negeri Sipil tidak dijalankan secara
konsisten sebagaimana mestinya. Salah satunya ditandai dengan masih banyaknya
keluhan masyarakat ketika dihadapkan dalam prosedur administrasi dan birokrasi
pelayanan publik. Selain itu masih banyak dijumpai Pegawai Negeri Sipil yang
belum bisa disiplin waktu dalam hal masuk kerja ataupun menyelesaikan
pekerjaan, penggunaan inventaris Negara untuk urusan pribadi, seringnya
meninggalkan dinas, sampai dengan masalah klasik yaitu Korupsi, Kolusi,dan
Nepotisme (KKN). Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas kinerja Pegawai Negeri
Sipil masih sangat memprihatinkan baik yang terkait dengan kompetensi maupun
profesionalisme kerja maupun nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki oleh seorang
Pegawai Negeri Sipil.[4]
Jika dilihat dari permasalahan yang ada di atas maka
kualitas sumber daya aparatur di Indonesia masih sangat rendah sekali. Oleh
karena itu kualitas sumber daya manusia sangatlah penting dan merupakan sumber
daya yang paling dinamis dalam sebuah organisasi. Dengan adanya sumber daya
manusia di dalam suatu instansi pemerintahan maka keberhasilan suatu organisasi
tergantung pada sumber daya yang ada. Untuk menciptakan kualitas sumber daya
manusia yang handal dan mampu bersaing maka diperlukan peningkatan kualitas.
Peningkatan kualitas bisa berarti program-program yang mendukung pengembangan
pegawai. Demi kelancaran sebuah pemerintahan yang baik maka diperlukan aparatur
yang memiliki kompetensi jabatan, karena aparatur pemerintah dalam hal ini
Pegawai Negeri Sipil merupakan pelaksana pembangunan nasional serta salah satu
abdi masyarakat yang setia melayani masyarakat dalam pelayanan publik. Oleh
karena itu peningkatan kualitas demi tercapainya profesionalisme dalam
meningkatkan kinerja sangat penting bagi Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan nasional dan sebagai public service, sehingga
Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalitas
dalam bekerja agar dapat malayani masyarakat dengan maksimal. Oleh karena itu
peningkatan mutu kualitas perlu dilakukan karena belum semua Pegawai Negeri
Sipil mempunyai kemampuan dan pengatahuan yang memadai. Pegawai Negeri Sipil
sebagai unsur apartur sumber daya manusia mempunyai peran yang sangat
setrategis dalam menjalankan roda pemerintahan serta pembangunan nasional.
Sehingga pengembangan Pegawai Negeri Sipil sangat diperlukan untuk meningkatkan
kualitas dan profesionalisme dalam bekerja agar bermanfaat bagi masyarakat
secara luas khususnya dalam pelayana publik.
Pegawai Negeri Sipil yang disiapkan untuk menduduki jabatan
struktural perlu mengikuti pendidikan dan pelatihan, agar Pegawai Negeri Sipil
lebih professional dalam bidang pekerjaan dan sesuai dengan Undang-Undanga No
43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian daerah yaitu mewujudkan citra
Pegawai Negeri yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna,
bersih, bekualitas dan sadar akan tanggung jawab sebagai aparatur Negara dan
abdi masyarakat.[5]
Program pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang sangat
penting bagi Pegawai Negeri Sipil, karena program ini sebagai rangkaian program
kegiatan yang direncanakan agar nantinya mampu memberikan hasil yang maksimal
bagi Pegawai Negeri Sipil tersebut. Bidang Perencanaan dan Pengembangan Pegawai
sebagai penyelenggara program Diklat yang berada di dalam kelembagaan Badan
Kepegawaian Daerah bertugas dalam melaksanakan perencanaan kurikulum,
mempersiapkan materi pelajaran dan melaksanakan evaluasi setelah
penyelenggaraan Diklat.
Pemerintah daerah
mempunyai peran yang cukup besar dalam mewujudkan pelayanan publik bagi
masyarakat serta mengatur urusan rumah tangganya sendiri, dimana pemerintah
daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat yang berada di daerah.
Hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Provinsi,
Kabupaten, Dan Kota atau antara Provinsi dan Kabupaten dan Kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Kewenangan
pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan daerahnya sendiri sekarang
dikenal dengan otonomi daerah.
Di dalam sebuah
organisasi ada bagian tersendiri yang mempunyai tugas untuk mengembangkan
pegawainya dalam pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil ini telah diatur dalam Pasal 31
Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menekankan
bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya diadakan
pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri
Sipil. Disamping peraturan Undang-Undang yang mengatur tentang Diklat,
peraturan baru yang mengatru Diklat Pegawai Negeri Sipil adalah PP No 101 Tahun
2000 Tentang pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil.[6]
Untuk mewujudkan
Pegawai Negeri Sipil yang terampil serta memiliki kualitas dan profesionalisme
dalam bekerja maka ada beberapa jenis Diklat yang harus diikuti oleh Pegawai
Negeri Sipil. Jenis Diklat yang pertama adalah pendidikan dan pelatihan
prajabatan hal ini dilakukan dengan tujuan Pegawai Negeri Sipil agar terampil
melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Jenis Diklat yang kedua, adalah
pendidikan dan pelatihan dalam jabatan hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan dan keterampilan. Diklat dalam jabatan
dibagi menjadi tiga macam diklat diantaranya: Diklat yang harus dilakukan oleh
seorang Pegawai Negeri Sipil yakin pendidikan dan pelatihan kepemimpinan
(Diklatpim) hal ini dilaksanakan sesuai dengan PP No 101 tahun 2000. Diklat
fungsional dilaksanakn untuk memenuhi persyaratan yang sesuai dengan jenis dan
jenjang jabatan fungsional. Diklat teknis dilaksanakan untuk memberikan
keterampilan dan atau penguasaan pengetahuan teknis yang berhubungan secara
langsung dengan pelaksanaan tugas pokok instansi yang bersaangkutan serta yang
berkenaan langsung dengan bidang pelayanan yang bersifat umum, dan administratife.[7]
Untuk melaksanakan
pendidikan dan pelatihan biasanya disetiap instansi pemerintahan disebut pusat
pendidikan dan pelatihan pegawai. Tugas pokok dari Pusdiklat sendiri adalah
melaksanakan pendidikan dan pelatihan terhadap pegawai untuk lebih meningkatkan
kemampuan serta pengetahuan pegawai atau karyawan dilingkungan institusi dan
membawa dampak bagi perkembangan organisasi dan pegawai tersebut.[8]
Dasar pertimbangan sebuah instansi pemerintahan melakukan Diklat untuk para
pegawainya adalah sebagai pembinaan dan perkembangan karier pegawai yang
bersangkutan. Dalam pemilihan pegawai yang akan diikutsertakan dalam Diklat
maka sebuah instansi pemerintahan harus melihat kebutuhan sebuah organisasi,
alasan peningkatan kinerja, kemampuan dan keterampilan pegawai, serta
kepangkatan dan lain sebagainya.
Badan Kepegawaian
Daerah sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan
Pegawai Negeri Sipil ditingkat daerah maka harus teliti dalam melakukan
pemberdayaan pegawai khususnya dalam melaksanakan perekrutan Pegawai Negeri
Sipil. Selain itu Badan Kepegawaian Daerah juga dituntut untuk menjalankan
perannya dalam rangka mewujudkan aparatur pemerintahan yang professional.
Karena Badan Kepegawaian Daerah merupakan salah satu organisasi publik, yang
mana sebagai organisasi publik berfungsi melayani masyarakat dengan
sebaik-baiknya serta dituntut untuk memahami bahwa organisasinya adalah sebagai
pelayanan publik yang harus melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Badan
Kepegawaian Daerah juga memiliki tugas melaksanakan pengelolaan administrasi
kepegawaian, penyusunan program dan petunjuk pembinaan, pengembangan
kepegawaian, serta melaksanakan mutasi dan tata usaha kepegawaian.
Badan Kepegawaian
Daerah merupakan salah satu organisasi publik yang melayani di bidang
kepegawaian harus meningkatakan mutu pelayana. Mutu pelayanan ini akan
ditujukan kepada Pegawai Negeri Sipil maupun masyarakat umum. Adapun tugas
pokok dan fungsi dari Badan Kepegawaian Daerah dalam hal pengembangan Pegawai
Negeri Sipil daerah adalah meliputi perencanaan dan pengembangan pegawai,
mutasi kepegawaian, pembinaan disiplin, kesejahteraan dan tata usaha pegawai,
kegiatan pendidikan dan pelatihan serta kegiatan ketatausahaan.
Selain itu masih banyak
sekali permasalahan yang ada diantaranya belum meratanya pendistribusian
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan kuantitas dan kualitasnya. Masih adanya
mismatch penempatan dalam jabatan dan masih banyak Pegawai Negeri Sipil yang belum memenuhi standar kompetensi.
Dengan data ini maka sangat diperlukan pengembangan pegawai guna membantu
pegawai dalam meningkatkan kompetensi. Serta harapan setelah adanya
pengembangan ini Pegawai Negeri Sipil
bisa bekerja dengan professional, serta bekerja sesuai dengan tugas pokok,
fungsi dan kewenangan serta beban instansi.
[1] Moh. Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia, Yogyakarta,
Liberty, 1998, Hlm. 2
[2] http://jakarta.okezone.com/read/2011/11/03/447/524557/4-7-juta-pns-dalam-dilema-pelayanan-publik, diakses tgl 1 Februari 2013, pkl 14.55 WIB
[3] http://jakarta.okezone.com/read/2011/11/03/447/524557/4-7-juta-pns-dalam-dilema-pelayanan-publik, diakses 1 Februari 2013, pkl
14.55 WIB.
[4] Mustopadidjaja AR, 2002, Kompetensi Aparatur dalam Memikul Tanggung
Jawab Otonomi Daerah Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Ceramah Perdana Pada Magister Pembangunan Daerah,
KerjasamaSTIA-LAN, Pemerintah Prov. Kaltim, dan Universitas Mulawarman, 15
Januari, 2002. Samarinda.
[5] Undang-Undang No 43. Tahun 1999
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Daerah.
[6] Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia,
Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2010, hlm 69.
[7] Miftah Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia,
Kencana Perdana Media Group, Jakarta, 2010, hlm 69.
[8] Soekidjo Notoadmojo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka
Cipta, Jakarta, 1998, hlm 92.